Minggu, 22 Mei 2016

PAMFLET DARI MARKAS MURBA TERPENDAM 1949



Tan Malaka terus menulis. Apa yang tersisa, dan juga apa yang paling penting dalam situasi aktual, semuanya itu menghasilkan serangkaian pamflet sebanyak dua puluh lima, yang ditulisnya selama tanggal 5 Januari sampai 7 Februari 1949. Pamflet-pamflet itu berupa satu lembar kertas, dengan dua halamannya diberi teks terketik. Penggandaannya dilakukan dengan alat pembuat tindasan. Dengan lemak kambing dan jelaga dibikin kertas karbon. Biarpun pengerahan banyak juru ketik sebagai hasil menggunakan cara demikian, tiras pamflet ini tidak bisa diperbanyak sampai lebih dari berpuluh-puluh lembar. Semua pamflet diberi judul, dan di bawah dibubuhkan tanggal terbit serta kata-kata Markas Murba Terpendam. Jadi tidak ada nama Tan Malaka di sana. Apakah agar tidak menarik perhatian ekstra dari musuh-musuh di dalam kubu Republik dan agresor Belanda? Bagi kebanyakan orang yang tahu di daerah itu, yakin benar bahwa Tan Malaka ada di balik pamflet-pamflet ini. Dengan tidak mencantumkan namanya ia melepaskan kesempatan untuk menarik kalangan pembaca yang lebih luas dan lebih berperhatian pada pengaruh namanya. Tapi barangkali ini juga sesuai dengan sikap Tan Malaka yang tidak mau memperlihatkan dirinya ke luar. Hanya pada dua pamflet ia menuliskan namanya – itu pun dalam gaya persona ketiga. Dalam penerbitannya yang ke-15 ia meringkaskan reaksi-reaksi luar negeri terhadap pidato radionya tanggal 21 Desember. Pamflet yang terakhir mengangkat testamen politik Soekarno sebagai tema, dan teks testamen itu juga dicantumkannya. Pamflet nomor 16 berisi kata pengantar untuk Gerpolek cetakan kedua, namun tanpa mencantumkan nama Tan Malaka, walaupun untuk pembaca yang sedikit tahu, tidak akan susah untuk menghubungkan kata ‘kita’ di dalam kata pengantar dengan pengarang Gerpolek itu.

Pamflet-pamflet terbit dalam lima seri dari lima penerbitan. Pada pamflet aslinya tersurat nomor seri di dalam judulnya, tapi di dalam seri itu tidak ada penomoran seri-seri terbit dalam kurun tiga atau empat hari, dengan lebih banyak penerbitan setiap hari. Tiga dari empat periode-antara berselang selama satu minggu; antara seri empat dan lima hanya berselang tiga hari.

Tiap pamflet berdiri sendiri. Dengan ringkas dan dengan cara yang menarik Tan Malaka harus menyiarkan pesannya. Temanya berulang dan banyak kali berulang kembali. Pamfletnya yang pertama merupakan sebuah contoh yang bagus, baik dalam gaya maupun isinya.


[Ini mengenai pamflet, lembaran kertas dicetak dua sisi oleh Tan Malaka dan diumumkan dengan tanda tangan Markas Murba Terpendam ]

Serie I
5-1-1949         `Dari ra’jat ke ra’jat
?-1-1949         Menduduki jang diduduki
6-1-1949         1 Januari 1949
6-1-1949         Gentjatan jang menggentjat
7-1-1949         Sanggupkah U.N.O

Serie II
15-1-1949       Pemerintah rakjat murba
16-1-1949      C.P.M., K.M.K., C.M.K.K., K.D.M., K.O.D.M., S,T.C., T.C., M.B., P.A.M., Polisi Negara
16-1-1949       Perintah jang terperintah
16-1-1949       Internasional...
17-1-1949       Perang kutjing-kutjingan

Serie III
21-1-1949       Perdjanjian negara
21-1-1949       Pemerintah Sukarno/Hatta
22-1-1949       Amerika terkedjut
22-1-1949       Larilah dari pelarian
23-1-1949       Momok – kominis

Serie IV
28-1-1949       Gerpolek: kata pengantar pada pertjetakan kedua
30-1-1949       Sekali – hasrat – tetap – hasrat
30-1-1949       Pemerintah darurat
31-1-1949       disekitar istilah republik
1-2-1949         Menghadapi kemungkinan

Serie V
4-2-1949         Alat-memperalatkan
5-2-1949         Kedaulatan-Belanda
6-2-1949         Djandji-Belanda
7-2-1949         Kesatriaan
?-2-1949         Amanat Presiden Sukarno kepada Tan Malaka



Harry A Poeze menulis:

Dalam Pacific 7-12-1950, Pustaka Murba, perusahaan penerbitan Tamin, memberitakan tentang adanya rencana untuk menerbitkan himpunan pamflet-pamflet tersebut. Untuk itu sudah disusun sebuah daftar dari 21 judul semuanya. Pamflet pertama dan tiga yang terakhir tidak ada. Penerbitan tidak diteruskan.

Konon atas inisiatif Soekarni telah disusun satu berkas lengkap, yang akhirnya tersimpan di Geduang Joang ’45, yang dalam 1980 bendel ini saya (Poeze) temukan; sementara itu koleksi ini telah hilang.

Pada berkas ini, seperti belakangan diketahui, satu penerbitan tidak ada (seri III-1). Dalam Arsip ABRI di Bandung (Divisi III – Jawa Tengah, tahun 1949 s/d 1951, Buku 16, dan sebagai lampiran dalam Gunawi Kartosapoetro, ‘Peristiwa Pemberontakan PKI Muso-Madiun; Buku Sejarah Dokumenter, Buku induk ke II’, Jilid II, Bandung 1976) ternyata ada lima belas pamflet, di antaranya satu tidak lengkap. Empat penerbitan terdapat dobel, talam versi yang berlainan. Dalam hal ini terjadi baik untuk aslinya maupun turunannya.

Koleksi Soekarni semuanya merupakan turunan – di sana-sini penyalin juga membubuhkan tanda pertanyaan, dengan dicantumkan kata ‘Penj.’ (Penjusun). Dengan memperbandingkan berbagai versi ternyatalah bahwa Penyusun telah mengerjakannya dengan sangat ceroboh. Ada kalimat-kalimat dan huruf-huruf kapital (pada awal kata-kata atau serangkaian kata-kata) dan pemberian garis bawah – yang menunjukkan penekanan atau pernyataan pamflet – diubah-ubah dengan semau sendiri. Juga Penyusun membuat penyesuaian tatanan gramatika, mengubah ejaan, mengganti kata-kata dengan kata-kata lain yang menurut pendapatnya merupakan padanan kata-kata terkait. Lain dari itu inti uraian tidak tersinggung.

Koleksi Arsip ABRI mempunyai satu pamflet yang tidak terdapat dala koleksi Jakarta. Cara pengggandaan yang mengakibatkan perbedaan, dari pamflet versi asli, terutama perbedaan-perbedaan dalam penekanan, tanda baca dan ejaan – sehingga berkali-kali terjadi penyimpangan isi.

Tampaknya belakangan Tan Malaka pada versi terketik telah melakukan pengubahan, sehingga saja mungkin sekali pengetikan dan penyebaran pamflet tertentu dilakukan belakangan dari tanggal yan tercantum di pamflet itu.

Pamflet-pamflet dari Markas Murba Terpendam tidak terdapat dalam arsip-arsip Belanda, dan barangkali juga tidak pernah jatuh di tangan Belanda. Dalam laporan Belanda hanya satu kali disebut tentang Markas Murba Terpendam. Sebuah berita C3 dalam Wekelijks Territoriaal Inlichtingenrapport van de Terr. Tevens Tr. Cmd Oost-Java no. 14 (10-6-1949), hlm. I, 3, dalam CAD, Verspreide Archivalia GG 34-90, menyatakan bahwa brosur, pamflet dan plakat beredar dengan tanda tangan tersebut dan mengungkapkan hubungannnya dengan GRR dan Tan Malaka. Inti isinya ialah, bahwa pemerintah Soekarno-Hatta tidak lagi diakui. Informasi ini selanjutnya diabaikan.


Berikut Ringkasan Pamflet2 Markas Murba Terpendam tersebut. Semoga kalau dapat copy-nya kelak, akan dimuat seutuhnya.

Serie I

I.1. 5-1-1949   `DARI RA'JAT KE RA'JAT 

Kiranya menjadi jelas jika Tan Malaka tidak memberi celah sedikit pun untuk para pemimpin yang bertanggungjawab sejak Agustus 1945. Untuk pengkhianatan mereka itu rupa-rupanya yang mungkin hanyalah hukuman yang setimpal. Tapi apakah alternatifnya?

Maka jadilah Rakjat Murba Pemuda, Murba dan Pemuda, dengan berdasarkan pada Proklamasi, menyerahkan dirinya secara konsekuen dan penuh percaya diri, demi kemerdekaan 100% dan tidak akan berhenti sebelum berhasil mengusir agresor Belanda. Dengan terjadinya serangan Belanda, kesempatan baru terbuka bagi mereka untuk menggalakkan gerilya di seluruh Jawa. ‘Pemerintah pusat’ tidak bisa lagi mencegah mereka untuk menegakkan ‘Republik Merdeka 100%’ di mana-mana.


I.2. ?-1-1949   MENDUDUKI JANG DIDUDUKI 

   Manakah jang lebih baik, tinggal menunggu menongkrong dalam daerah Republik atau    masuk menjerbu terus ke dalam daerah jang diduduki oleh musuh kalau gentjatan sendjata kelak diperintahkan lagi?

   Inilah soal terpenting jang sudah atau akan dihadapi dan harus diselesaikan dengan tjepat oleh tiap2 pradjurit pembela Kemerdekaan 100% sekarang djuga.

   Tiap2 pradjurit2 harus mengadji soal2 ini sedalam2nja lebih dahulu, memangja buat pradjurit jang dilatih patuh taat oleh para Pemimpin Bordjuis Ketjil, oleh bung besar sampai bung ketjil, buat memudahkan penerimaan Linggardjati, Renville, dan Aide Memoire, soal diatas sudah bukan soal lagi. Mereka sudi ichlas menerima apa jang diterima oleh para Pemimpin Bordjuis ketijil itu, walaupun menerima ‘Hindia Belanda’ kembali.

Tetapi buat: para pradjurit jang berdasar kepada Ra’jat Murba Pemuda dan berdiri atas Kemerdekaan 100% menerima gentjatan sendjata dan tinggal menunggu menongkrong dalam daerah Republik adalah soal sanggup atau tidaknja kelak membatalkan pengchianatan terhadap Proklamasi dan sanggup atau tidaknja meneruskan perdjuangan.

Karena:

Ke-1
Duduk dalam Republik berarti menunggu menongkrong hasil, perundingan baru antara Bordjuis Ketjil jang sudah kita kenal itu dengan delegasi Belanda atau perintahnja U.N.O. dan ‘di-good-office’ atau ‘di-arbitrage-i’ oleh wakil U.N.O. mungkin sekali para wakil negara imperialis lagi.

Ke-2
Duduk dalam Republik berarti menunggu menongkrong tindakan Bordjuis Ketjil buat melaksanakan pelbagai sjarat baru buat gentjatan sendjata: tindakan Rasionalisasi jang melumpuhkan tentara Republik seperti terbukti dalam perang kolonial kedua ini dan lain2 tindakan buat memudahkan Bordjuis Ketjil menerima sesuatu perdjandjian, jang dapat melindungi ‘kursi’ mereka dan menjelamatkan mereka dari tuduhan pengchianatan (terhadap Proklamasi) dikemudian hari.

Ke-3
Duduk dalam Republik berarti menghadapi kesulitan bertindak djitu terhadap pemerintah Bordjuis Ketjil, jang bersiap sedia dan akan riang gembira bersorak sorak kalau pembela Kemerdekaan 100% menundjukkan aksinya terhadap kursinja Bordjuis Ketjil itu, karena tindakan sematjam itu akan diterimakan sebagai tindakan Contra Revolusi memetjahkan belah persatuan dan membantu musuh.

 Tetapi:
 Masuk menjerbu dan menduduki jang diduduki oleh Belanda, berarti menghindarkan semua keberatan jang tersebut diatas.
   Masuk menjerbu dan menduduki jang diduki oleh Belanda, berarti menghindarkan semua perintah siapa sadja, seperti perintah ‘Ceasefire’, ‘pengosongan kantong’ dan ‘pelutjutan sendjata’.
   Masuk menjerbu dan menduduki jang diduduki oleh Belanda, berarti menghadapi musuh jang terang, ialah Belanda, dan menghindarkan perintah tindakan kaki tangan Belanda jang ada dalam Republik.
   Masuk menjerbu dan menduduki jang diduduki oleh Belanda, berarti memelihara kesatuan pimpinan jang sudah dikenal, sendjata serta semangat perdjuangan serta menghindarkan daja upaja, serta tipu muslihat Bordjuis Ketjil untuk mengadakan pemetjahan persatuan dalam pasukan dan antara anaknja, melutjuti sendjata dan melemahkan semangat perdjuangan.
   Masuk menjerbu dan menduduki jang diduduki oleh Belanda, achirnja berarti memelihara dan memperbesar modal pokok dalam perdjuangan ini dan memegang kuntji (pembuka pintu) kemenangan atau pengusiran musuh kelaut dan kemenangan atas pengakuan Kemerdekaan 100%.

   Tapi pada tanggal 25 Desember tiba-tiba musuh sudah masuk Kediri dan ‘dengan sedih ketjewa diketahui oleh Ra’jat Murba, bahwa tentara jang resmi selamanja dibelandjai, dipertjajai dan dibanggakan itu sudah lari katjau balau dengan tidak memberi perlawanan sedikitpun djuga’. Sekarang Kediri harus direbut kembali: oleh tentara pemerintah atau rakyat sendiri? Jawabannya ialah Rakjat Murba Pemuda, yang ‘meminta kembali semua sendjata dari mereka jang tiada sanggup dan tidak ichlas meneruskan perdjuangan serta menerima pradjurit perwira jang meninggalkan para pemimpinnja dan menggabungkan diri kepada Ra’jat Murba Pemuda’.


I-4, 6-1-1949   GENTJATAN JANG MENGGENTJAT
 
   Burdjuasi kecil menduga bahwa Belanda dengan tulus ingin bekerja sama untuk membentuk sebuah republik federal. Banyak di antara pemimpin-pemimpin mereka menjadi pengkhianat-pengkhianat, yang bekerjasama untuk membentuk negara-negara boneka di dalam wilayah Republik. Dengan negara federal ini mereka mengharap pengkhianatan mereka akan terhapus. Tapi bagi mereka yang mempunyai pengertian tentang imperialisme Belanda pastilah Belanda tidak akan bisa dan juga tidak bersedia, kecuali jika terpaksa, membentuk negara federal semacam itu. Semua perundingan Belanda hanya bertujuan untuk mengembalikan hak milik Belanda, dan juga menyerahkan kembali kekuasaan politik, serta merebut waktu untuk memperkuat diri sendiri dan melemahkan Republik, untuk mengelabui pandangan dunia internasional, sehingga menjadi percaya bahwa Belanda sedang membenani secara damai “interne affairs” (urusan rumah tangga)’. Para pemimpin burjuasi itu percaya pada janji-janji Belanda.

I-5, 7-1-1949   SANGGUPKAH U.N.O

Harapan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa ternyata sia-sia belaka. Negara-negara imperialis adikuasa menguasai Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan tidak akan pernah menentang kepentingan mereka sendiri.

Serie II

II-1, 15-1-1949           PEMERINTAH RAKJAT MURBA 

Pembicaraan tentang tokoh-tokoh pemerintahan dari 1945 sampai 1948 terus berlanjut. Dalam pamflet tentan pemerintah Rakjat Murba diberikan penjelasan teoretis mengenai tugas-tugas pemerintah semacam itu yang harus menjunjung tinggi Proklamasi, dengan mengusir imperialisme dari sepanjang pantai Indonesia. Apabila pemerintah itu gagal, maka Rakjat Murba berhak dengan secara damai atau kekerasan memberikan kekuasaan kepada pemerintah baru.

   ‘Pemerintah Indonesia, jang mengadakan perdjandjian dengan maling dalam rumah itu adalah satu Pemerintah jang melanggar kemauan dan kepentingan Rakjat Murba Indonesia.’

   Sesudah revolusi selesai’ maka menurut adat jang lazim dipakai di dunia ini, haruslah semua anggauta Pemerintah Soekarno Hatta Amir Sjahrir dibawa ke depan Mahkamah Revolusi buat mempertanggung djawabkan semua sikap atau tindakan mereka dalam menjelenggarakan bentuk dan isi Proklamasi 17 Augustus’.

   ‘Mahkamah Revolusi dari Pemerintah Rakjat Murba dikemudian hari harus memperhitungkan korban Rakjat Murba selama revolusi dengan hasil jang diperoleh Bordjuis Ketjil2 dan Pemerintahnja selama mereka berkuasa, dan mendjatuhkan hukuman jang setimpal kepada mereka jang berchianat kepada Proklamasi 17 Augustus.’

Di bagian lain Tan Malaka menulis, bahwa burjuasi kecil ketakutan pada parlemen yang sejati, yang ‘akan menegakkan Proklamasi, membatalkan politik bangkrut Pemerintah Sukarno Hatta Amir Sjahrir, dan menghukum semua pengchianat revolusi dengan hukum revolusi-bagian terakhir kalimat ini dicetak dalam huruf-huruf kapital.

Bagaimana pemerintah tersebut akan menampak keluar masih tetap kabur. Sebuah pamflet tentang ‘Pemerintah Rakjat Murba’ menyebut prinsip-prinsip umum satu demi satu, dan hanya menuliskan bahwa pemerintah yang demikian itu harus membukakan jalan bagi lahir dan tumbuhnya sosialisme-komunisme.

II-2, 16-1-1949          

C.P.M., K.M.K., C.M.K.K., K.D.M., K.O.D.M., S,T.C., T.C., M.B., P.A.M., POLISI 
NEGARA


Soekarno dan Hatta menjadi mata pusaran bagi kritik yang sangat tajam.

   [...] Sukarno Hatta jang mengakui dirinnya ‘nasionalis’ selalu sudah sudi menerima perintah Djepang mempropagandakan ‘kebaktian’ kepada Tentara Djepang berupa ‘Romusha’ dan Heiho dan mempropagandakan pengiriman beras, mas, intan, berlian serta gadis muda remadja ke ‘Tokio’. Rakjat Murba Pemuda Indonesia tahu bahwa Sukarno Hatta masih menghiraukan perintah Djepang setelah dan disekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, sehingga Rakjat Murba Pemuda Djakarta terpaksa mengangkut Sukarno Hatta ke Rengas Dengklok. Pasti akan menjingkirkan mereka sama sekali, kalau tak mau memproklamirkan Kemerdekaan.
    
   Rakjat Murba Pemuda hendaknja tahu pula, bahwa Sukarno Hatta menerima perintah Inggris buat memperhentikan penghantjuran serdadu Inggris Gurka di Surabaja, Magelang dan Sukabumi.

Anak panah beracun lainnya dibidikkan pada tekuk lutut Soekarno dan Hatta kepada Belanda. Dalam pamfletnya Tan Malaka terlebih dahulu harus menjelaskan, bahwa mereka berdua benar-benar menyerahkan diri – barangkali siaran-siaran Belanda tentang hal ini tidak benar. Tapi karena sesudah 25 hari tidak ada penyangkalan dan adanya berita-berita dari utusan-utusan dari Yogya, ia menyimpulkan bahwa berita penyerahan diri itu memang benar. Ia tidak lupa mencatat, bahwa orang-orang yang akan melarikan diri dari istana Soekarno ditembaki oleh pengawal istana. Penyerahan diri itu, Tan Malaka mengatakan, sebagai bagian dari rencana yang sudah diperhitungkan sebelumnya.

Pamflet yang belakangan diberi judul dengan daftar panjang singkatan nama-nama berbagai macam badan ketentaraan dan kepolisian yang bertugas di Kediri, dengan kewenangan mereka yang tidak jelas dan bertentang-tentangan. Mereka semuanya sibuk mengurusi kepentingan masing-masing, dan menguasai suplai beras, gula, dan candu serta memungut pungli dari dan untuk pengamanan orang-orang China. Sebaliknya sama sekali tidak dirasakan tindakan mereka dalam mempertahankan Kediri dan penduduknya pada 21 Desember. Mereka lari tunggang langgang hampir sampai ke puncak Gunung Wilis. Namun demikian masih juga mereka tega meminta-minta dari rakyat bera, gerobak, sepeda dan persenjataan.

II-4, 16-1-1949           INTERNASIONAL....

Rasa rendah (minority-complex) Pemerintah dan Delegasi Republik mengakibatkan Sutan Sjahrir merunding-runding diplomasikan Kemerdekaan Indonesia dan achirnja memperoleh perdjandjian ‘kerdja sama’ dengan Belanda untuk mendapatkan ‘kemadjuan jang bagus’ bagi Rakjat Indonesia, ialah menurut naskah Linggardjati. Dengan obat bius Linggardjati maka beliau dapat menidurkan Pemerintah dan sebagian dari Rakjat Indonesia dan menina bobokkan dunia Internasional, sampai Belanda dapat ‘kemadjuan jang bagus’ buat mengadakan ‘Doorstoot’ atau perang kolonial pertama.

Rasa rendah Pemerintah dan Delegasi Republik, menaikkan Amir Sjarifudin, kongkolan Van der Plas, ke atas dek kapal Renville, dibawah pengawasan Amerika (tentulah buat kepentingan dollar Amerika) dan menenggelamkan kapal Republik kesebelah haluan.

   Rasa rendah Pemerintah dan Delegasi Republik achirnja menaikkan Moch Hatta keatas buritan kapal Renville jang setengah tenggelam itu dan mempertinggi kedudukannja dengan (kesempatan) menambah pangkatnja keuangan (ja, apa lagi jang tidak tjuma kepertjajaan kepada kekuatan Rakjat jang tersembunji). ‘Aide Memoire’ (Peringatan Penolong) jang ditelorkan oleh Hatta tjuma menolong Belanda memasukkan tentara pajungnja dan menolong Bung Karno, Bung Hatta, Hadji Agus Salim dan keponakannja Sutan Sjahrir keluar dari kantjah Revolusi dan pindah kedaerah Federal di bawah kedaulatan ‘Mahkota Juliana’.

Pemberontakan Madiun tetap tidak disebut-sebut. Amir hanya ditampilkan sebagai tokoh burjuasi kecil dan bertanggungjawab atas Renville. Moeso disebut satu kali sebagai contoh tentang seorang pemimpin Indonesia yang memercayai pada bantuan luar negeri – dalam hal ini bantuan Rusia – dan tidak percaya pada kekuatan sendiri.

17-1-1949        PERANG KUTJING-KUTJINGAN

Dari sudut militer Rakjat Murba Pemuda sangat berhasil. Aksi ‘doorstoot’ Belanda dijawab dengan ‘contra-stoot’ dan konsolidasi berbagai wilayah gerilya. Belanda memang unggul persenjataan, tapi mereka ‘kekurangan orang, kekurangan bantuan dari Rakjat dan kekurangan semangat perang’. Dari sudut teknis Indonesia memang kekurangan, dan kekurangan atau bahkan samasekali tidak ada pimpinan resmi oleh tentara dan pemerintah, tapi Lasjkar Revolusi dan Rakjat Murba Pemuda mendapat dukungan ‘djendral alam’, sehingga mampu mengungguli kelebihan Belanda itu. Belanda hanya menguasai jalan-jalan raya dan kota-kota ‘dengan bantuan bangsa Indonesia pengchianat dan hampir seluruh bangsa Tionghoa’, dan pendudukan mereka tidak bisa bertahan lama. Maka ‘stoot’ yang di depan harus disusul dengan mempertahankan diri, ‘tetapi [Belanda] tiada pula dapat mempertahankan sajap dan buntutnja, sehingga seperti burung terbang sajap dan buntut terus terpotong, sampai achirnja gundul tak sanggup terbang djauh atau terbang tjepat’.

Serie III

III-1, 21-1-1949          PERDJANJIAN NEGARA 

Dalam pamflet ini masih tidak diisi nama orang yang disebut ‘bordjuis ketjil’ yang dengan diam-diam telah menjual revolusi. Hal ini baru belakangan terjadi, dan empat serangkai Soekarno-Hatta-Amir Sjarifoeddin-Sjahrir ditampilkan sebagai tokoh-tokoh terkemuka klas ‘burjuasi kecil’ ini, dan ditetapkan sebagai yang bertanggung jawab atas kebijakan politik yang mereka lakukan.

Perdjanjian Linggardjati dibentuk oleh sebuah Delegasi dibawah pimpinan Sutan Sjaharir. Delegasi itu ditundjuk oleh Pemerintah Sukarno Hatta jang belum pernah disjahkan oleh Madjilis Permusjawaratan Rakjat. Perdjandjian Linggardjati disjahkan di Malang oleh ‘Dewan Perwakilan Rakjat’ jang sebagian besar anggautanja diangkat oleh Presiden Sukarno menurut Maklumat Presiden No. 6.
   Tegasnja perdjandjian Linggardjati dibentuk oleh beberapa gelintir bordjuis ketjil, buat kepentingan klas-bordjuis-ketjil dan tjuma disjahkan oleh para wakilnja bordjuis-ketjil dan para-pengikutnja. Ternjatalah sudah, bahwa perdjandjian Linggadjati sangat merugikan Rakjat jang membela revolusi anti-imperialisme asing itu.
   Perdjandjian Renville dibentuk oleh sebuah Delegasi dibawah pimpinan Amir Sjarifudin. Delegasi inipun ditundjuk oleh Pemerintah Sukarno Hatta. Djuga perdjandjian Renville tjuma ditanda tangani oleh Amir Sjarifudin sadja dan tidak disetudjui Dewan Perwakilan Rakjat, kepada siapa Amir tiada meminta persetudjuan.
   Tegasnja perdjandjian Renville dibentuk oleh wakil bordjuis-ketjil, jang lebih ketjil lagi segolongannja dan disjahkan serta ditanda tangani oleh Amir sadja. Ternjatalah pula, bahwa perdjandjian Renville lebih merugikan Rakjat Murba lagi.
   Aide memoire, jang menerima hampir semuanja tuntutan Belanda kolonial, tjuma dibentuk oleh Drs Moh. Hatta, atas nama Drs Moh. Hatta sendiri, untuk keperluan Drs Moh.Hatta  sendiri dalam perundingan mata empat antara Drs Moh.Hatta dan Stikker sadja.
   Aide memoire-nja Drs Moh.Hatta sangat memudahkan djalannja perang kolonial Belanda jang kedua kalinja ini.


III-2, 21-1-1949          PEMERINTAH SUKARNO/HATTA 

Sekarang waspadalah terhadap perjanjian antara Belanda dengan pemimpin-pemimpin yang sudah tertawan itu. ‘Kalau Sukarno Hatta jang lepas bebas mau mengikatkan dirinja kepada pelbagai perdjandjian hina djahanam dengan serdadu dan kempei Djepang, apakah lagi Sukarno Hatta jang tertawan menjerah dan berhadapan dengan pistol di dadanja!”

Hanya ‘para pengikut jang fanatik serta mereka jang buta politik’ masih percaya pada Soekarno dan Hatta. Kemudian Tan Malaka menyebutkan satu demi satu rekam jejak mereka, termasuk gelar Jepang yang tinggi, tanda jasa tinggi dari tangan Kaisar Jepang, terpilih mereka sebagai presiden dan wakil presiden oleh panitia persiapan kemerdekaan yang dibentuk oleh Jepang, dan yang kemudian tidak pernah diterima baik oleh rakyat Indonesia, dan pengkhianatan mereka terhadap Proklamasi melalui persetujuan-persetujuan mereka dengan Belanda. Tapi dengan penahanan dan tekuk lutut Soekarno dan Hatta revolusi tidak akan berhenti. Sebaliknyalah, ‘perdjuangan Kemerdekaan 100% akan lebih lantjar djalannja kalau tiada lagi dihambat, dihalangi atau dibatalkan oleh perintahnja Pemerintah Sukarno Hatta’.

III-3, 22-1-1949          AMERIKA TERKEDJUT   

Rakjat Murba Pemuda percaya pada diplomasi bambu runcing dan politik ‘Pasifik’: Amerika lebih menyukai Indonesia, yang merdeka dengan segala bahan mentahnya, daripada memberi bantuan pada Belanda, apabila dengan dukungannya itu semua harta benda itu habis terbakar.


III-4, 22-1-1949          LARILAH DARI PELARIAN

Satu minggu kemudian masih sekali lagi Tan Malaka melampiaskan unek-uneknya di dalam ‘Larilah dari pelarian’. Ia melukiskan perjalanan meninggalkan Kediri setelah terjadi bombardemen Belanda yang tidak terhormat itu (sudah dikutip pada hlm. 163). Demikianlah satu batalyon tentara Belanda berhasil menduduki Kediri tanpa menghadapi perlawanan, padahal Letnan Kolonel Surachmad dengan tujuh batalyon bersenjata lengkap. Satu bulan kemudian aksi Surachmad sekadarnya untuk merebut kembali Kediri, namun samasekali tidak ada jejak-jejak kisahnya. Aksi-aksi dari Mayor Banuredjo, Komandan Pertahanan Kediri, menurut Tan Malaka, bahkan merugikan untuk yang kembali, tegas Tan Malaka namun tanpa penjelasan lebih lanjut. Dan ia melanjutkan:

Umumnya Rakjat Murba Pemuda bertanja:
Dimanakah dan masih hidupkah bekas Singo Legundi di front Surabaja, Kolonel Sungkono, Panglima Djawa Timur, jang sebelumnja perang kolonial kedua ini memberikan ‘Komando angkat sendjata’. Apakah djuga Singo Legundi lari ikut ke gunung Wilis bersama opsir tentara nasional jang menurut Rakjat Murba Pemuda lebih tjepat larinja daripada pesawat terbang Belanda!!
   Tiga terbajang di depan mata kita!
   Pertama: Para Opsir Tentara Nasional, lari tunggang langgang buat menjelamatkan diri, karena mati ketakutan. Dalam ini Hakim Revolusi, setelah Revolusi ini tertjapai kemenangan, wadjib mendjatuhkan hukuman jang setimpal, tjotjok dengan hukum Revolusi dimana2 Negeri.
   Kedua: Para Opsir Tentara Nasional, sementara waktu mengundurkan diri buat kelak, setelah Rakjat Murba Pemuda kalah menjerah, menggabungkan diri dengan tentara Federal Hindia Belanda.
   Dalam hal inipun hukum dan Hakim Revolusi akan mengambil tindakan jang patut dan adil, setelah Rakjat Murba Pemuda kelak menjelesaikan Revolusi ini.
   Ketiga: Para Opsir Tentara Nasional (di Kediri jang sudah pasti bagi kita!!) mengundurkan diri buat kalah melutjuti tentara dan gerilja Rakjat jang sudah mengusir Belanda, supaja para opsir tentara Nasional dan tjandu C.P.M., C.M.K, C.M.K.3...C.M.K-13nja!
   Dalam hal ini Rakjat Murba Pemuda harus bersiap sedia diri buat menghadapi semua kemungkinan di hari depan, dari sekarang djuga.
   Rakjat Murba Pemuda sekitar kota Kediri!
   Dengan adanja Bataljon ‘S’ (jang selama sebulan ini berdjuang mati-matian di daerah pendudukan di sekitar Ngantang dan disekitar timur kota Kediri), sekarang diseluruhnja kota Kediri, maka Rakjat Murba Pemuda sudah mendapatkan teman seperdjoangan, jang banjak pengalaman dan senantiasa siap berkorban, sebelumnja Belanda sampai serdadu achirnja meninggalkan pantai, laut dan udara Indonesia.
   Adakalanja hubungan lahir batin jang se-erat2nja dengan Bataljon ‘S’ ini! Para pradjurit jang berada digunung Wilis!
   Kembalilah ke Rakjat dan medan pertempuran, tjotjok dengan kewadjiban sebagai pradjurit pembela nusa dan bangsa.
   Tebuslah kesalahan dan dosamu, selama sebulan, kamu meninggalkan Rakjat jang diantjam oleh Tentara Belanda itu.
   Larilah dari pelarian, jang diselenggarakan oleh para opsir jang berdjiwa kolonial, federal streep2pan (setrip), jang berani dengan bangsanja sendiri jang tiada bersendjata, tetapi lari tunggang langgang terbirit2 menghadapi beberapa (gelintir) Belanda sadja.



III-5, 23-1-1949          MOMOK - KOMINIS  

Sebuah pamflet yang hampir sama sekali aneh membahas masalah komunisme, ‘Momok kominis’. Dalam pamflet ini Tan Malaka menanggapi berita radio dari Australia dan Amerika, yang menggambarkan pidato radionya pada tanggal 21 Desember sebagai ‘komunisme’. Ini sangat menarik diperhatikan, karena dalam pidato ini tidak disebut tentang ikatan langsung dengan Uni Soviet. Selain itu, demikian Tan Malaka, tanggapan tersebut tokh tida k benar karena gerakan komunis tidak identik dengan politik Soviet. Lain dari itu imperialisme tidak memasuki nuansa semacam itu. Momok komunisme dikaitkan dengan Uni Soviet, dan di Asia dengan ketakutan mereka akan hilangnya pasar dan hilangnya kemungkinan mendapatkan untung. Tapi ia sendiri berseru kepada komunisme: tumbuh dan berkembangnya kapitalisme terkait tak terlepaskan dengan tumbuh dan berkembangnya komunisme. Dan dengan kata-kata penutup ini Tan Malaka tetap berhati-hati dan samar-samar berbicara mengenai tema yang sensitif ini.

Serie IV

IV-1, 28-1-1949          GERPOLEK: KATA PENGANTAR PADA PERTJEKAN KEDUA

Bagi Tan Malaka mereka bertekuklutut itu tidak bisa tidak dan merupakan kepastian. ‘Bagi kami Rakjat Murba Pemuda, penjerahan Sukarno Hatta itu adalah satu konsekwensi dari bimbang serta keragu-raguan Sukarno Hatta atas kekuatan Rakjat Murba Pemuda Indonesia dan kesangsian terhadap Proklamasi 17 Agustus 1945. ‘Seluruh sepakterjang mereka selanjutnya hanyalah sebagai akibat daripada itu: mulai dari ancaman mereka akan meletakkan jabatan di depan rapat raksasa tanggal 19 September 1945, sampai pada pengakuan terhadap Mahkota Belanda sebagai penguasa tertinggi untuk Indonesia Serikat. ‘...ja, mengakui apa sadja jang dipaksakan oleh Belanda kepada mereka.’ “Sekali Boneka, tetap Boneka”, demikian biasanja sikap seseorang manusia!’ Seruan-seruan mereka yang indah-indah untuk meneruskan perjuangan ternyata omong-kosong belaka. Tapi itu semua tidak mengherankan: ‘Kalau Sukarno Hatta mau mengakui kedaulatan Tenno Heika diatas bumi dan air Indonesia ini, kenapa mereka takkan mau mengakui kedaulatan Belanda sebagai gantinja?’

   ‘Belanda jang sudah tjukup mengenal djiwanja Sukarno Hatta, jang menjerah dengan tak ada perlawanan sama sekali itu, akan lebih dari pada jang sudah2 menghasilkan hasil baik dari “perundingan” dengan Sukarno Hatta.’ Perundingan itu harus menghasilkan persetujuan yang menguntungkan Belanda, dan tentang ini rakyat Indonesia dan opini dunia akan bisa dikelabui.

   Jika sudah cukup wilayah di seluruh kepulauan Indonesia yang dibebaskan, maka saatnya telah matang untuk Kongres Rakjat Murba Pemuda Revolusioner menyusun undang-undang dasar yang berdasarkan atas Murbaisme, dan mengesahkan pemerintah yang berdasarkan undang-undang dasar itu.

   Dari sudut militer Rakjat Murba Pemuda sangat berhasil. Aksi ‘doorstoot’ Belanda dijawab dengan ‘contra-stoot’ dan konsolidasi berbagai wilayah gerilya. Belanda memang unggul persenjataan, tapi mereka ‘kekurangan orang, kekurangan bantuan dari Rakjat dan kekurangan semangat perang’. Dari sudut teknis Indonesia memang kekurangan, dan kekurangan atau bahkan samasekali tidak ada pimpinan resmi oleh tentara dan pemerintah, tapi Lasjkar Revolusi dan Rakjat Murba Pemuda mendapat dukungan ‘djendral alam’, sehingga mampu mengungguli kelebihan Belanda itu. Belanda hanya menguasai jalan-jalan raya dan kota-kota ‘dengan bantuan bangsa Indonesia pengchianat dan hampir seluruh bangsa Tionghoa’, dan pendudukan mereka tidak bisa bertahan lama. Maka ‘stoot’ yang di depan harus disusul dengan mempertahankan diri, ‘tetapi [Belanda] tiada pula dapat mempertahankan sajap dan buntutnja, sehingga seperti burung terbang sajap dan buntut terus terpotong, sampai achirnja gundul tak sanggup terbang djauh atau terbang tjepat’.

IV-2, 30-1-1949          SEKALI - HASRAT - TETAP - HASRAT  

Pada tanggal 30 Januari seruan Surachmad kepada pemuda memberi Tan Malaka kesempatan untuk menuliskan semua kekesalannya yang tak terperikan. Ia pertama-tama mengutip sebagian dari kata-kata Surachmad, kemudian disusul dengan komentarnya, yang isinya menjadikan pribadi Surachmad sebagai sasaran pertama serangannya. Surachmad menyerukan perang ‘totaliter’ oleh rakyat, pemerintah dan tentara melawan musuh. Tapi, demikian Tan Malaka, mengapa sesudah serangan Belanda Surachmad tidak mengakui hak-hak demokrasi rakyat.

   ‘Apakah perang totaliter dapat dibangunkan dengan melumpuhkan iniatip dan tindakan Rakjat?’ Jika Sabarudin tidak dipulihkan hak-haknya, maka Surachmad telah mempertahankan keputusannya yang ‘contra revolusioner dan fasitis’. ‘Perang totaliter tidak berarti, bahwa Rakjat jang sudah dilutjuti sendjatanja harus berdjuang zonder tentara jang bersendjata lengkap. Perang totaliter berarti perang Rakjat jang dipelopori oleh tentara dan pemerintah.’

   Surachmad: Kita harus dapat berdjuang dengan kenjataan (rationeel). Artinja tidak memperbesar atau memperketjil kekuatan dan ketjerdikan musuh.

Komentar Markas Murba Terpendam: Memperhitungkan kekuatan musuh tiada berarti lari tunggang-langgang ke atas gunung dengan keluarga, sendjata, koelkas dan radio, dan kembali ke Rakjat memaksa Rakjat memberikan padi, sepeda, kambing dan ajam.

   Memperhitungkan kekuasaan musuh itu tiada berarti bahwa setelah empat puluh hari Rakjat bertempur mengeluarkan ‘Hasrat’. Melainkan bersama Rakjat, di depan Rakjat menggempur musuh pada saat dia menyerbu.

   Surachmad juga menunjuk pada provokasi-provokasi dan mata-mata Belanda di dalam ‘perang saraf’. Tan Malaka mengajukan pendapat dengan nada marah, bahwa Surachmad sebagai ‘bekas asisten wedana P.I.D. Belanda mestinja lebih dari pada warga negara jang lain-lain tahu bagaimana tjaranja mata2 Belanda itu bekerdja. Kewadjiban Lt. Kol. Surachmad ialah mengatasi semua usaha Belanda itu!”

Surachmad memuji rakyat yang diilhami oleh semangat perlawanan tidak akan pernah mereka menerima penindasan kolonial baru.

Tan Malaka menyatakan,

bahwa sudah empat puluh hari rakyat berjuang mati-matian, tapi pasukannya Surachmad tidak memperlihatkan perbuatan apa pun.

Surachmad merumuskan tugas-tugas untuk pejabat sipil, pedagang, kaum tani dan pemuda di tengah perjuangan tentara yang bersenjata. Di sini Tan Malaka membubuhkan tanda tanya. Bagaimana itu mungkin – dan dikutipnya kata-katanya sendiri – ‘tentaranja lari djauh ke gunung hampir setjepat kapal terbang Belanda’.

Dan Tan Malaka masih meneruskan:

   Selagi Surachmad masih berhitung-hitung tentang kekuatan musuh, Belanda memanfaatkan waktu untuk meluaskan kekuasaannya sampai semua kota dan jalan raya, dan menyingkirkan mereka yang dinamakannya ‘pengatjau’, ‘extremist’, ‘perampok’ dan ‘pembunuh’.

Sebagai penutup Surachmad menyerukan persatuan dan menghindari perpecahan, yang hanya akan menguntungkan musuh.

Maka Tan Malaka pun mengakhiri

   Kewadjiban rakjat ialah mengawasi dan dimana perlu ‘mentjela’, memetjat atau menghukum pegawai, mantri bahkan Presiden atau opsir, bahkan Panglima Tertinggi jang tidak tjakap dan/atau berchianat.
   Kalau Lt. Kol. Surachmad takut ‘ditjela’, djangan menjadi opsir pembela kota Kediri. Tetapi sesungguhnja Lt. Kol. Surachmad harus ‘berterima kasih’, bahwa Rakjat baru ‘mentjela’ sadja, mendapatkan Bataljon ‘S’ merebut kembali kota Kediri, jang ditinggalkan oleh Lt. Kol. Surachmad jang menguasai kurang lebih tudjuh bataljon bersendjata lengkap dan berkelengkapan luar biasa lengkapnja (beras, gula, tjandu).
   Lt. Kol. Surachmad bekas assisten-wedana P.I.D. Belanda mestinja tahu bagaimana Rakjat di negeri lain mendjalankan Hukum Revolusi terhadap seseorang opsir jang meninggalkan post-nja.

IV-3, 30-1-1949          PEMERINTAH DARURAT 

Keabsahan itu penting untuk kekuasaan pemerintah darurat, yang pada akhir Januari di Blimbing Tan Malaka untuk pertama kali mendengarnya. Ini merupakan bukti yang lebih dari cukup bahwa pemerintah Soekarno telah bertekuk lutut. Tapi, apakah dengan demikian ia berhak untuk mendirikan pemerintah darurat? Soekarno dan Hatta dengan ‘tjara Djepang’ ditunjuk sebagai presiden dan wakil presiden. Kedudukan mereka itu tidak pernah dikukuhkan oleh rakyat; mereka tidak pernah disumpah untuk itu. Mereka sangat mengecewakan rakyat dengan pendirian mereka yang merangsang pecahnya dua perang kolonial, dan ‘selama tiga setengah tahun kehilangan hampir 99% tanah dan air, kehilangan hak dan kekuatan dalam hal politik, ekonomi dan militer’. Tapi Rakjat Murba Pemuda meneruskan perlawanan. Suatu pemerintah darurat dari pihak Soekarno dan Hatta, yang di bawah paksaan barangkali akan menerima gencatan senjata atau persetujuan, merupakan suatu pemerintah darurat yang sangat berbahaya.


IV- 4, 31-1-1949         DISEKITAR ISTILAH REPUBLIK 

Dalam sebuah uraian tentang istilah Republik, Tan Malaka mengajukan masalah keabsahan pemerintah Soekarno untuk didiskusikan. Lembaga-lembaga parlementer yang sesudah Proklamasi diatur menurut ‘yesmen’. Berarti tidak ada samasekali soal tentang pemerintahan dari oleh dan untuk rakyat, tapi semata-mata oleh pemerintah yang dikuasai oleh burjuasi kecil.

IV-5, 1-2-1949            MENGHADAPI KEMUNGKINAN

Bagi Belanda, yang dengan menyerahnya Soekarno dan Hatta diharapkan juga rakyat Indonesia dan TNI akan menerima keadaan baru itu, justru merupakan kegagalan. Rakjat Murba Pemuda, tanpa pemerintah dan TNI, dari sudut kemiliteran mencapai sukses-sukses di dalam ‘perang kutjing-kutjingan’. Untuk Belanda dan Soekarno-Hatta sekarang merupakan keharusan untuk menyajikan persetujuan, yang akan didahului dengan seruan gencatan senjata. Ini perihal yang problematis, oleh karena TNI semakin banyak pilih pihak dari Rakjat Murba Pemuda. Padahal diperlukan perlawanan terhadap setiap persetujuan dan setiap gencatan senjata. Maka sebaliknya haruslah diajukan tuntutan seperti yang sudah dikenal, yang didasarkan atas kesatuan dari sudut pandang politik, ekonomi dan militer, dan kesiapan untuk perang gerilya jangka panjang.


Serie V:

V-1, 4-2-1949  ALAT - MEMPERALATKAN

Mengembalikan Pemerintah (Sukarno Hatta) jang sudah menjerah kalah itu, berarti mengakui musuh men-dik-tee-kan kemauannja kepada Rakjat Murba Pemuda jang belum menjerah itu, dan penjerahan itu akan mengakibatkan malapetaka dihari depan’ perundingan di bawah pengawasan PBB merupakan penipuan sekali lagi terhadap Rakjat Murba Pemuda, dan akan memperkuat kedudukan Belanda sebagai perkakas Amerika. Sebagai alternatif Tan Malaka menyerukan diteruskannya gerilya, pembentukan basis-basis gerilya dan ditumbuhkannya kepercayaan pada kekuatan sendiri.


V-2, 5-2-1949  KEDAUALATAN - BELANDA 

Belanda menjalankan kedaulatannya sebelum tahun 1942 atas dasar “veroveringsrecht” (hak penaklukan) dan ‘historic recht” (hak sedjarah)’. Invasi Jepang dalam delapan hari telah meniadakan hak-hak itu. Proklamasi 1945 telah menetapkan hak bangsa Indonesia yang tak dapat dialihkan atas kedaulatannya sendiri, yang tidak satu detik dan tidak satu persen pun bisa diserahkan kepada bangsa lain. Untuk prinsip itulah Rakjat Murba Pemuda berjuang.

V-4, 7-2-1949  KESATRIAAN

Semangat gagah berani yang menjiwai Rakjat Murba Pemuda sejurus sesudah Proklamasi, seperti ternyata sekarang, segera terdesak ke belakang tapi belum lagi hilang. Asal saja terpimpin ke arah yang benar, maka jalan menuju kemerdekaan 100% dapat dilalui.

Pamflet sebelum pamflet terakhir merupakan satu-satunya, yang berisi pembahasan Tan Malaka secara konkret atas kejadian-kejadian di wilayah sekitar sesudah terjadi serangan Belanda. Di bawah judul ‘Kesatriaan’ ia memuji kerelaan berkorban, kadang-kadang sampai mati, yang sering terjadi di dalam sejarah Indonesia – di masa lalu dan semasa Revolusi. Di sini dia menambahkan sebuah contoh dari tempat yang sangat dekat dan belum lama terjadi, yaitu Wates yang sudah diduduki Belanda memaksa perempuan-perempuan yang ada untuk membersihkan jalan-jalan desa. Kemudian terjadilah ‘perkosaan setjara chewan....

   “kalau chewan pernah memperkosa betinanja’. Serta-merta massa sekitar empat ribu orang beramai-ramai menyerang pos tentara Belanda. Walhasil tujuh puluh lima orang tewas, tetapi Belanda-Belanda itu melarikan diri – dan sejak itu mereka kembali ke tempat semula.
Untuk Tan Malaka ini menjadi bukti tentang semangat juang massa rakyat –
‘sadja buat membela kehormatan wanita sadja (djadi belum lagi buat membela kehormatan seluruhnja masjarakat Indonesia)’.

Maka semangat perlawanan seperti itu harus kembali dibangkitkan.


V-5, ?-2-1949  AMANAT PRESIDEN SUKARNO KEPADA TAN MALAKA 

Pamflet yang terakhir mengenai Testamen Soekarno. Mula-mula Tan Malaka memaparkan tentang proses Soedarsono, dimaksud untuk menjelaskan bahwa ia samasekali tidak ada sangkutpaut dengan Peristiwa 3 Juli. Penahanan terhadapnya pada bulan Maret 1946 merupakan tindakan dari Amir dan Sjahrir. Testamen itu memang benar, dan Tan Malaka memberikan gambaran tentang lahirnya testamen tersebut. Ia juga menuliskannya – mungkin sekali dikutip dari Sapta Dharma Yamin. Dalam tulisannya itu ia menggunakan kata penyapa yang bersahabat ‘Bung Karno’, dan dalam beberapa butir pertanyaan penutup ia mengemukakan persoalan-persoalan yang menarik diperhatikan. 

1.       Bagaimanakah gerangan djalannja sedjarah Revolusi Indonesia, kalau Bung Karno harus kerdja sama dengan Tan Malaka, tjotjok dengan naluri Amanat Bung Karno.

2.       Sampai dimanakah Bung Karno bertanggung djawab atas pembatalan Amanat itu dan penawanan atas dirinja Tan Malaka?

3.       Siapakah dan berapa orangkah jang memberikan pengaruh djahat kepada Bung Karno, dan memutuskan hubungan Bung Karno – Tan Malaka?

4.       Berapakah benarnja desas desus, bahwa setelah keluar pendjara Magelang tgl. 16-9-1948, Bung Karno hendak berdjumpa dengan Tan Malaka?

5.       Berapakah benarnja kabar jang tersiar di Solo, bahwa Bung Karno sebelum menjerah kepada Belanda pada tgl 19-12-1948, mengusulkan supaja Tan Malaka meneruskan perdjuangannja, tetapi ditolak oleh penanda tangannja Amanat djuga, ialah Drs. M. Hatta?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar