Tan Malaka
terus menulis. Apa yang tersisa, dan juga apa yang paling penting dalam situasi
aktual, semuanya itu menghasilkan serangkaian pamflet sebanyak dua puluh lima,
yang ditulisnya selama tanggal 5 Januari sampai 7 Februari 1949.
Pamflet-pamflet itu berupa satu lembar kertas, dengan dua halamannya diberi
teks terketik. Penggandaannya dilakukan dengan alat pembuat tindasan. Dengan
lemak kambing dan jelaga dibikin kertas karbon. Biarpun pengerahan banyak juru
ketik sebagai hasil menggunakan cara demikian, tiras pamflet ini tidak bisa
diperbanyak sampai lebih dari berpuluh-puluh lembar. Semua pamflet diberi
judul, dan di bawah dibubuhkan tanggal terbit serta kata-kata Markas Murba
Terpendam. Jadi tidak ada nama Tan Malaka di sana. Apakah agar tidak menarik
perhatian ekstra dari musuh-musuh di dalam kubu Republik dan agresor Belanda?
Bagi kebanyakan orang yang tahu di daerah itu, yakin benar bahwa Tan Malaka ada
di balik pamflet-pamflet ini. Dengan tidak mencantumkan namanya ia melepaskan
kesempatan untuk menarik kalangan pembaca yang lebih luas dan lebih
berperhatian pada pengaruh namanya. Tapi barangkali ini juga sesuai dengan
sikap Tan Malaka yang tidak mau memperlihatkan dirinya ke luar. Hanya pada dua
pamflet ia menuliskan namanya – itu pun dalam gaya persona ketiga. Dalam
penerbitannya yang ke-15 ia meringkaskan reaksi-reaksi luar negeri terhadap
pidato radionya tanggal 21 Desember. Pamflet yang terakhir mengangkat testamen
politik Soekarno sebagai tema, dan teks testamen itu juga dicantumkannya.
Pamflet nomor 16 berisi kata pengantar untuk Gerpolek cetakan kedua, namun
tanpa mencantumkan nama Tan Malaka, walaupun untuk pembaca yang sedikit tahu,
tidak akan susah untuk menghubungkan kata ‘kita’ di dalam kata pengantar dengan
pengarang Gerpolek itu.
Pamflet-pamflet
terbit dalam lima seri dari lima penerbitan. Pada pamflet aslinya tersurat
nomor seri di dalam judulnya, tapi di dalam seri itu tidak ada penomoran
seri-seri terbit dalam kurun tiga atau empat hari, dengan lebih banyak
penerbitan setiap hari. Tiga dari empat periode-antara berselang selama satu
minggu; antara seri empat dan lima hanya berselang tiga hari.
Tiap pamflet
berdiri sendiri. Dengan ringkas dan dengan cara yang menarik Tan Malaka harus
menyiarkan pesannya. Temanya berulang dan banyak kali berulang kembali.
Pamfletnya yang pertama merupakan sebuah contoh yang bagus, baik dalam gaya
maupun isinya.
[Ini mengenai
pamflet, lembaran kertas dicetak dua sisi oleh Tan Malaka dan diumumkan dengan
tanda tangan Markas Murba Terpendam ]
Serie I
5-1-1949 `Dari ra’jat ke ra’jat
?-1-1949 Menduduki jang diduduki
6-1-1949 1 Januari 1949
6-1-1949 Gentjatan jang menggentjat
7-1-1949 Sanggupkah U.N.O
Serie II
15-1-1949 Pemerintah rakjat murba
16-1-1949 C.P.M., K.M.K.,
C.M.K.K., K.D.M., K.O.D.M., S,T.C., T.C., M.B., P.A.M., Polisi Negara
16-1-1949 Perintah jang
terperintah
16-1-1949 Internasional...
17-1-1949 Perang
kutjing-kutjingan
Serie III
21-1-1949 Perdjanjian
negara
21-1-1949 Pemerintah
Sukarno/Hatta
22-1-1949 Amerika
terkedjut
22-1-1949 Larilah dari
pelarian
23-1-1949 Momok – kominis
Serie IV
28-1-1949 Gerpolek: kata
pengantar pada pertjetakan kedua
30-1-1949 Sekali – hasrat
– tetap – hasrat
30-1-1949 Pemerintah
darurat
31-1-1949 disekitar
istilah republik
1-2-1949 Menghadapi
kemungkinan
Serie V
4-2-1949 Alat-memperalatkan
5-2-1949 Kedaulatan-Belanda
6-2-1949 Djandji-Belanda
7-2-1949 Kesatriaan
?-2-1949 Amanat
Presiden Sukarno kepada Tan Malaka
Harry A Poeze menulis:
Dalam Pacific 7-12-1950, Pustaka Murba,
perusahaan penerbitan Tamin, memberitakan tentang adanya rencana untuk
menerbitkan himpunan pamflet-pamflet tersebut. Untuk itu sudah disusun sebuah
daftar dari 21 judul semuanya. Pamflet pertama dan tiga yang terakhir tidak
ada. Penerbitan tidak diteruskan.
Konon atas inisiatif Soekarni telah disusun
satu berkas lengkap, yang akhirnya tersimpan di Geduang Joang ’45, yang dalam
1980 bendel ini saya (Poeze) temukan; sementara itu koleksi ini telah hilang.
Pada berkas ini, seperti belakangan
diketahui, satu penerbitan tidak ada (seri III-1). Dalam Arsip ABRI di Bandung
(Divisi III – Jawa Tengah, tahun 1949 s/d 1951, Buku 16, dan sebagai lampiran
dalam Gunawi Kartosapoetro, ‘Peristiwa Pemberontakan PKI Muso-Madiun; Buku
Sejarah Dokumenter, Buku induk ke II’, Jilid II, Bandung 1976) ternyata ada
lima belas pamflet, di antaranya satu tidak lengkap. Empat penerbitan terdapat
dobel, talam versi yang berlainan. Dalam hal ini terjadi baik untuk aslinya
maupun turunannya.
Koleksi Soekarni semuanya merupakan turunan
– di sana-sini penyalin juga membubuhkan tanda pertanyaan, dengan dicantumkan
kata ‘Penj.’ (Penjusun). Dengan memperbandingkan berbagai versi ternyatalah
bahwa Penyusun telah mengerjakannya dengan sangat ceroboh. Ada kalimat-kalimat
dan huruf-huruf kapital (pada awal kata-kata atau serangkaian kata-kata) dan
pemberian garis bawah – yang menunjukkan penekanan atau pernyataan pamflet –
diubah-ubah dengan semau sendiri. Juga Penyusun membuat penyesuaian tatanan
gramatika, mengubah ejaan, mengganti kata-kata dengan kata-kata lain yang
menurut pendapatnya merupakan padanan kata-kata terkait. Lain dari itu inti
uraian tidak tersinggung.
Koleksi Arsip ABRI mempunyai satu pamflet
yang tidak terdapat dala koleksi Jakarta. Cara pengggandaan yang mengakibatkan
perbedaan, dari pamflet versi asli, terutama perbedaan-perbedaan dalam
penekanan, tanda baca dan ejaan – sehingga berkali-kali terjadi penyimpangan
isi.
Tampaknya belakangan Tan Malaka pada versi
terketik telah melakukan pengubahan, sehingga saja mungkin sekali pengetikan
dan penyebaran pamflet tertentu dilakukan belakangan dari tanggal yan tercantum
di pamflet itu.
Pamflet-pamflet dari Markas Murba Terpendam
tidak terdapat dalam arsip-arsip Belanda, dan barangkali juga tidak pernah
jatuh di tangan Belanda. Dalam laporan Belanda hanya satu kali disebut tentang
Markas Murba Terpendam. Sebuah berita C3 dalam Wekelijks Territoriaal
Inlichtingenrapport van de Terr. Tevens Tr. Cmd Oost-Java no. 14 (10-6-1949),
hlm. I, 3, dalam CAD, Verspreide Archivalia GG 34-90, menyatakan bahwa brosur,
pamflet dan plakat beredar dengan tanda tangan tersebut dan mengungkapkan
hubungannnya dengan GRR dan Tan Malaka. Inti isinya ialah, bahwa pemerintah
Soekarno-Hatta tidak lagi diakui. Informasi ini selanjutnya diabaikan.
Berikut Ringkasan Pamflet2 Markas Murba Terpendam tersebut. Semoga kalau dapat copy-nya kelak, akan dimuat seutuhnya.
Serie I
I.1. 5-1-1949 `DARI RA'JAT KE RA'JAT
Kiranya menjadi
jelas jika Tan Malaka tidak memberi celah sedikit pun untuk para pemimpin yang
bertanggungjawab sejak Agustus 1945. Untuk pengkhianatan mereka itu
rupa-rupanya yang mungkin hanyalah hukuman yang setimpal. Tapi apakah
alternatifnya?
Maka jadilah
Rakjat Murba Pemuda, Murba dan Pemuda, dengan berdasarkan pada Proklamasi,
menyerahkan dirinya secara konsekuen dan penuh percaya diri, demi kemerdekaan
100% dan tidak akan berhenti sebelum berhasil mengusir agresor Belanda. Dengan
terjadinya serangan Belanda, kesempatan baru terbuka bagi mereka untuk
menggalakkan gerilya di seluruh Jawa. ‘Pemerintah pusat’ tidak bisa lagi
mencegah mereka untuk menegakkan ‘Republik Merdeka 100%’ di mana-mana.
I.2. ?-1-1949 MENDUDUKI JANG DIDUDUKI
Manakah jang lebih baik,
tinggal menunggu menongkrong dalam daerah Republik atau masuk menjerbu terus ke dalam daerah jang diduduki oleh musuh
kalau gentjatan sendjata kelak diperintahkan lagi?
Inilah soal terpenting jang
sudah atau akan dihadapi dan harus diselesaikan dengan tjepat oleh tiap2
pradjurit pembela Kemerdekaan 100% sekarang djuga.
Tiap2 pradjurit2 harus
mengadji soal2 ini sedalam2nja lebih dahulu, memangja buat pradjurit jang
dilatih patuh taat oleh para Pemimpin Bordjuis Ketjil, oleh bung besar sampai
bung ketjil, buat memudahkan penerimaan Linggardjati, Renville, dan Aide
Memoire, soal diatas sudah bukan soal lagi. Mereka sudi ichlas menerima apa
jang diterima oleh para Pemimpin Bordjuis ketijil itu, walaupun menerima
‘Hindia Belanda’ kembali.
Tetapi buat: para pradjurit jang berdasar kepada Ra’jat
Murba Pemuda dan berdiri atas Kemerdekaan 100% menerima gentjatan sendjata dan
tinggal menunggu menongkrong dalam daerah Republik adalah soal sanggup atau
tidaknja kelak membatalkan pengchianatan terhadap Proklamasi dan sanggup atau
tidaknja meneruskan perdjuangan.
Karena:
Ke-1
Duduk dalam Republik berarti menunggu menongkrong hasil, perundingan
baru antara Bordjuis Ketjil jang sudah kita kenal itu dengan delegasi Belanda
atau perintahnja U.N.O. dan ‘di-good-office’ atau ‘di-arbitrage-i’ oleh wakil
U.N.O. mungkin sekali para wakil negara imperialis lagi.
Ke-2
Duduk dalam Republik berarti menunggu menongkrong tindakan Bordjuis
Ketjil buat melaksanakan pelbagai sjarat baru buat gentjatan sendjata: tindakan
Rasionalisasi jang melumpuhkan tentara Republik seperti terbukti dalam perang
kolonial kedua ini dan lain2 tindakan buat memudahkan Bordjuis Ketjil menerima
sesuatu perdjandjian, jang dapat melindungi ‘kursi’ mereka dan menjelamatkan
mereka dari tuduhan pengchianatan (terhadap Proklamasi) dikemudian hari.
Ke-3
Duduk dalam Republik berarti menghadapi kesulitan bertindak djitu
terhadap pemerintah Bordjuis Ketjil, jang bersiap sedia dan akan riang gembira
bersorak sorak kalau pembela Kemerdekaan 100% menundjukkan aksinya terhadap
kursinja Bordjuis Ketjil itu, karena tindakan sematjam itu akan diterimakan
sebagai tindakan Contra Revolusi memetjahkan belah persatuan dan membantu
musuh.
Tetapi:
Masuk menjerbu dan menduduki
jang diduduki oleh Belanda, berarti menghindarkan semua keberatan jang tersebut
diatas.
Masuk menjerbu dan menduduki
jang diduki oleh Belanda, berarti menghindarkan semua perintah siapa sadja,
seperti perintah ‘Ceasefire’, ‘pengosongan kantong’ dan ‘pelutjutan sendjata’.
Masuk menjerbu dan menduduki
jang diduduki oleh Belanda, berarti menghadapi musuh jang terang, ialah
Belanda, dan menghindarkan perintah tindakan kaki tangan Belanda jang ada dalam
Republik.
Masuk menjerbu dan menduduki
jang diduduki oleh Belanda, berarti memelihara kesatuan pimpinan jang sudah
dikenal, sendjata serta semangat perdjuangan serta menghindarkan daja upaja,
serta tipu muslihat Bordjuis Ketjil untuk mengadakan pemetjahan persatuan dalam
pasukan dan antara anaknja, melutjuti sendjata dan melemahkan semangat
perdjuangan.
Masuk menjerbu dan menduduki
jang diduduki oleh Belanda, achirnja berarti memelihara dan memperbesar modal
pokok dalam perdjuangan ini dan memegang kuntji (pembuka pintu) kemenangan atau
pengusiran musuh kelaut dan kemenangan atas pengakuan Kemerdekaan 100%.
Tapi pada tanggal 25 Desember tiba-tiba
musuh sudah masuk Kediri dan ‘dengan sedih ketjewa diketahui oleh Ra’jat Murba,
bahwa tentara jang resmi selamanja dibelandjai, dipertjajai dan dibanggakan itu
sudah lari katjau balau dengan tidak memberi perlawanan sedikitpun djuga’.
Sekarang Kediri harus direbut kembali: oleh tentara pemerintah atau rakyat
sendiri? Jawabannya ialah Rakjat Murba Pemuda, yang ‘meminta kembali semua
sendjata dari mereka jang tiada sanggup dan tidak ichlas meneruskan perdjuangan
serta menerima pradjurit perwira jang meninggalkan para pemimpinnja dan
menggabungkan diri kepada Ra’jat Murba Pemuda’.
I-4, 6-1-1949 GENTJATAN JANG MENGGENTJAT
Burdjuasi kecil menduga bahwa
Belanda dengan tulus ingin bekerja sama untuk membentuk sebuah republik
federal. Banyak di antara pemimpin-pemimpin mereka menjadi
pengkhianat-pengkhianat, yang bekerjasama untuk membentuk negara-negara boneka
di dalam wilayah Republik. Dengan negara federal ini mereka mengharap
pengkhianatan mereka akan terhapus. Tapi bagi mereka yang mempunyai pengertian
tentang imperialisme Belanda pastilah Belanda tidak akan bisa dan juga tidak
bersedia, kecuali jika terpaksa, membentuk negara federal semacam itu. Semua
perundingan Belanda hanya bertujuan untuk mengembalikan hak milik Belanda, dan
juga menyerahkan kembali kekuasaan politik, serta merebut waktu untuk
memperkuat diri sendiri dan melemahkan Republik, untuk mengelabui pandangan
dunia internasional, sehingga menjadi percaya bahwa Belanda sedang membenani
secara damai “interne affairs” (urusan rumah tangga)’. Para pemimpin burjuasi
itu percaya pada janji-janji Belanda.
I-5, 7-1-1949 SANGGUPKAH U.N.O
Harapan kepada
Perserikatan Bangsa-Bangsa ternyata sia-sia belaka. Negara-negara imperialis
adikuasa menguasai Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan tidak akan pernah menentang
kepentingan mereka sendiri.
Serie II
II-1, 15-1-1949 PEMERINTAH RAKJAT MURBA
Pembicaraan
tentang tokoh-tokoh pemerintahan dari 1945 sampai 1948 terus berlanjut. Dalam
pamflet tentan pemerintah Rakjat Murba diberikan penjelasan teoretis mengenai
tugas-tugas pemerintah semacam itu yang harus menjunjung tinggi Proklamasi,
dengan mengusir imperialisme dari sepanjang pantai Indonesia. Apabila
pemerintah itu gagal, maka Rakjat Murba berhak dengan secara damai atau
kekerasan memberikan kekuasaan kepada pemerintah baru.
‘Pemerintah Indonesia, jang mengadakan perdjandjian dengan maling dalam
rumah itu adalah satu Pemerintah jang melanggar kemauan dan kepentingan Rakjat
Murba Indonesia.’
Sesudah revolusi selesai’ maka
menurut adat jang lazim dipakai di dunia ini, haruslah semua anggauta
Pemerintah Soekarno Hatta Amir Sjahrir dibawa ke depan Mahkamah Revolusi buat
mempertanggung djawabkan semua sikap atau tindakan mereka dalam
menjelenggarakan bentuk dan isi Proklamasi 17 Augustus’.
‘Mahkamah Revolusi dari
Pemerintah Rakjat Murba dikemudian hari harus memperhitungkan korban Rakjat
Murba selama revolusi dengan hasil jang diperoleh Bordjuis Ketjil2 dan
Pemerintahnja selama mereka berkuasa, dan mendjatuhkan hukuman jang setimpal
kepada mereka jang berchianat kepada Proklamasi 17 Augustus.’
Di bagian lain Tan
Malaka menulis, bahwa burjuasi kecil ketakutan pada parlemen yang sejati, yang
‘akan menegakkan Proklamasi, membatalkan politik bangkrut Pemerintah Sukarno
Hatta Amir Sjahrir, dan menghukum semua pengchianat revolusi dengan hukum
revolusi-bagian terakhir kalimat ini dicetak dalam huruf-huruf kapital.
Bagaimana
pemerintah tersebut akan menampak keluar masih tetap kabur. Sebuah pamflet
tentang ‘Pemerintah Rakjat Murba’ menyebut prinsip-prinsip umum satu demi satu,
dan hanya menuliskan bahwa pemerintah yang demikian itu harus membukakan jalan
bagi lahir dan tumbuhnya sosialisme-komunisme.
II-2, 16-1-1949
C.P.M.,
K.M.K., C.M.K.K., K.D.M., K.O.D.M., S,T.C., T.C., M.B., P.A.M., POLISI
NEGARA
Soekarno dan Hatta
menjadi mata pusaran bagi kritik yang sangat tajam.
[...] Sukarno Hatta jang mengakui dirinnya ‘nasionalis’ selalu sudah
sudi menerima perintah Djepang mempropagandakan ‘kebaktian’ kepada Tentara
Djepang berupa ‘Romusha’ dan Heiho dan mempropagandakan pengiriman beras, mas,
intan, berlian serta gadis muda remadja ke ‘Tokio’. Rakjat Murba Pemuda
Indonesia tahu bahwa Sukarno Hatta masih menghiraukan perintah Djepang setelah
dan disekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, sehingga Rakjat Murba Pemuda Djakarta
terpaksa mengangkut Sukarno Hatta ke Rengas Dengklok. Pasti akan menjingkirkan
mereka sama sekali, kalau tak mau memproklamirkan Kemerdekaan.
Rakjat Murba Pemuda hendaknja
tahu pula, bahwa Sukarno Hatta menerima perintah Inggris buat memperhentikan
penghantjuran serdadu Inggris Gurka di Surabaja, Magelang dan Sukabumi.
Anak panah beracun
lainnya dibidikkan pada tekuk lutut Soekarno dan Hatta kepada Belanda. Dalam
pamfletnya Tan Malaka terlebih dahulu harus menjelaskan, bahwa mereka berdua
benar-benar menyerahkan diri – barangkali siaran-siaran Belanda tentang hal ini
tidak benar. Tapi karena sesudah 25 hari tidak ada penyangkalan dan adanya
berita-berita dari utusan-utusan dari Yogya, ia menyimpulkan bahwa berita
penyerahan diri itu memang benar. Ia tidak lupa mencatat, bahwa orang-orang
yang akan melarikan diri dari istana Soekarno ditembaki oleh pengawal istana.
Penyerahan diri itu, Tan Malaka mengatakan, sebagai bagian dari rencana yang
sudah diperhitungkan sebelumnya.
Pamflet yang
belakangan diberi judul dengan daftar panjang singkatan nama-nama berbagai
macam badan ketentaraan dan kepolisian yang bertugas di Kediri, dengan
kewenangan mereka yang tidak jelas dan bertentang-tentangan. Mereka semuanya
sibuk mengurusi kepentingan masing-masing, dan menguasai suplai beras, gula,
dan candu serta memungut pungli dari dan untuk pengamanan orang-orang China.
Sebaliknya sama sekali tidak dirasakan tindakan mereka dalam mempertahankan
Kediri dan penduduknya pada 21 Desember. Mereka lari tunggang langgang hampir
sampai ke puncak Gunung Wilis. Namun demikian masih juga mereka tega
meminta-minta dari rakyat bera, gerobak, sepeda dan persenjataan.
II-4, 16-1-1949 INTERNASIONAL....
Rasa rendah
(minority-complex) Pemerintah dan Delegasi Republik mengakibatkan Sutan Sjahrir
merunding-runding diplomasikan Kemerdekaan Indonesia dan achirnja memperoleh
perdjandjian ‘kerdja sama’ dengan Belanda untuk mendapatkan ‘kemadjuan jang
bagus’ bagi Rakjat Indonesia, ialah menurut naskah Linggardjati. Dengan obat
bius Linggardjati maka beliau dapat menidurkan Pemerintah dan sebagian dari
Rakjat Indonesia dan menina bobokkan dunia Internasional, sampai Belanda dapat
‘kemadjuan jang bagus’ buat mengadakan ‘Doorstoot’ atau perang kolonial
pertama.
Rasa rendah
Pemerintah dan Delegasi Republik, menaikkan Amir Sjarifudin, kongkolan Van der
Plas, ke atas dek kapal Renville, dibawah pengawasan Amerika (tentulah buat
kepentingan dollar Amerika) dan menenggelamkan kapal Republik kesebelah haluan.
Rasa rendah Pemerintah dan Delegasi Republik achirnja menaikkan Moch
Hatta keatas buritan kapal Renville jang setengah tenggelam itu dan
mempertinggi kedudukannja dengan (kesempatan) menambah pangkatnja keuangan (ja,
apa lagi jang tidak tjuma kepertjajaan kepada kekuatan Rakjat jang
tersembunji). ‘Aide Memoire’ (Peringatan Penolong) jang ditelorkan oleh Hatta
tjuma menolong Belanda memasukkan tentara pajungnja dan menolong Bung Karno,
Bung Hatta, Hadji Agus Salim dan keponakannja Sutan Sjahrir keluar dari kantjah
Revolusi dan pindah kedaerah Federal di bawah kedaulatan ‘Mahkota Juliana’.
Pemberontakan
Madiun tetap tidak disebut-sebut. Amir hanya ditampilkan sebagai tokoh burjuasi
kecil dan bertanggungjawab atas Renville. Moeso disebut satu kali sebagai
contoh tentang seorang pemimpin Indonesia yang memercayai pada bantuan luar
negeri – dalam hal ini bantuan Rusia – dan tidak percaya pada kekuatan sendiri.
17-1-1949 PERANG KUTJING-KUTJINGAN
Dari sudut militer
Rakjat Murba Pemuda sangat berhasil. Aksi ‘doorstoot’ Belanda dijawab dengan
‘contra-stoot’ dan konsolidasi berbagai wilayah gerilya. Belanda memang unggul
persenjataan, tapi mereka ‘kekurangan orang, kekurangan bantuan dari Rakjat dan
kekurangan semangat perang’. Dari sudut teknis Indonesia memang kekurangan, dan
kekurangan atau bahkan samasekali tidak ada pimpinan resmi oleh tentara dan
pemerintah, tapi Lasjkar Revolusi dan Rakjat Murba Pemuda mendapat dukungan
‘djendral alam’, sehingga mampu mengungguli kelebihan Belanda itu. Belanda
hanya menguasai jalan-jalan raya dan kota-kota ‘dengan bantuan bangsa Indonesia
pengchianat dan hampir seluruh bangsa Tionghoa’, dan pendudukan mereka tidak
bisa bertahan lama. Maka ‘stoot’ yang di depan harus disusul dengan
mempertahankan diri, ‘tetapi [Belanda] tiada pula dapat mempertahankan sajap
dan buntutnja, sehingga seperti burung terbang sajap dan buntut terus
terpotong, sampai achirnja gundul tak sanggup terbang djauh atau terbang
tjepat’.
Serie III
III-1, 21-1-1949 PERDJANJIAN NEGARA
Dalam pamflet ini
masih tidak diisi nama orang yang disebut ‘bordjuis ketjil’ yang dengan
diam-diam telah menjual revolusi. Hal ini baru belakangan terjadi, dan empat
serangkai Soekarno-Hatta-Amir Sjarifoeddin-Sjahrir ditampilkan sebagai
tokoh-tokoh terkemuka klas ‘burjuasi kecil’ ini, dan ditetapkan sebagai yang
bertanggung jawab atas kebijakan politik yang mereka lakukan.
Perdjanjian Linggardjati dibentuk oleh sebuah Delegasi dibawah pimpinan
Sutan Sjaharir. Delegasi itu ditundjuk oleh Pemerintah Sukarno Hatta jang belum
pernah disjahkan oleh Madjilis Permusjawaratan Rakjat. Perdjandjian
Linggardjati disjahkan di Malang oleh ‘Dewan Perwakilan Rakjat’ jang sebagian
besar anggautanja diangkat oleh Presiden Sukarno menurut Maklumat Presiden No.
6.
Tegasnja perdjandjian
Linggardjati dibentuk oleh beberapa gelintir bordjuis ketjil, buat kepentingan
klas-bordjuis-ketjil dan tjuma disjahkan oleh para wakilnja bordjuis-ketjil dan
para-pengikutnja. Ternjatalah sudah, bahwa perdjandjian Linggadjati sangat
merugikan Rakjat jang membela revolusi anti-imperialisme asing itu.
Perdjandjian Renville dibentuk
oleh sebuah Delegasi dibawah pimpinan Amir Sjarifudin. Delegasi inipun
ditundjuk oleh Pemerintah Sukarno Hatta. Djuga perdjandjian Renville tjuma
ditanda tangani oleh Amir Sjarifudin sadja dan tidak disetudjui Dewan
Perwakilan Rakjat, kepada siapa Amir tiada meminta persetudjuan.
Tegasnja perdjandjian Renville
dibentuk oleh wakil bordjuis-ketjil, jang lebih ketjil lagi segolongannja dan
disjahkan serta ditanda tangani oleh Amir sadja. Ternjatalah pula, bahwa
perdjandjian Renville lebih merugikan Rakjat Murba lagi.
Aide memoire, jang menerima
hampir semuanja tuntutan Belanda kolonial, tjuma dibentuk oleh Drs Moh. Hatta,
atas nama Drs Moh. Hatta sendiri, untuk keperluan Drs Moh.Hatta sendiri dalam perundingan mata empat antara
Drs Moh.Hatta dan Stikker sadja.
Aide memoire-nja Drs Moh.Hatta
sangat memudahkan djalannja perang kolonial Belanda jang kedua kalinja ini.
III-2, 21-1-1949 PEMERINTAH SUKARNO/HATTA
Sekarang waspadalah terhadap perjanjian antara Belanda dengan
pemimpin-pemimpin yang sudah tertawan itu. ‘Kalau Sukarno Hatta jang lepas
bebas mau mengikatkan dirinja kepada pelbagai perdjandjian hina djahanam dengan
serdadu dan kempei Djepang, apakah lagi Sukarno Hatta jang tertawan menjerah
dan berhadapan dengan pistol di dadanja!”
Hanya ‘para pengikut jang fanatik serta mereka jang buta politik’ masih
percaya pada Soekarno dan Hatta. Kemudian Tan Malaka menyebutkan satu demi satu
rekam jejak mereka, termasuk gelar Jepang yang tinggi, tanda jasa tinggi dari
tangan Kaisar Jepang, terpilih mereka sebagai presiden dan wakil presiden oleh
panitia persiapan kemerdekaan yang dibentuk oleh Jepang, dan yang kemudian
tidak pernah diterima baik oleh rakyat Indonesia, dan pengkhianatan mereka
terhadap Proklamasi melalui persetujuan-persetujuan mereka dengan Belanda. Tapi
dengan penahanan dan tekuk lutut Soekarno dan Hatta revolusi tidak akan
berhenti. Sebaliknyalah, ‘perdjuangan Kemerdekaan 100% akan lebih lantjar
djalannja kalau tiada lagi dihambat, dihalangi atau dibatalkan oleh perintahnja
Pemerintah Sukarno Hatta’.
III-3, 22-1-1949 AMERIKA TERKEDJUT
Rakjat Murba
Pemuda percaya pada diplomasi bambu runcing dan politik ‘Pasifik’: Amerika
lebih menyukai Indonesia, yang merdeka dengan segala bahan mentahnya, daripada
memberi bantuan pada Belanda, apabila dengan dukungannya itu semua harta benda
itu habis terbakar.
III-4, 22-1-1949 LARILAH DARI PELARIAN
Satu minggu
kemudian masih sekali lagi Tan Malaka melampiaskan unek-uneknya di dalam
‘Larilah dari pelarian’. Ia melukiskan perjalanan meninggalkan Kediri setelah
terjadi bombardemen Belanda yang tidak terhormat itu (sudah dikutip pada hlm.
163). Demikianlah satu batalyon tentara Belanda berhasil menduduki Kediri tanpa
menghadapi perlawanan, padahal Letnan Kolonel Surachmad dengan tujuh batalyon
bersenjata lengkap. Satu bulan kemudian aksi Surachmad sekadarnya untuk merebut
kembali Kediri, namun samasekali tidak ada jejak-jejak kisahnya. Aksi-aksi dari
Mayor Banuredjo, Komandan Pertahanan Kediri, menurut Tan Malaka, bahkan
merugikan untuk yang kembali, tegas Tan Malaka namun tanpa penjelasan lebih
lanjut. Dan ia melanjutkan:
Umumnya Rakjat Murba Pemuda bertanja:
Dimanakah dan masih hidupkah bekas Singo Legundi di front Surabaja,
Kolonel Sungkono, Panglima Djawa Timur, jang sebelumnja perang kolonial kedua
ini memberikan ‘Komando angkat sendjata’. Apakah djuga Singo Legundi lari ikut
ke gunung Wilis bersama opsir tentara nasional jang menurut Rakjat Murba Pemuda
lebih tjepat larinja daripada pesawat terbang Belanda!!
Tiga terbajang di depan mata
kita!
Pertama: Para Opsir Tentara
Nasional, lari tunggang langgang buat menjelamatkan diri, karena mati
ketakutan. Dalam ini Hakim Revolusi, setelah Revolusi ini tertjapai kemenangan,
wadjib mendjatuhkan hukuman jang setimpal, tjotjok dengan hukum Revolusi dimana2
Negeri.
Kedua: Para Opsir Tentara
Nasional, sementara waktu mengundurkan diri buat kelak, setelah Rakjat Murba
Pemuda kalah menjerah, menggabungkan diri dengan tentara Federal Hindia
Belanda.
Dalam hal inipun hukum dan
Hakim Revolusi akan mengambil tindakan jang patut dan adil, setelah Rakjat
Murba Pemuda kelak menjelesaikan Revolusi ini.
Ketiga: Para Opsir Tentara
Nasional (di Kediri jang sudah pasti bagi kita!!) mengundurkan diri buat kalah
melutjuti tentara dan gerilja Rakjat jang sudah mengusir Belanda, supaja para
opsir tentara Nasional dan tjandu C.P.M., C.M.K, C.M.K.3...C.M.K-13nja!
Dalam hal ini Rakjat Murba
Pemuda harus bersiap sedia diri buat menghadapi semua kemungkinan di hari
depan, dari sekarang djuga.
Rakjat Murba Pemuda sekitar
kota Kediri!
Dengan adanja Bataljon ‘S’
(jang selama sebulan ini berdjuang mati-matian di daerah pendudukan di sekitar
Ngantang dan disekitar timur kota Kediri), sekarang diseluruhnja kota Kediri,
maka Rakjat Murba Pemuda sudah mendapatkan teman seperdjoangan, jang banjak
pengalaman dan senantiasa siap berkorban, sebelumnja Belanda sampai serdadu
achirnja meninggalkan pantai, laut dan udara Indonesia.
Adakalanja hubungan lahir
batin jang se-erat2nja dengan Bataljon ‘S’ ini! Para pradjurit jang berada
digunung Wilis!
Kembalilah ke Rakjat dan medan
pertempuran, tjotjok dengan kewadjiban sebagai pradjurit pembela nusa dan
bangsa.
Tebuslah kesalahan dan dosamu,
selama sebulan, kamu meninggalkan Rakjat jang diantjam oleh Tentara Belanda
itu.
Larilah dari pelarian, jang diselenggarakan
oleh para opsir jang berdjiwa kolonial, federal streep2pan (setrip), jang
berani dengan bangsanja sendiri jang tiada bersendjata, tetapi lari tunggang
langgang terbirit2 menghadapi beberapa (gelintir) Belanda sadja.
III-5, 23-1-1949 MOMOK - KOMINIS
Sebuah pamflet
yang hampir sama sekali aneh membahas masalah komunisme, ‘Momok kominis’. Dalam
pamflet ini Tan Malaka menanggapi berita radio dari Australia dan Amerika, yang
menggambarkan pidato radionya pada tanggal 21 Desember sebagai ‘komunisme’. Ini
sangat menarik diperhatikan, karena dalam pidato ini tidak disebut tentang
ikatan langsung dengan Uni Soviet. Selain itu, demikian Tan Malaka, tanggapan
tersebut tokh tida k benar karena gerakan komunis tidak identik dengan politik
Soviet. Lain dari itu imperialisme tidak memasuki nuansa semacam itu. Momok
komunisme dikaitkan dengan Uni Soviet, dan di Asia dengan ketakutan mereka akan
hilangnya pasar dan hilangnya kemungkinan mendapatkan untung. Tapi ia sendiri
berseru kepada komunisme: tumbuh dan berkembangnya kapitalisme terkait tak
terlepaskan dengan tumbuh dan berkembangnya komunisme. Dan dengan kata-kata
penutup ini Tan Malaka tetap berhati-hati dan samar-samar berbicara mengenai
tema yang sensitif ini.
Serie IV
IV-1, 28-1-1949 GERPOLEK: KATA PENGANTAR PADA PERTJEKAN KEDUA
Bagi Tan Malaka
mereka bertekuklutut itu tidak bisa tidak dan merupakan kepastian. ‘Bagi kami
Rakjat Murba Pemuda, penjerahan Sukarno Hatta itu adalah satu konsekwensi dari
bimbang serta keragu-raguan Sukarno Hatta atas kekuatan Rakjat Murba Pemuda
Indonesia dan kesangsian terhadap Proklamasi 17 Agustus 1945. ‘Seluruh
sepakterjang mereka selanjutnya hanyalah sebagai akibat daripada itu: mulai
dari ancaman mereka akan meletakkan jabatan di depan rapat raksasa tanggal 19
September 1945, sampai pada pengakuan terhadap Mahkota Belanda sebagai penguasa
tertinggi untuk Indonesia Serikat. ‘...ja, mengakui apa sadja jang dipaksakan
oleh Belanda kepada mereka.’ “Sekali Boneka, tetap Boneka”, demikian biasanja
sikap seseorang manusia!’ Seruan-seruan mereka yang indah-indah untuk
meneruskan perjuangan ternyata omong-kosong belaka. Tapi itu semua tidak
mengherankan: ‘Kalau Sukarno Hatta mau mengakui kedaulatan Tenno Heika diatas
bumi dan air Indonesia ini, kenapa mereka takkan mau mengakui kedaulatan
Belanda sebagai gantinja?’
‘Belanda jang sudah tjukup mengenal djiwanja Sukarno Hatta, jang
menjerah dengan tak ada perlawanan sama sekali itu, akan lebih dari pada jang
sudah2 menghasilkan hasil baik dari “perundingan” dengan Sukarno Hatta.’
Perundingan itu harus menghasilkan persetujuan yang menguntungkan Belanda, dan
tentang ini rakyat Indonesia dan opini dunia akan bisa dikelabui.
Jika sudah cukup wilayah di seluruh kepulauan Indonesia yang
dibebaskan, maka saatnya telah matang untuk Kongres Rakjat Murba Pemuda
Revolusioner menyusun undang-undang dasar yang berdasarkan atas Murbaisme, dan
mengesahkan pemerintah yang berdasarkan undang-undang dasar itu.
Dari sudut militer Rakjat Murba Pemuda sangat berhasil. Aksi
‘doorstoot’ Belanda dijawab dengan ‘contra-stoot’ dan konsolidasi berbagai
wilayah gerilya. Belanda memang unggul persenjataan, tapi mereka ‘kekurangan
orang, kekurangan bantuan dari Rakjat dan kekurangan semangat perang’. Dari
sudut teknis Indonesia memang kekurangan, dan kekurangan atau bahkan samasekali
tidak ada pimpinan resmi oleh tentara dan pemerintah, tapi Lasjkar Revolusi dan
Rakjat Murba Pemuda mendapat dukungan ‘djendral alam’, sehingga mampu
mengungguli kelebihan Belanda itu. Belanda hanya menguasai jalan-jalan raya dan
kota-kota ‘dengan bantuan bangsa Indonesia pengchianat dan hampir seluruh
bangsa Tionghoa’, dan pendudukan mereka tidak bisa bertahan lama. Maka ‘stoot’
yang di depan harus disusul dengan mempertahankan diri, ‘tetapi [Belanda] tiada
pula dapat mempertahankan sajap dan buntutnja, sehingga seperti burung terbang
sajap dan buntut terus terpotong, sampai achirnja gundul tak sanggup terbang
djauh atau terbang tjepat’.
IV-2, 30-1-1949 SEKALI - HASRAT - TETAP - HASRAT
Pada tanggal 30
Januari seruan Surachmad kepada pemuda memberi Tan Malaka kesempatan untuk
menuliskan semua kekesalannya yang tak terperikan. Ia pertama-tama mengutip
sebagian dari kata-kata Surachmad, kemudian disusul dengan komentarnya, yang
isinya menjadikan pribadi Surachmad sebagai sasaran pertama serangannya.
Surachmad menyerukan perang ‘totaliter’ oleh rakyat, pemerintah dan tentara melawan
musuh. Tapi, demikian Tan Malaka, mengapa sesudah serangan Belanda Surachmad
tidak mengakui hak-hak demokrasi rakyat.
‘Apakah perang totaliter dapat dibangunkan dengan melumpuhkan iniatip
dan tindakan Rakjat?’ Jika Sabarudin tidak dipulihkan hak-haknya, maka
Surachmad telah mempertahankan keputusannya yang ‘contra revolusioner dan
fasitis’. ‘Perang totaliter tidak berarti, bahwa Rakjat jang sudah dilutjuti
sendjatanja harus berdjuang zonder tentara jang bersendjata lengkap. Perang
totaliter berarti perang Rakjat jang dipelopori oleh tentara dan pemerintah.’
Surachmad: Kita harus dapat
berdjuang dengan kenjataan (rationeel). Artinja tidak memperbesar atau
memperketjil kekuatan dan ketjerdikan musuh.
Komentar Markas Murba Terpendam:
Memperhitungkan kekuatan musuh tiada berarti lari tunggang-langgang ke atas
gunung dengan keluarga, sendjata, koelkas dan radio, dan kembali ke Rakjat
memaksa Rakjat memberikan padi, sepeda, kambing dan ajam.
Memperhitungkan kekuasaan
musuh itu tiada berarti bahwa setelah empat puluh hari Rakjat bertempur
mengeluarkan ‘Hasrat’. Melainkan bersama Rakjat, di depan Rakjat menggempur
musuh pada saat dia menyerbu.
Surachmad juga menunjuk pada
provokasi-provokasi dan mata-mata Belanda di dalam ‘perang saraf’. Tan Malaka
mengajukan pendapat dengan nada marah, bahwa Surachmad sebagai ‘bekas asisten
wedana P.I.D. Belanda mestinja lebih dari pada warga negara jang lain-lain tahu
bagaimana tjaranja mata2 Belanda itu bekerdja. Kewadjiban Lt. Kol. Surachmad
ialah mengatasi semua usaha Belanda itu!”
Surachmad memuji
rakyat yang diilhami oleh semangat perlawanan tidak akan pernah mereka menerima
penindasan kolonial baru.
Tan Malaka
menyatakan,
bahwa sudah empat puluh hari rakyat berjuang mati-matian, tapi
pasukannya Surachmad tidak memperlihatkan perbuatan apa pun.
Surachmad
merumuskan tugas-tugas untuk pejabat sipil, pedagang, kaum tani dan pemuda di
tengah perjuangan tentara yang bersenjata. Di sini Tan Malaka membubuhkan tanda
tanya. Bagaimana itu mungkin – dan dikutipnya kata-katanya sendiri – ‘tentaranja lari djauh ke gunung hampir
setjepat kapal terbang Belanda’.
Dan Tan Malaka
masih meneruskan:
Selagi Surachmad masih berhitung-hitung tentang kekuatan musuh, Belanda
memanfaatkan waktu untuk meluaskan kekuasaannya sampai semua kota dan jalan
raya, dan menyingkirkan mereka yang dinamakannya ‘pengatjau’, ‘extremist’,
‘perampok’ dan ‘pembunuh’.
Sebagai penutup
Surachmad menyerukan persatuan dan menghindari perpecahan, yang hanya akan
menguntungkan musuh.
Maka Tan Malaka
pun mengakhiri
Kewadjiban rakjat ialah
mengawasi dan dimana perlu ‘mentjela’, memetjat atau menghukum pegawai, mantri
bahkan Presiden atau opsir, bahkan Panglima Tertinggi jang tidak tjakap
dan/atau berchianat.
Kalau Lt. Kol. Surachmad takut
‘ditjela’, djangan menjadi opsir pembela kota Kediri. Tetapi sesungguhnja Lt.
Kol. Surachmad harus ‘berterima kasih’, bahwa Rakjat baru ‘mentjela’ sadja,
mendapatkan Bataljon ‘S’ merebut kembali kota Kediri, jang ditinggalkan oleh
Lt. Kol. Surachmad jang menguasai kurang lebih tudjuh bataljon bersendjata
lengkap dan berkelengkapan luar biasa lengkapnja (beras, gula, tjandu).
Lt. Kol. Surachmad bekas
assisten-wedana P.I.D. Belanda mestinja tahu bagaimana Rakjat di negeri lain
mendjalankan Hukum Revolusi terhadap seseorang opsir jang meninggalkan
post-nja.
IV-3, 30-1-1949 PEMERINTAH DARURAT
Keabsahan itu
penting untuk kekuasaan pemerintah darurat, yang pada akhir Januari di Blimbing
Tan Malaka untuk pertama kali mendengarnya. Ini merupakan bukti yang lebih dari
cukup bahwa pemerintah Soekarno telah bertekuk lutut. Tapi, apakah dengan
demikian ia berhak untuk mendirikan pemerintah darurat? Soekarno dan Hatta
dengan ‘tjara Djepang’ ditunjuk sebagai presiden dan wakil presiden. Kedudukan
mereka itu tidak pernah dikukuhkan oleh rakyat; mereka tidak pernah disumpah
untuk itu. Mereka sangat mengecewakan rakyat dengan pendirian mereka yang
merangsang pecahnya dua perang kolonial, dan ‘selama tiga setengah tahun
kehilangan hampir 99% tanah dan air, kehilangan hak dan kekuatan dalam hal
politik, ekonomi dan militer’. Tapi Rakjat Murba Pemuda meneruskan perlawanan.
Suatu pemerintah darurat dari pihak Soekarno dan Hatta, yang di bawah paksaan
barangkali akan menerima gencatan senjata atau persetujuan, merupakan suatu
pemerintah darurat yang sangat berbahaya.
IV- 4, 31-1-1949 DISEKITAR ISTILAH REPUBLIK
Dalam sebuah
uraian tentang istilah Republik, Tan Malaka mengajukan masalah keabsahan
pemerintah Soekarno untuk didiskusikan. Lembaga-lembaga parlementer yang
sesudah Proklamasi diatur menurut ‘yesmen’. Berarti tidak ada samasekali soal
tentang pemerintahan dari oleh dan untuk rakyat, tapi semata-mata oleh
pemerintah yang dikuasai oleh burjuasi kecil.
IV-5, 1-2-1949 MENGHADAPI KEMUNGKINAN
Bagi Belanda, yang
dengan menyerahnya Soekarno dan Hatta diharapkan juga rakyat Indonesia dan TNI
akan menerima keadaan baru itu, justru merupakan kegagalan. Rakjat Murba
Pemuda, tanpa pemerintah dan TNI, dari sudut kemiliteran mencapai sukses-sukses
di dalam ‘perang kutjing-kutjingan’. Untuk Belanda dan Soekarno-Hatta sekarang
merupakan keharusan untuk menyajikan persetujuan, yang akan didahului dengan
seruan gencatan senjata. Ini perihal yang problematis, oleh karena TNI semakin
banyak pilih pihak dari Rakjat Murba Pemuda. Padahal diperlukan perlawanan
terhadap setiap persetujuan dan setiap gencatan senjata. Maka sebaliknya
haruslah diajukan tuntutan seperti yang sudah dikenal, yang didasarkan atas
kesatuan dari sudut pandang politik, ekonomi dan militer, dan kesiapan untuk
perang gerilya jangka panjang.
Serie V:
V-1,
4-2-1949 ALAT - MEMPERALATKAN
Mengembalikan
Pemerintah (Sukarno Hatta) jang sudah menjerah kalah itu, berarti mengakui
musuh men-dik-tee-kan kemauannja kepada Rakjat Murba Pemuda jang belum menjerah
itu, dan penjerahan itu akan mengakibatkan malapetaka dihari depan’ perundingan
di bawah pengawasan PBB merupakan penipuan sekali lagi terhadap Rakjat Murba
Pemuda, dan akan memperkuat kedudukan Belanda sebagai perkakas Amerika. Sebagai
alternatif Tan Malaka menyerukan diteruskannya gerilya, pembentukan basis-basis
gerilya dan ditumbuhkannya kepercayaan pada kekuatan sendiri.
V-2, 5-2-1949 KEDAUALATAN - BELANDA
Belanda
menjalankan kedaulatannya sebelum tahun 1942 atas dasar “veroveringsrecht” (hak penaklukan) dan ‘historic recht” (hak sedjarah)’. Invasi Jepang dalam delapan hari
telah meniadakan hak-hak itu. Proklamasi 1945 telah menetapkan hak bangsa
Indonesia yang tak dapat dialihkan atas kedaulatannya sendiri, yang tidak satu
detik dan tidak satu persen pun bisa diserahkan kepada bangsa lain. Untuk
prinsip itulah Rakjat Murba Pemuda berjuang.
V-4, 7-2-1949 KESATRIAAN
Semangat gagah
berani yang menjiwai Rakjat Murba Pemuda sejurus sesudah Proklamasi, seperti
ternyata sekarang, segera terdesak ke belakang tapi belum lagi hilang. Asal
saja terpimpin ke arah yang benar, maka jalan menuju kemerdekaan 100% dapat
dilalui.
Pamflet sebelum
pamflet terakhir merupakan satu-satunya, yang berisi pembahasan Tan Malaka
secara konkret atas kejadian-kejadian di wilayah sekitar sesudah terjadi
serangan Belanda. Di bawah judul ‘Kesatriaan’ ia memuji kerelaan berkorban,
kadang-kadang sampai mati, yang sering terjadi di dalam sejarah Indonesia – di
masa lalu dan semasa Revolusi. Di sini dia menambahkan sebuah contoh dari
tempat yang sangat dekat dan belum lama terjadi, yaitu Wates yang sudah
diduduki Belanda memaksa perempuan-perempuan yang ada untuk membersihkan
jalan-jalan desa. Kemudian terjadilah ‘perkosaan setjara chewan....
“kalau chewan pernah
memperkosa betinanja’. Serta-merta massa sekitar empat ribu orang beramai-ramai
menyerang pos tentara Belanda. Walhasil tujuh puluh lima orang tewas, tetapi
Belanda-Belanda itu melarikan diri – dan sejak itu mereka kembali ke tempat
semula.
Untuk Tan Malaka
ini menjadi bukti tentang semangat juang massa rakyat –
‘sadja buat membela kehormatan wanita sadja (djadi belum lagi buat
membela kehormatan seluruhnja masjarakat Indonesia)’.
Maka semangat
perlawanan seperti itu harus kembali dibangkitkan.
V-5, ?-2-1949 AMANAT PRESIDEN SUKARNO KEPADA TAN MALAKA
Pamflet yang
terakhir mengenai Testamen Soekarno. Mula-mula Tan Malaka memaparkan tentang
proses Soedarsono, dimaksud untuk menjelaskan bahwa ia samasekali tidak ada
sangkutpaut dengan Peristiwa 3 Juli. Penahanan terhadapnya pada bulan Maret
1946 merupakan tindakan dari Amir dan Sjahrir. Testamen itu memang benar, dan
Tan Malaka memberikan gambaran tentang lahirnya testamen tersebut. Ia juga
menuliskannya – mungkin sekali dikutip dari Sapta
Dharma Yamin. Dalam tulisannya itu ia menggunakan kata penyapa yang
bersahabat ‘Bung Karno’, dan dalam beberapa butir pertanyaan penutup ia
mengemukakan persoalan-persoalan yang menarik diperhatikan.
1. Bagaimanakah gerangan djalannja sedjarah
Revolusi Indonesia, kalau Bung Karno harus kerdja sama dengan Tan Malaka, tjotjok
dengan naluri Amanat Bung Karno.
2. Sampai dimanakah Bung Karno bertanggung
djawab atas pembatalan Amanat itu dan penawanan atas dirinja Tan Malaka?
3. Siapakah dan berapa orangkah jang
memberikan pengaruh djahat kepada Bung Karno, dan memutuskan hubungan Bung
Karno – Tan Malaka?
4. Berapakah benarnja desas desus, bahwa
setelah keluar pendjara Magelang tgl. 16-9-1948, Bung Karno hendak berdjumpa
dengan Tan Malaka?
5. Berapakah benarnja kabar jang tersiar di
Solo, bahwa Bung Karno sebelum menjerah kepada Belanda pada tgl 19-12-1948,
mengusulkan supaja Tan Malaka meneruskan perdjuangannja, tetapi ditolak oleh
penanda tangannja Amanat djuga, ialah Drs. M. Hatta?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar