Rabu, 06 April 2016

Dari Penjara ke Penjara Bagian Satu

DAFTAR ISI
       

Pengantar Penulis
Daftar Isi



Perjuangan Dua Kodrat
Human Right (Hak Manusia)
Hak Perlindungan diri
Kepastian Undang-Undang
Pulang ke Indonesia
Di Deli
Semarang Kota Merah
Tangkap Buang I
Menjelang Filipina dan Canton
Bagaimana Halnya Alat Cetak
Filipina
Tangkap Buang II
Kemana



















Pengantar Penulis

Banyak sudah teman seperjuangan di luar dan di dalam penjara yang mengusulkan, supaya saya menuliskan sejarah hidup saya. Katanya, agar pengalaman-pengalaman yang sudah saya dapatkan boleh dijadikan pelajaran para pahlawan kemerdekaan sekarang dan di hari depan.
Baru sebulan-dua yang lampau saya putuskan menerima usul itu. Sebelumnya itu saya tiada memandang perlunya yang diusulkan tadi. Alasan pertama ialah karena banyak pekerjaan lain yang jauh lebih penting daripada melukiskan sejarah hidup diri sendiri. Pekerjaan yang lain itu harus dikerjakan dengan cepat dan penuh perhatian. Alasan kedua ialah karena menuliskan sejarah hidup selama lebih dari setengah abad yang banyak turun naik, ialah penuh dengan “up and down”, yang mengandung lebih banyak “down” dari pada “up”, bukanlah suatu pekerjaan yang dapat disambilkan begitu saja. Alasan terakhir, yang tidak kurang pentingnya pula, ialah karena keadaan diri saya sendiri. Kehilangan kemerdekaan yang sudah pasti disertai oleh hari depan yang tidak pasti disertai oleh hari depan yang tidak pasti, ditambah pindah tempat kian-kemari tak tertentu, acapkali di tempat yang tak mengizinkan tulis menulis. Selanjutnya berhadapan dengan kemungkinan, apa yang dituliskan itu kelak akan “disita”, dijadikan alasan ini dan itu sebagai bahan fluister-campagne lawan yang tidak fair. Karena pertimbangan-pertimbangan yang demikian ini, maka mulanya sejarah saya hendak saya serahkan kepada sang sejarah sendiri.
Tetapi setelah di penjara Magelang saya mendapat sel yang sunyi senyap tak bercampur dengan para tawanan lain, dan mendapat kertas, potlot dan meja buat menulis, maka timbullah pikiran untuk menulis, meskipun buat “mengisi waktu” saja.
Mulanya saya hendak meneruskan tulisan saya tentang ASLIA, yang sudah mulai ditulis pada tahun 1942 di Jakarta. Tetapi karena kopynya tidak saya pegang sendiri dan bahan statistik yang amat penting berhubung dengan ekonomi dan lain-lain entah dimana pula tersangkutnya bersama kopy ASLIA itu, maka saya terpaksa menunda terus pekerjaan yang lima tahun lampau telah saya mulai. Demikian sendirinya sasya terpaksa menuliskan beberapa peringatan ini.
Jadinya yang saya tuliskan disini bukanlah sejarah hidup dalam arti kata yang sebenarnya. Bukanlah sejarah hidup yang biasa ditulis menurut tarikh dari masa kanak-kanak sampai masa dewasa, dari masa pendidikan sampai masa bekerja buat masyarakat, yang biasanya tepat digambarkan oleh nama buku “Life and Work”, atau “Hidup dan Pekerjaan”. Tetapi tiada pula saya menuliskan sesuatu yang tiada mengandung sejarah, ialah yang bukan sejarah hidup saya.
Apa yang saya tuliskan kelak boleh dibandingkan dengan kejadian yang sebenarnya, tak lebih dan tak kurang, oleh ahli sejarah. Beberapa orang yang namanya saya ajukan di sini, kelak boleh dicari dan ditanya oleh mereka yang berkeinginan. Kalau tidak cocok benar, bukanlah terletak pada kemuauan, melainkan pada kesilapan sebagai manusia atau sifatnya memory, ialah peringatan.
 Cuma apa yang dituliskan itu hanya sebagian saja daripada sejarah hidup saya. Bagian itu saya anggap bukan bagian yang kurang penting, karena rapat perhubungannya dengan usaha saya melakukan hasrat kemerdekaan dalam arti politik dan ekonomi. Bagian hidup itu saya pusatkan pada beberapa penjara. Berhubung dengan itu sepatutnya pulalah sekitar tiap-tiap penjara itu diberi penerangan. Begitulah, maka tiap-tiap penjara itu diterangi oleh keadaan sebelum, sedang dan sesudahnya saya masuk penjara.
Demikianlah berturut-turut saya riwayatkan sebelum, sedang dan sesudahnya saya dipenjarakan di Hindia Belanda, Filipina, Hongkong dan di Republik Indonesia. Mungkin bukunya terbagi menjadi dua jilid. Kalau begitu maka jilid pertama hanya meriwayatkan sekitar penjara Hindia Belanda dan Filipina.
Usaha saya menjalankan kewajiban menuntut kemerdekaan rakyat Indonesia dan diri saya sendiri nyata mendapat halangan keras dari Imperialisme Belanda, Amerika dan Inggris. Bagi saya hal itu tak mengherankan dan tak mengecilkan hati. Sebaliknya saya merasa gembira menyaksikan hebatnya perjuangan rakyat Indonesia di mata Imperialisme Internasional. Saya percaya pula, jika kelak semua halangan itu sekali terpelanting dan kemerdekaan 100% tercapai, maka pada saat itu akan terjaminlah kesentosaan, kemakmuran dan kebahagiaan rakyat Indonesia yang merdeka itu. Semua kodrat lahir dan bathin yang dibangunkan dan diperoleh guna melemparkan semua halangan itu, kelak akan menjelma menjadi kodrat pembangun dan pelindung dalam segala-galanya. Semakin banyak kodrat itu diperlukan dan diperoleh, semakin teguh jaminan buat hari depannya rakyat Indonesia.
Buku ini saya beri nama “Dari Penjar ke Penjara”. Memang saya rasa ada perhubungan antara Penjara dengan Kemerdekaan sejati. Barang siapa sungguh menghendaki kemerdekaan buat umum, segenap waktu ia harus siap sedia dan ikhlas buat menderita “Kehilangan Kemerdekaan diri sendiri”.
Siapa ingin Merdeka harus bersedia dipenjara.



Penjara Ponorogo, September 1947    TAN MALAKA





























PERJUANGAN DUA KODRAT

Tak seberapa salahnya, kalau dikatakan bahwa alam raya kita ini, laksana satu gelanggang perjuangan yang tak putus-putusnya, antara dua kodrat yang dalam hakikatnya berderajat sama, ialah kodrat negatif dan kodrat positif. Dipandang dari sudut lain dan bergerak di lapangan lain, kedua kodrat yang sederajat ini menjelma berupa kodrat penolak dan kodra penarik (repulsion and attraction).
Rupanya Ilmu modern sedang memusatkan semua cabang pengetahuan dalam golongan ilmu alam dan ilmu kimia.  Pada ilmu listrik, ilmu alam dan ilmu pisah keduanya mempunyai sari yang sama, ialah ilmu listrik. Memangnya dalam ilmu listrik inilah perjuangan terus menerus antara dua kodrat di atas tadi, nyata sekali. Mulai dari badan terkecil yang dinamai atom, maka kodrat negatif dan positif tadi menjelmakan pertentangan terus menerus. Adapun dua kodrat tersebut berbadan pada dua bahagian atom itu, ialah elektron dan proton. Badan atom yang oleh ilmu modern dianggap terkecil itu, adalah hasil perjuangan dua kodrat positif dan negatif tadi, atau dipandang dari sudut lain adalah hasil perjuangan kodrat menolak dan kodrat menarik. Pun adanya Badan Terbesar di seluruhnya Alam Terkembang ini, seperti Bumi, Bintang, Komet dan Matahari, adalah hasil kodrat negatif-positif, serta tolak-tarik dalam juta-milyunan tahun.
Kalau sekarang kita beralih memandang dengan kecepatan kilat arah sejarah filsafat, ialah bayangan gerakan sejarah Masyarakat, dari Heraklit – Demokrit sampai ke Hegel......dan dari Hegel sampai ke Marx – Engels, maka perjuangan dua kodrat tersebut di atas, dalam lapangan alam raya tadi, dalam gelanggang filsafat ini, bolehlah kita ibaratkan dengan perjuangan thesis dan antithesis yang menghasilkan synthesis......terus menerus tak putu-putusnya.
Tetapi dengan perlompatan dari lapangan ilmu pasti ke lapangan filsafat janganlah kita lupakan perbedaan dasar antara dua golongan ahli filsafat ialah golongan idealis dan golongan materialis. Dialektikanya Hegel adalah berdasarkan Absolute Idee (Rohani Mutlak). Sedangkan buat Heraklit – Demokrit, Marx – Engels, dialektika adalah berdasarkan benda (matter).
Syahdan buat Hegel, Rohani – Mutlak inilah yang menggerakkan thesis dan antithesis serta menghasilkan synthesis terus menerus. Laksana thesis – sayap kanan dengan anti thesis – sayap kiri dari synthesis seekor burung yang terbang melambung tinggi di angkasa terus menerus, dan tak pernah turun ke tanah......Posistion, Ignoration, Ignoration der Ignoration.
Dalam ilmu alam Heraklit dan Demokrit tak pernah meninggalkan daratan. Hasil pikiran kedua ahli ini diantaranya ialah hypothesis (persangkaan) adanya benda molekule dan atom yang di zaman mereka hidup tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi yang sekarang dibenarkan oleh ilmu modern, disaksikan dengan teropong, yakni sesudah  kurang lebih 2500 tahun hypothesis itu didapatkan.
Hasil dari dialektika berdasarkan benda ialah pendapatan Marx dalam ilmu ekonomi tentang theori surplus value (nilai lebih), dan pendapat Marx – Engels dalam filsafat yang dikenal sebagai historis – materialisme dan dialektis – materialisme, dialektika berdasarkan benda.
Bukan maksud kami hendak menguraikan pemandangan hidup ( Weltanschauung) dalam buku kecil ini. Pandangan hidup sedemikian sudah diuraikan dalam Madilog. Pemandangan diatas dikemukakan sedikit hanya sekedar untuk mengembangkan suasana tempat bergeraknya apa yang penulis namakan perjuangan antara negatif dan positif, antara kodrat penolak dan kodrat penarik, antara thesis dan anti-thesis dalam dunia hukum. Bukan hukum dalam pengertian umum luas melainkan dalam beberapa perkara yang bersangkutan dengan hukum. Bukan hukum yang mengenai seluruh masyarakat, bahkan bukan pula hukum yang mengenai segolongan manusia, melainkan hukum yang mengenai diri penulis sendiri saja.
Tegasnya perjuangan Adil dan Zhalim yang memakai diri dan hidup penulis ini sendiri sebagai medan perjuangan itu; perjuangan antara Adil dan Zhalim yang bersangkutan dengan hukum yang dilakukan atas diri dan hidup Sahibul hikayat ini sendiri oleh Imperialisme Belanda, Amerika dan Inggris. Akhirnya oleh Republik Indonesia yang berdasarkan KeTuhanan, Kemanusiaan, Keadilan Sosial, Persatuan dan Kedaulatan Rakyat ini....... dan ke apa lagian itu.
Perlakuan atas diri dan hidup kami itu tidak dipandang dengan mata dan perasaan perseorangan semata-mata, melainkan dengan jiwa yang mengakui adanya perjuangan dan kodrat, juga yang mengakui Alam Raya kita. Menurut paham kami maka masyarakat golongan dalam masyarakat itu, bahkan seorang anggotapun dalam cabang penghidupan yang mananapun juga, tak dapat luput dari kekuasaan dua kodrat itu......thesis dan anti thesis.
Buku kecil ini meriwayatkan dan anti thesis di atas kulit kami.




































HUMAN RIGHT
(HAK MANUSIA)

Hukum yang mengenai Hak Manusia ini daerahnya amat luas. Tiadalah tempatnya, dan tiadalah pula maksud kami hendak menguraikan Hak-Manusia itu seluruhnya dan satu-persatunya. Yang akan disinggung di sini, hanyalah bagian yang terutama mengenai kepastian tentang perlindungan diri seseorang anggata masyarakat.
Buat menginsyafi tempat Perlindungan Diri dalam daerah hukum, baiklah kalau diadakan tinjauan kilat atas seluruhnya Hukum yang mengenai Hak Manusia itu.  Tinjauan itu tidak susah dilakukan kalau kita memandang dengan cara meninjau Alam Raya seperti di atas, yakni memisahkan yang positif dan negatif serta yang menarik dan yang menolak.
Syahdan adalah dua kodrat terbesar yang menggerakkan jiwa semua yang hidup, jadi juga jiwa manusia. Pertama: kehendak mau hidup, dan kedua: kehendak jangan mati. Kalau kehendak yang pertama kita sebutkan positif maka yang kedua ialah negatif. Kalau umumnya hasrat manusia itu merengkuh-menarik yang pertama, maka ini berarti pula bahwa dia berhasrat menolak yang kedua.
Dalam arti yang konkreet, yang nyata berlaku sehari-hari, yang pertama itu merupakan mencari alat hidup seperti makanan, minuman, pakaian, perumahan dan lain-lain, sedang yang kedua merupakan menolak bahaya dari penyakit dan kelaparan.
Perjuangan hak artinya perjuangan merebut hak yang positif dan yang negatif tadi, yakni sebagai yang telah berhasil berupa Magna Charta dan The Rights of Men, seperti termaktub dalam hukum di Inggris dan Amerika, berupa Les Droits des Hommes, seperti Dasar Undang-Undang di Perancis dan akhirnya berupa Hak-Bekerja di Soviet Rusia.
Perjuangan di Inggris, Amerika, Perancis dan Rusia itu bukanlah perjuangan seseorang (individu) melawan seorang lain, melainkan perjuangan satu golongan melawan golongan lain, buat mendapatkan kebahagiaan hidup dan menolak mara bahaya bagi kepentingan golongan itu sendiri. Yang demikian ini tiadalah merubah hasrat perjuangan tadi ialah mendapat yang positif dan menolak yang negatif.
Kita akan lupa melihat hutan dan cuma akan tersesat perhatian melihat pohon-pohon saja kalau kita pelajari semua hak yang diperoleh golongan yang memang dalam perjuangan borjuis melawan ningrat di Perancis dan Inggris, nasionalis Amerika melawan Inggris di sana, dan proletariat melawan ningrat-borjuis di Rusia. Sebenarnya cukuplah sudah kalau kita kupas saja semboyan dalam revolusi Perancis, ialah Kemerdekaan, Persamaan dan Persaudaraan, semboyan yang masih bisa menggerakkan jiwa manusia yang tertekan.
Dalam hakekatnya maka makna positif dari semboyan Kemerdekaan itu ialah merdeka melakukan pencarian hidup seperti bertani, berdagang, membangun perusahaan dan merdeka menjalankan pekerjaan tersebut serta merdeka memiliki, menjual atau membeli hasil pencarian itu, dan akhirnya memilih wakil buat Badan Politik, daerah atau pusat, merdeka pula menganut sesuatu faham atu membela faham itu dengan tulisan dan tulisan.
Sebaliknya makna yang negatif, ialah lepas-bebas dari ikatan feodalisme yang berhubungan dengan pencarian hidup itu, dan lepas bebas pula daripada tindakan sewenang-wenang dari pihak polisi dan Mahkamahnya Raja bersama bangsawannya.
Persamaan ialah derajat yang dituntut oleh kaum borjuis Perancis, supaya hak itu, baik positif atau negatif, sama rata boleh dimiliki semua warga negara Perancis, Ningrat, Pendeta, Borjuis ataupun Proletariat Perusahaan dan Pertanian.
Persaudaraan, dalam hakekatnya ialah persamaan pelayanan satu daerah Perancis dengan daerah lainnya terhadap pengeluaran dan pemasukan barang, yakni yang mengenai bea cukai. Janganlah satu daerah menghambat daerah lain dalam Negara Perancis sendiri oleh politik bea cukai itu. Janganlah satu daerah menghambat daerah lain dalam Negara Perancis sendiri oleh politik bea-cukai. Cukuplah satu kali membayar cukai di satu daerah saja sebagai bagian dari Perancis yang bersatu-bersaudara. Satu kali dibayar pada satu daerah, tak perlu daerah-daerah lain yang dilalui barang itu mencukai lagi. Ini artinya bersatu-bersaudara.
Barangkali karena sangat dipengaruhi oleh momok Facisme dan Nazi-isme atau karena juga negatifnya sikap kapitalisme terhadap kaum proletar, maka almarhum Presiden Roosevelt  membentuk dua syarat diantara empat tuntutan kemerdekaannya, ialah: pertama lepas-bebas dari ketakutan (freedom of fear) dan kedua lepas-bebas dari kelaparan. Sebenarnya bisa dibentuk secara negatif dan positif, yakni satu negatif; lepas bebas dari ketakutan (tangkapan), kedua positif; berhak diberi pekerjaan oleh Negara.
Tetapi kaum kapitalis memang tak mau positif, ialah menjamin pencaharian hidup tiap-tiap warga negaranya.
Lebih tangkas, lebih pendek, dan lebih meresap adalah semboyan yang berhubungan dengan syarat hidup di atas itu saja, sudah nyatalah perbedaan posisi dua kaum yang bertentangan. Semboyan borjuis, dengan Roosevelt sebagai juru bicaranya, adalah bersifat negatif (menolak), yakni menolak kelaparan. Sebaliknya semboyan Bolsjewikj dengan Lenin sebagai juru bicaranya bersifat positif, menuntut alat hidup yang terpenting, ialah tanah dan roti.

































HAK PERLINDUNGAN DIRI

Bahwa hak negatif berupa hak perlindungan diri sama artinya dengan hak positif, berupa hak mendapatkan pencarian hidup, keduanya atas jaminan Negara, tiadalah lama perlu difahamkan. Tak adalah gunanya makanan lezat dan  melimpah-limpah, pakaian halus atau tebal buat di musim panas dan sejuk bertimbun-timbun, kasurnya empuk serta selimut dan kelambu tak kekurangan, kalau perlindungan diri tak terjamin. “Nasi dimakan berasa sekam, air diminum berasa duri”, tidur gelisah karena hati panas senantiasa dalam ketakutan bahaya saja.
Si Budak-Belian di zaman Yunani dan Roma sering mendapat perlayanan lahir yang memuaskan, sering menjadi mandor perusahaan atau gurunya anak orang kaya. Tetapi dengan keadaan sedemikian belumlah mereka merasa aman tentram dan menganggap dirinya manusia penuh. Tuan yang baik budi mungkin besok jatuh melarat ataupun meninggal. Si Budak mungkin pula bertukar tuan. Si Budak tak berhak apa-apa, tak diperlindungi oleh Undang-Undang Negara. Dia boleh dijual atau dibeli seperti barang, boleh dikerjakan terus-menerus atau dipukuli sampai mati. Tak ada orang, golongan atau badan politik yang melindunginya.
Di zaman Feodal, Serf, (budak-hamba sahaya) itu tak boleh lagi dijual belikan. Dia terikat pada tanah tuannya, bekerja buat tuannya. Dari pada hasil pekerjaannya yang dibolehkan untuk diri dan keluarganya, ialah secukupnya buat keperluan hidup seperti Budak belian Yunani, yakni seperti hewan pengangkut. Beratlah konon pajak di Perancis yang mesti dibayar oleh Budak-Feodal! 14% lagi dibayarkan kepada kaum Ninggrat, 14% lagi dibayarkan kepada kaum Pendeta, dan 53% harus dibayarkan kepada Kerajaan. Sisanya yang tinggal 19% itulah yang boleh dimiliki buat keperluan hidup diri sekeluarganya.
Bagaimanakah kalau panen gagal, dan si budak sudah banyak pula berhutang buat membeli bibit, pupuk atau keperluan sosial sebagai manusia???
Kalau saya tak salah, di antara penduduk Perancis yang 25 juta di masa revolusi itu, cuma 200 ribu atau cuma 1% sajalah kaum berpunya dan berkuasa, ialah kaum Ningrat dan Pendeta. Yang 99%, ialah kaum dinamakan golongan ketiga (Derde stand). Dalam Golongan ketiga ini termasuk kaum tani, buruh dan ....borjuis (bankir, majikan dan saudagar). Pendeta Sieyes yang mengambil bagian besar di babak pertama dalam Revolusi Perancis 1789, mengadakan tanya jawab yang jitu dan pendek:
“Apakah Golongan ketiga itu?”
(Djawab): “Semua!”
“Apakah mereka sampai sekarang?”
(Djawab): “Tidak apa-apa.”
“Apakah kemauan mereka?”
(Djawab): “Semua.”

Golongan ketiga mendesak, memperjuangkan dan dengan sempurna mendapatkan hak perseorangan manusia (Les Droits de l’Homme) yang masih menjadi batu ujian sampai sekarang.
Pergolakan merebut hak perseorangan yang berupa positif dan negatif itu yang berupa merebut hak buat pencarian hidup dan hak mendapat perlindungan pasti oleh undang-undang Negara itu memang lama berlaku terutama di dunia Barat. Perjuangan proletaria tanah melawan patricia, tuan tanah Roma yang dipimpin berturut-turut oleh dua saudara Grachus dan oleh Catalina, perjuangan buruh tanah dan perusahaan di Jerman, semua itu adalah tuntutan buat mendapatkan hak yang pasti. Tetapi baik di Roma ataupun di Jerman, alat masyarakat lama dalam produksi dan sosial masih kuat, belum bisa ditumbangkan. Sebaliknya pula alat-alat masyarakat baru dalam produksi dan sosial masih belum cukup kuat untuk menggantikan yang lama.
Di Perancis masyarakat feodal memang bobrok, ke dalam dan keluar, tak sanggup lagi meneruskan hidupnya masyarakat itu. Cara menghasilkan di atas tanah dan di dalam perusahaan amat mengungkung golongan-baru-kuat dalam masyarakat, ialah kaum borjuis dengan bantuan kaum proletar. Pertentangan hidup dalam segala-gala, dalam perekonomian, politik, sosial, kebudayaan dan akhirnya dalam hal perlindungan, yang tiada berkurang artinya, amat menyolok mata. Hak luar biasa dari mereka yang memegang kekuasaan dapat dipakai setiap waktu terhadap sembarang warga.
Dengan “lettre de chachet” dengan tak ada tuduhan pelanggaran undang-undang yang pasti dan ditetapkan lebih dahulu, orang yang tidak disukai sewaktu-waktu boleh ditangkap dan ditahan dalam penjara, selama maunya yang berkuasa itu saja. Sering terjadi mereka yang tiada bersalah sedikitpun seumur hidup meringkuk dalam penjara yang gelap sempit dan kotor kamarnya.
Dalam pemeriksaan untuk mendapatkan bukti pelanggaran, seseorang yang dituduh dan ditahan itu boleh disiksa, dipukul, disepit anggota badannya dengan besi, ditusuk jarinya atau dibakar mulutnya...........sampai si pesakitan terpaksa mengaku. Sering atau acap kali terjadi pesakitan terpaksa mengaku. Sering atau acapkali terjadi  pesakitan mengakui tuduhan, bukan karena ia melakukan pekerjaan yang dituduhkan itu, melainkan karena tidak tahan siksaan.
Hukuman dijatuhkan semau-mau hakim saja. Tidak sedikit hukuman dijatuhkan pada orang yang sebenarnya tiada bersalah, yang tak kalah beratnya dengan hukuman yang dijatuhkan kempetai Jepang. Sebelum revolusi Perancis itu orang boleh dianiaya, dikoyak menjadi empat ditarik dengan kuda, direndam sampai mati atau dibakar hidup-hidup.
Dengan runtuhnya Bastille, maka berhentilah semua penangkapan, pemeriksaan dan hukuman sewenang-wenang itu. Bastile adalah penjara di kota Paris, lambang sewenang-wenang feodalisme yang diratakan dengan tanah oleh rakyat revolusioner.
Lenyaplah marabahaya yang sewaktu-waktu bisa menimpa diri seseorang warga negara dengan hancur leburnya masyarakat (feodalisme sampai ke akar-akarnya).
Dengan sempurna lenyapnya system feodalisme di Perancis, lahirlah dengan selamat hak yang dipastikan oleh Undang-Undang Negara yang mengenai keselamatan perseorangan.



















KEPASTIAN UNDANG-UNDANG

Setelah Feodalisme Perancis sampai ke Undang-Undang Dasarnya runtuh dilanggar oleh taufan Revolusi Besar (1789), maka tercantumlah dalam Buku Undang-Undang Negara semua hak untuk melindungi seseorang warga negara.
Undang-undang yang memperlindungi diri seseorang itu dalam satu Negara Demokrasi lazim dinamakan hak demokrasi. Yang kami maksudkan pada pasal ini ialah khususnya hak seseorang kalau ia berurusan dengan apa yang dinamai sesuatu pelanggaran. Jika dicocokkan dengan istilah di atas, itulah rupanya hak negatif, hak menolak bahaya sewenang-wenang dalam hal penangkapan, pemeriksaan dan pengadilan. Orang yang belum tentu salah, ataupun sudah dianggap salah itu, tiadalah boleh ditangkap semau-maunya oleh siapapun saja, untuk diperas keterangannya dengan bermacam-macam siksaan dan akhirnya dihukum sewenang-wenang melanggar pri kemanusiaan!
Kepastian hak dalam cara menangkap, memeriksa dan mengadili perkara seseorang yang dianggap pelanggar, tentulah tiada sama bentuknya pada beberapa negara demokrasi, seperti Inggris, Perancis, Amerika dan lain-lain. Tetapi kalau boleh saya ikhtisarkan maka kurang lebih isinya sebagai berikut:
1.      Tiadalah boleh seseorang warga negara, di negara demokrasi, ditangkap begitu saja, kecuali oleh orang yang diwajibkan menurut undang-undang, atas nama badan pemerintah yang syah, dengan alasan yang terbukti, dan dibuktikan oleh saksi yang sudah disumpah dan menurut instruksi (tuduhan) yang benar-benar, berkenaan dengan undang-undang Negara yang sudah ditetapkan lebih dahulu oleh badan perwakilan rakyat yang syah.

2.      Dalam pemeriksaan menjelang pengadilan terbuka (voor-onderzoek), si tertuduh dibolehkan mengemukakan saksinya sendiri dan ahli hukum yang sudi membela perkaranya. Di sini paksaan dan siksaan yang oleh dunia hukum Anglosaxen biasa dinamakan, “third degree method”, sama sekali tiada boleh dipakai oleh yang memegang kekuasaan. Seterusnya kalau hakim menganggap tuduhan pelanggaran itu memang berdasarkan undang-undang, maka si tertuduh harus dibawa di depan pengadilan negara yang syah, dan diberi hak sepenuhnya untuk membela diri sendiri, mengemukakan saksinya dan memakai pembela ahli hukum dalam menghadapi para ahli, pegawai dan organisasi yang kuat kepunyaan negara di sidang terbuka.

3.      Si tertuduh  dihukum dengan cara yang ditetapkan oleh Undang-undang Negara (digantung, dipenjara, didenda atau diturunkan pangkat) menurut kepastian (lamanya di penjara, banyaknya denda) yang ditetapkan oleh Undang-Undang Negara juga. Semua itu harus terjadi setelah diperiksa dan diadili di muka umum oleh Pengadilan Negara yang sudah disyahkan, dimana si tertuduh berhak membela diri, kalau perlu dengan pertolongan ahli, terhadap si penuduh yang dibantu oleh para ahli dan organisasi Negara. (Seperti tersebut dalam angka 2 di atas).

Di zaman sewenang-wenang, seseorang warga negara ditangkap, diperiksa dan dihukum oleh satu badan atau satu orang saja. Sudahlah tentu seseorang yang ditangkap itu dihukum karena kepentingan pihak si penuduh sendiri (benci, dengki, dan lain-lain). Sebab itulah penangkapan dan pemeriksaan itu berwujud hendak menghukum yang ditangkapnya itu. Di zaman demokrasi, keterangan sempurna dari si penuduh dan si tertuduh dibandingkan oleh hakim menurut Undang-Undang yang syah.
Memang banyaklah kemajuan yang diperoleh Revolusi Besar di Perancis dalam hal perlindungan diri seseorang warga. Tetapi puncak kesempurnaan itu dimanapun juga dalam Alam Raya ini atau dalam semua cabang kehidupan, tiadalah kita kenal. Yang sempurna kita peroleh sekarang, besok dibatalkan oleh yang lebih sempurna. Inipun bakal dibatalkan pula oleh yang lebih sempurna........ad infinitum.......tak putus-putusnya. Di tempat manapun juga dan di tempo apapun berlakulah gerakan thesis dan pembatalan (anti-thesis) mendapatkan synthesis. Janganlah kita gusar dan kecewa karena keadaan itu, sebaliknya kita mesti gembira dan puas. Karena buat kita dan anak cucu kita masih ada hal yang harus kita capai. Inilah namanya hidup, gerakan perubahan dan perbaikan kekayaan alam, terus menerus tak ada berhentinya; thesis, synthesis. Perbaikan bukanlah benda kosong, mengejar perbaikan bukanlah pekerjaan sia-sia (mengejar fatamorgana). Bukankah masyarakat beradab feodalpun lebih baik daripada masyarakat kayau-mengayau (buas bunuh-membunuh)?
Adanya thesis feodalisme tentang hak pribadi, ditentang oleh anti thesis golongan 3e stand (ketiga) dan mendapatkan synthesis borjuis seperti kita uraikan di atas, ialah hak perlindungan diri yang demokratis. Synthesis diperoleh kaum borjuis sebagai hasil perjuangannya melawan kaum feodal itu, sekarang sudah berubah menjadi thesis, karena berhadapan dengan anti-thesis kaum proletar dan bangsa berwarna yang terjajah, karena:
1.      Apakah artinya cara (oleh siapa, atas nama siapa, alasan apa dan instruksi mana) menangkap itu. Tiadakah dalam masyarakat kapitalisme lebih 55% warga negaranya dan dalam masyrakat jajahan lebih kurang 99% penduduknya senantiasa terancam oleh krisis ekonomi, pengangguran, peperangan, paceklik, hongeroedeem dan lain-lain? Bukankah 99,9% dari pelanggaran undang-undang itu berurat pada kebusukan masyarakat sendiri dan kebodohan serta kemelaratan anggota masyarakat itu sendiri?

2.      Apakah artinya pemeriksaan pengadilan yang umum, yang dibela ahli dan diawasi oleh hakim, kalau si pesakitan itu orang miskin tak punya pendidikan dan pengetahuan cukup buat membela diri sendiri dan tak punya uang buat menyewa pokrol bambu yang licin.....yang bisa menghitamkan yang putih?

3.      Pada satu pihak ahli hukum yang adilpun mempunyai kepentingan, pendidikan dan pemandangan hidup secara borjuis. Pada lain pihak dalam masyarakat yang demokratis-kapitalis, penjara modern lebih memberi perlindungan hidup (makanan,  pakaian dan penginapan) daripada masyarakat di luar penjara, kepada sebagian anggota masyarakat.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar