DAFTAR ISI
Pengantar Penulis
Daftar Isi
Perjuangan Dua Kodrat
Human Right (Hak Manusia)
Hak Perlindungan diri
Kepastian Undang-Undang
Pulang ke Indonesia
Di Deli
Semarang Kota Merah
Tangkap Buang I
Menjelang Filipina dan Canton
Bagaimana Halnya Alat Cetak
Filipina
Tangkap Buang II
Kemana
Pengantar Penulis
Banyak sudah teman seperjuangan di
luar dan di dalam penjara yang mengusulkan, supaya saya menuliskan sejarah
hidup saya. Katanya, agar pengalaman-pengalaman yang sudah saya dapatkan boleh
dijadikan pelajaran para pahlawan kemerdekaan sekarang dan di hari depan.
Baru sebulan-dua yang lampau saya
putuskan menerima usul itu. Sebelumnya itu saya tiada memandang perlunya yang
diusulkan tadi. Alasan pertama ialah karena banyak pekerjaan lain yang jauh
lebih penting daripada melukiskan sejarah hidup diri sendiri. Pekerjaan yang
lain itu harus dikerjakan dengan cepat dan penuh perhatian. Alasan kedua ialah
karena menuliskan sejarah hidup selama lebih dari setengah abad yang banyak turun
naik, ialah penuh dengan “up and down”,
yang mengandung lebih banyak “down”
dari pada “up”, bukanlah suatu
pekerjaan yang dapat disambilkan begitu saja. Alasan terakhir, yang tidak
kurang pentingnya pula, ialah karena keadaan diri saya sendiri. Kehilangan
kemerdekaan yang sudah pasti disertai oleh hari depan yang tidak pasti disertai
oleh hari depan yang tidak pasti, ditambah pindah tempat kian-kemari tak
tertentu, acapkali di tempat yang tak mengizinkan tulis menulis. Selanjutnya
berhadapan dengan kemungkinan, apa yang dituliskan itu kelak akan “disita”,
dijadikan alasan ini dan itu sebagai bahan fluister-campagne
lawan yang tidak fair. Karena pertimbangan-pertimbangan yang demikian ini, maka
mulanya sejarah saya hendak saya serahkan kepada sang sejarah sendiri.
Tetapi setelah di penjara Magelang
saya mendapat sel yang sunyi senyap tak bercampur dengan para tawanan lain, dan
mendapat kertas, potlot dan meja buat menulis, maka timbullah pikiran untuk
menulis, meskipun buat “mengisi waktu” saja.
Mulanya saya hendak meneruskan
tulisan saya tentang ASLIA, yang sudah mulai ditulis pada tahun 1942 di
Jakarta. Tetapi karena kopynya tidak saya pegang sendiri dan bahan statistik
yang amat penting berhubung dengan ekonomi dan lain-lain entah dimana pula
tersangkutnya bersama kopy ASLIA itu, maka saya terpaksa menunda terus
pekerjaan yang lima tahun lampau telah saya mulai. Demikian sendirinya sasya
terpaksa menuliskan beberapa peringatan ini.
Jadinya yang saya tuliskan disini
bukanlah sejarah hidup dalam arti kata yang sebenarnya. Bukanlah sejarah hidup
yang biasa ditulis menurut tarikh dari masa kanak-kanak sampai masa dewasa,
dari masa pendidikan sampai masa bekerja buat masyarakat, yang biasanya tepat
digambarkan oleh nama buku “Life and Work”,
atau “Hidup dan Pekerjaan”. Tetapi tiada pula saya menuliskan sesuatu yang
tiada mengandung sejarah, ialah yang bukan sejarah hidup saya.
Apa yang saya tuliskan kelak boleh
dibandingkan dengan kejadian yang sebenarnya, tak lebih dan tak kurang, oleh
ahli sejarah. Beberapa orang yang namanya saya ajukan di sini, kelak boleh
dicari dan ditanya oleh mereka yang berkeinginan. Kalau tidak cocok benar,
bukanlah terletak pada kemuauan, melainkan pada kesilapan sebagai manusia atau
sifatnya memory, ialah peringatan.
Cuma apa yang dituliskan itu hanya sebagian
saja daripada sejarah hidup saya. Bagian itu saya anggap bukan bagian yang
kurang penting, karena rapat perhubungannya dengan usaha saya melakukan hasrat
kemerdekaan dalam arti politik dan ekonomi. Bagian hidup itu saya pusatkan pada
beberapa penjara. Berhubung dengan itu sepatutnya pulalah sekitar tiap-tiap
penjara itu diberi penerangan. Begitulah, maka tiap-tiap penjara itu diterangi
oleh keadaan sebelum, sedang dan sesudahnya saya masuk penjara.
Demikianlah berturut-turut saya riwayatkan
sebelum, sedang dan sesudahnya saya dipenjarakan di Hindia Belanda, Filipina,
Hongkong dan di Republik Indonesia. Mungkin bukunya terbagi menjadi dua jilid.
Kalau begitu maka jilid pertama hanya meriwayatkan sekitar penjara Hindia
Belanda dan Filipina.
Usaha saya menjalankan kewajiban
menuntut kemerdekaan rakyat Indonesia dan diri saya sendiri nyata mendapat
halangan keras dari Imperialisme Belanda, Amerika dan Inggris. Bagi saya hal
itu tak mengherankan dan tak mengecilkan hati. Sebaliknya saya merasa gembira
menyaksikan hebatnya perjuangan rakyat Indonesia di mata Imperialisme
Internasional. Saya percaya pula, jika kelak semua halangan itu sekali
terpelanting dan kemerdekaan 100% tercapai, maka pada saat itu akan terjaminlah
kesentosaan, kemakmuran dan kebahagiaan rakyat Indonesia yang merdeka itu.
Semua kodrat lahir dan bathin yang dibangunkan dan diperoleh guna melemparkan
semua halangan itu, kelak akan menjelma menjadi kodrat pembangun dan pelindung
dalam segala-galanya. Semakin banyak kodrat itu diperlukan dan diperoleh,
semakin teguh jaminan buat hari depannya rakyat Indonesia.
Buku ini saya beri nama “Dari Penjar
ke Penjara”. Memang saya rasa ada perhubungan antara Penjara dengan Kemerdekaan
sejati. Barang siapa sungguh menghendaki kemerdekaan buat umum, segenap waktu
ia harus siap sedia dan ikhlas buat menderita “Kehilangan Kemerdekaan diri
sendiri”.
Siapa ingin Merdeka harus bersedia
dipenjara.
Penjara Ponorogo, September
1947 TAN
MALAKA
PERJUANGAN DUA KODRAT
Tak seberapa salahnya, kalau
dikatakan bahwa alam raya kita ini, laksana satu gelanggang perjuangan yang tak
putus-putusnya, antara dua kodrat yang dalam hakikatnya berderajat sama, ialah
kodrat negatif dan kodrat positif. Dipandang dari sudut lain dan bergerak di
lapangan lain, kedua kodrat yang sederajat ini menjelma berupa kodrat penolak
dan kodra penarik (repulsion and attraction).
Rupanya Ilmu modern sedang
memusatkan semua cabang pengetahuan dalam golongan ilmu alam dan ilmu
kimia. Pada ilmu listrik, ilmu alam dan
ilmu pisah keduanya mempunyai sari yang sama, ialah ilmu listrik. Memangnya
dalam ilmu listrik inilah perjuangan terus menerus antara dua kodrat di atas
tadi, nyata sekali. Mulai dari badan terkecil yang dinamai atom, maka kodrat negatif
dan positif tadi menjelmakan pertentangan terus menerus. Adapun dua kodrat
tersebut berbadan pada dua bahagian atom itu, ialah elektron dan proton. Badan
atom yang oleh ilmu modern dianggap terkecil itu, adalah hasil perjuangan dua
kodrat positif dan negatif tadi, atau dipandang dari sudut lain adalah hasil
perjuangan kodrat menolak dan kodrat menarik. Pun adanya Badan Terbesar di
seluruhnya Alam Terkembang ini,
seperti Bumi, Bintang, Komet dan Matahari, adalah hasil kodrat negatif-positif,
serta tolak-tarik dalam juta-milyunan tahun.
Kalau sekarang kita beralih
memandang dengan kecepatan kilat arah sejarah filsafat, ialah bayangan gerakan
sejarah Masyarakat, dari Heraklit – Demokrit sampai ke Hegel......dan dari
Hegel sampai ke Marx – Engels, maka perjuangan dua kodrat tersebut di atas,
dalam lapangan alam raya tadi, dalam gelanggang filsafat ini, bolehlah kita
ibaratkan dengan perjuangan thesis dan antithesis yang menghasilkan
synthesis......terus menerus tak putu-putusnya.
Tetapi dengan perlompatan dari
lapangan ilmu pasti ke lapangan filsafat janganlah kita lupakan perbedaan dasar
antara dua golongan ahli filsafat ialah golongan idealis dan golongan
materialis. Dialektikanya Hegel adalah berdasarkan Absolute Idee (Rohani
Mutlak). Sedangkan buat Heraklit – Demokrit, Marx – Engels, dialektika adalah
berdasarkan benda (matter).
Syahdan buat Hegel, Rohani – Mutlak
inilah yang menggerakkan thesis dan antithesis serta menghasilkan synthesis
terus menerus. Laksana thesis – sayap kanan dengan anti thesis – sayap kiri
dari synthesis seekor burung yang terbang melambung tinggi di angkasa terus
menerus, dan tak pernah turun ke tanah......Posistion,
Ignoration, Ignoration der Ignoration.
Dalam ilmu alam Heraklit dan
Demokrit tak pernah meninggalkan daratan. Hasil pikiran kedua ahli ini
diantaranya ialah hypothesis
(persangkaan) adanya benda molekule dan atom yang di zaman mereka hidup tidak
dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi yang sekarang dibenarkan oleh ilmu
modern, disaksikan dengan teropong, yakni sesudah kurang lebih 2500 tahun hypothesis itu didapatkan.
Hasil dari dialektika berdasarkan
benda ialah pendapatan Marx dalam ilmu ekonomi tentang theori surplus value (nilai lebih), dan pendapat Marx – Engels
dalam filsafat yang dikenal sebagai historis – materialisme dan dialektis –
materialisme, dialektika berdasarkan benda.
Bukan maksud kami hendak menguraikan
pemandangan hidup ( Weltanschauung)
dalam buku kecil ini. Pandangan hidup sedemikian sudah diuraikan dalam Madilog.
Pemandangan diatas dikemukakan sedikit hanya sekedar untuk mengembangkan
suasana tempat bergeraknya apa yang penulis namakan perjuangan antara negatif
dan positif, antara kodrat penolak dan kodrat penarik, antara thesis dan
anti-thesis dalam dunia hukum. Bukan hukum dalam pengertian umum luas melainkan
dalam beberapa perkara yang bersangkutan dengan hukum. Bukan hukum yang
mengenai seluruh masyarakat, bahkan bukan pula hukum yang mengenai segolongan
manusia, melainkan hukum yang mengenai diri penulis sendiri saja.
Tegasnya perjuangan Adil dan Zhalim
yang memakai diri dan hidup penulis ini sendiri sebagai medan perjuangan itu;
perjuangan antara Adil dan Zhalim yang bersangkutan dengan hukum yang dilakukan
atas diri dan hidup Sahibul hikayat ini sendiri oleh Imperialisme Belanda,
Amerika dan Inggris. Akhirnya oleh Republik Indonesia yang berdasarkan
KeTuhanan, Kemanusiaan, Keadilan Sosial, Persatuan dan Kedaulatan Rakyat
ini....... dan ke apa lagian itu.
Perlakuan atas diri dan hidup kami
itu tidak dipandang dengan mata dan perasaan perseorangan semata-mata,
melainkan dengan jiwa yang mengakui adanya perjuangan dan kodrat, juga yang
mengakui Alam Raya kita. Menurut paham kami maka masyarakat golongan dalam
masyarakat itu, bahkan seorang anggotapun dalam cabang penghidupan yang
mananapun juga, tak dapat luput dari kekuasaan dua kodrat itu......thesis dan
anti thesis.
Buku kecil ini meriwayatkan dan anti
thesis di atas kulit kami.
HUMAN RIGHT
(HAK MANUSIA)
Hukum yang mengenai Hak Manusia ini
daerahnya amat luas. Tiadalah tempatnya, dan tiadalah pula maksud kami hendak
menguraikan Hak-Manusia itu seluruhnya dan satu-persatunya. Yang akan
disinggung di sini, hanyalah bagian yang terutama mengenai kepastian tentang
perlindungan diri seseorang anggata masyarakat.
Buat menginsyafi tempat Perlindungan
Diri dalam daerah hukum, baiklah kalau diadakan tinjauan kilat atas seluruhnya
Hukum yang mengenai Hak Manusia itu.
Tinjauan itu tidak susah dilakukan kalau kita memandang dengan cara
meninjau Alam Raya seperti di atas, yakni memisahkan yang positif dan negatif
serta yang menarik dan yang menolak.
Syahdan adalah dua kodrat terbesar
yang menggerakkan jiwa semua yang hidup, jadi juga jiwa manusia. Pertama:
kehendak mau hidup, dan kedua: kehendak jangan mati. Kalau kehendak yang
pertama kita sebutkan positif maka yang kedua ialah negatif. Kalau umumnya
hasrat manusia itu merengkuh-menarik yang pertama, maka ini berarti pula bahwa
dia berhasrat menolak yang kedua.
Dalam arti yang konkreet, yang nyata
berlaku sehari-hari, yang pertama itu merupakan mencari alat hidup seperti
makanan, minuman, pakaian, perumahan dan lain-lain, sedang yang kedua merupakan
menolak bahaya dari penyakit dan kelaparan.
Perjuangan hak artinya perjuangan
merebut hak yang positif dan yang negatif tadi, yakni sebagai yang telah
berhasil berupa Magna Charta dan The Rights of Men, seperti termaktub dalam
hukum di Inggris dan Amerika, berupa Les Droits des Hommes, seperti Dasar
Undang-Undang di Perancis dan akhirnya berupa Hak-Bekerja di Soviet Rusia.
Perjuangan di Inggris, Amerika,
Perancis dan Rusia itu bukanlah perjuangan seseorang (individu) melawan seorang
lain, melainkan perjuangan satu golongan melawan golongan lain, buat
mendapatkan kebahagiaan hidup dan menolak mara bahaya bagi kepentingan golongan
itu sendiri. Yang demikian ini tiadalah merubah hasrat perjuangan tadi ialah
mendapat yang positif dan menolak yang negatif.
Kita akan lupa melihat hutan dan
cuma akan tersesat perhatian melihat pohon-pohon saja kalau kita pelajari semua
hak yang diperoleh golongan yang memang dalam perjuangan borjuis melawan
ningrat di Perancis dan Inggris, nasionalis Amerika melawan Inggris di sana,
dan proletariat melawan ningrat-borjuis di Rusia. Sebenarnya cukuplah sudah
kalau kita kupas saja semboyan dalam revolusi Perancis, ialah Kemerdekaan,
Persamaan dan Persaudaraan, semboyan yang masih bisa menggerakkan jiwa manusia
yang tertekan.
Dalam hakekatnya maka makna positif
dari semboyan Kemerdekaan itu ialah merdeka melakukan pencarian hidup seperti
bertani, berdagang, membangun perusahaan dan merdeka menjalankan pekerjaan
tersebut serta merdeka memiliki, menjual atau membeli hasil pencarian itu, dan
akhirnya memilih wakil buat Badan Politik, daerah atau pusat, merdeka pula
menganut sesuatu faham atu membela faham itu dengan tulisan dan tulisan.
Sebaliknya makna yang negatif, ialah
lepas-bebas dari ikatan feodalisme yang berhubungan dengan pencarian hidup itu,
dan lepas bebas pula daripada tindakan sewenang-wenang dari pihak polisi dan
Mahkamahnya Raja bersama bangsawannya.
Persamaan ialah derajat yang
dituntut oleh kaum borjuis Perancis, supaya hak itu, baik positif atau negatif,
sama rata boleh dimiliki semua warga negara Perancis, Ningrat, Pendeta, Borjuis
ataupun Proletariat Perusahaan dan Pertanian.
Persaudaraan, dalam hakekatnya ialah
persamaan pelayanan satu daerah Perancis dengan daerah lainnya terhadap
pengeluaran dan pemasukan barang, yakni yang mengenai bea cukai. Janganlah satu
daerah menghambat daerah lain dalam Negara Perancis sendiri oleh politik bea
cukai itu. Janganlah satu daerah menghambat daerah lain dalam Negara Perancis
sendiri oleh politik bea-cukai. Cukuplah satu kali membayar cukai di satu
daerah saja sebagai bagian dari Perancis yang bersatu-bersaudara. Satu kali
dibayar pada satu daerah, tak perlu daerah-daerah lain yang dilalui barang itu
mencukai lagi. Ini artinya bersatu-bersaudara.
Barangkali karena sangat dipengaruhi
oleh momok Facisme dan Nazi-isme atau karena juga negatifnya sikap kapitalisme
terhadap kaum proletar, maka almarhum Presiden Roosevelt membentuk dua syarat diantara empat tuntutan
kemerdekaannya, ialah: pertama lepas-bebas dari ketakutan (freedom of fear) dan kedua lepas-bebas dari kelaparan. Sebenarnya
bisa dibentuk secara negatif dan positif, yakni satu negatif; lepas bebas dari
ketakutan (tangkapan), kedua positif; berhak diberi pekerjaan oleh Negara.
Tetapi kaum kapitalis memang tak mau
positif, ialah menjamin pencaharian hidup tiap-tiap warga negaranya.
Lebih tangkas, lebih pendek, dan
lebih meresap adalah semboyan yang berhubungan dengan syarat hidup di atas itu
saja, sudah nyatalah perbedaan posisi dua kaum yang bertentangan. Semboyan
borjuis, dengan Roosevelt sebagai juru bicaranya, adalah bersifat negatif
(menolak), yakni menolak kelaparan. Sebaliknya semboyan Bolsjewikj dengan Lenin
sebagai juru bicaranya bersifat positif, menuntut alat hidup yang terpenting,
ialah tanah dan roti.
HAK PERLINDUNGAN
DIRI
Bahwa hak negatif berupa hak
perlindungan diri sama artinya dengan hak positif, berupa hak mendapatkan
pencarian hidup, keduanya atas jaminan Negara, tiadalah lama perlu difahamkan.
Tak adalah gunanya makanan lezat dan
melimpah-limpah, pakaian halus atau tebal buat di musim panas dan sejuk
bertimbun-timbun, kasurnya empuk serta selimut dan kelambu tak kekurangan,
kalau perlindungan diri tak terjamin. “Nasi dimakan berasa sekam, air diminum
berasa duri”, tidur gelisah karena hati panas senantiasa dalam ketakutan bahaya
saja.
Si Budak-Belian di zaman Yunani dan
Roma sering mendapat perlayanan lahir yang memuaskan, sering menjadi mandor
perusahaan atau gurunya anak orang kaya. Tetapi dengan keadaan sedemikian
belumlah mereka merasa aman tentram dan menganggap dirinya manusia penuh. Tuan
yang baik budi mungkin besok jatuh melarat ataupun meninggal. Si Budak mungkin
pula bertukar tuan. Si Budak tak berhak apa-apa, tak diperlindungi oleh
Undang-Undang Negara. Dia boleh dijual atau dibeli seperti barang, boleh
dikerjakan terus-menerus atau dipukuli sampai mati. Tak ada orang, golongan
atau badan politik yang melindunginya.
Di zaman Feodal, Serf, (budak-hamba
sahaya) itu tak boleh lagi dijual belikan. Dia terikat pada tanah tuannya,
bekerja buat tuannya. Dari pada hasil pekerjaannya yang dibolehkan untuk diri
dan keluarganya, ialah secukupnya buat keperluan hidup seperti Budak belian
Yunani, yakni seperti hewan pengangkut. Beratlah konon pajak di Perancis yang
mesti dibayar oleh Budak-Feodal! 14% lagi dibayarkan kepada kaum Ninggrat, 14%
lagi dibayarkan kepada kaum Pendeta, dan 53% harus dibayarkan kepada Kerajaan.
Sisanya yang tinggal 19% itulah yang boleh dimiliki buat keperluan hidup diri
sekeluarganya.
Bagaimanakah kalau panen gagal, dan
si budak sudah banyak pula berhutang buat membeli bibit, pupuk atau keperluan
sosial sebagai manusia???
Kalau saya tak salah, di antara
penduduk Perancis yang 25 juta di masa revolusi itu, cuma 200 ribu atau cuma 1%
sajalah kaum berpunya dan berkuasa, ialah kaum Ningrat dan Pendeta. Yang 99%,
ialah kaum dinamakan golongan ketiga (Derde
stand). Dalam Golongan ketiga ini termasuk kaum tani, buruh dan ....borjuis
(bankir, majikan dan saudagar). Pendeta Sieyes yang mengambil bagian besar di
babak pertama dalam Revolusi Perancis 1789, mengadakan tanya jawab yang jitu
dan pendek:
“Apakah Golongan ketiga itu?”
(Djawab): “Semua!”
“Apakah mereka sampai sekarang?”
(Djawab): “Tidak apa-apa.”
“Apakah kemauan mereka?”
(Djawab): “Semua.”
Golongan ketiga mendesak,
memperjuangkan dan dengan sempurna mendapatkan hak perseorangan manusia (Les
Droits de l’Homme) yang masih menjadi batu ujian sampai sekarang.
Pergolakan merebut hak perseorangan
yang berupa positif dan negatif itu yang berupa merebut hak buat pencarian
hidup dan hak mendapat perlindungan pasti oleh undang-undang Negara itu memang
lama berlaku terutama di dunia Barat. Perjuangan proletaria tanah melawan patricia, tuan tanah Roma yang dipimpin
berturut-turut oleh dua saudara Grachus dan oleh Catalina, perjuangan buruh
tanah dan perusahaan di Jerman, semua itu adalah tuntutan buat mendapatkan hak
yang pasti. Tetapi baik di Roma ataupun di Jerman, alat masyarakat lama dalam
produksi dan sosial masih kuat, belum bisa ditumbangkan. Sebaliknya pula
alat-alat masyarakat baru dalam produksi dan sosial masih belum cukup kuat
untuk menggantikan yang lama.
Di Perancis masyarakat feodal memang
bobrok, ke dalam dan keluar, tak sanggup lagi meneruskan hidupnya masyarakat
itu. Cara menghasilkan di atas tanah dan di dalam perusahaan amat mengungkung
golongan-baru-kuat dalam masyarakat, ialah kaum borjuis dengan bantuan kaum
proletar. Pertentangan hidup dalam segala-gala, dalam perekonomian, politik,
sosial, kebudayaan dan akhirnya dalam hal perlindungan, yang tiada berkurang
artinya, amat menyolok mata. Hak luar biasa dari mereka yang memegang kekuasaan
dapat dipakai setiap waktu terhadap sembarang warga.
Dengan “lettre de chachet” dengan tak ada tuduhan pelanggaran undang-undang
yang pasti dan ditetapkan lebih dahulu, orang yang tidak disukai sewaktu-waktu
boleh ditangkap dan ditahan dalam penjara, selama maunya yang berkuasa itu
saja. Sering terjadi mereka yang tiada bersalah sedikitpun seumur hidup
meringkuk dalam penjara yang gelap sempit dan kotor kamarnya.
Dalam pemeriksaan untuk mendapatkan
bukti pelanggaran, seseorang yang dituduh dan ditahan itu boleh disiksa,
dipukul, disepit anggota badannya dengan besi, ditusuk jarinya atau dibakar
mulutnya...........sampai si pesakitan terpaksa mengaku. Sering atau acap kali
terjadi pesakitan terpaksa mengaku. Sering atau acapkali terjadi pesakitan mengakui tuduhan, bukan karena ia
melakukan pekerjaan yang dituduhkan itu, melainkan karena tidak tahan siksaan.
Hukuman dijatuhkan semau-mau hakim
saja. Tidak sedikit hukuman dijatuhkan pada orang yang sebenarnya tiada
bersalah, yang tak kalah beratnya dengan hukuman yang dijatuhkan kempetai
Jepang. Sebelum revolusi Perancis itu orang boleh dianiaya, dikoyak menjadi
empat ditarik dengan kuda, direndam sampai mati atau dibakar hidup-hidup.
Dengan runtuhnya Bastille, maka
berhentilah semua penangkapan, pemeriksaan dan hukuman sewenang-wenang itu.
Bastile adalah penjara di kota Paris, lambang sewenang-wenang feodalisme yang
diratakan dengan tanah oleh rakyat revolusioner.
Lenyaplah marabahaya yang
sewaktu-waktu bisa menimpa diri seseorang warga negara dengan hancur leburnya
masyarakat (feodalisme sampai ke akar-akarnya).
Dengan sempurna lenyapnya system
feodalisme di Perancis, lahirlah dengan selamat hak yang dipastikan oleh
Undang-Undang Negara yang mengenai keselamatan perseorangan.
KEPASTIAN
UNDANG-UNDANG
Setelah Feodalisme Perancis sampai
ke Undang-Undang Dasarnya runtuh dilanggar oleh taufan Revolusi Besar (1789),
maka tercantumlah dalam Buku Undang-Undang Negara semua hak untuk melindungi
seseorang warga negara.
Undang-undang yang memperlindungi
diri seseorang itu dalam satu Negara Demokrasi lazim dinamakan hak demokrasi.
Yang kami maksudkan pada pasal ini ialah khususnya hak seseorang kalau ia
berurusan dengan apa yang dinamai sesuatu pelanggaran. Jika dicocokkan dengan
istilah di atas, itulah rupanya hak negatif, hak menolak bahaya sewenang-wenang
dalam hal penangkapan, pemeriksaan dan pengadilan. Orang yang belum tentu
salah, ataupun sudah dianggap salah itu, tiadalah boleh ditangkap semau-maunya
oleh siapapun saja, untuk diperas keterangannya dengan bermacam-macam siksaan
dan akhirnya dihukum sewenang-wenang melanggar pri kemanusiaan!
Kepastian hak dalam cara menangkap,
memeriksa dan mengadili perkara seseorang yang dianggap pelanggar, tentulah
tiada sama bentuknya pada beberapa negara demokrasi, seperti Inggris, Perancis,
Amerika dan lain-lain. Tetapi kalau boleh saya ikhtisarkan maka kurang lebih
isinya sebagai berikut:
1. Tiadalah boleh seseorang warga
negara, di negara demokrasi, ditangkap begitu saja, kecuali oleh orang yang
diwajibkan menurut undang-undang, atas nama badan pemerintah yang syah, dengan
alasan yang terbukti, dan dibuktikan oleh saksi yang sudah disumpah dan menurut
instruksi (tuduhan) yang benar-benar, berkenaan dengan undang-undang Negara
yang sudah ditetapkan lebih dahulu oleh badan perwakilan rakyat yang syah.
2. Dalam pemeriksaan menjelang
pengadilan terbuka (voor-onderzoek),
si tertuduh dibolehkan mengemukakan saksinya sendiri dan ahli hukum yang sudi
membela perkaranya. Di sini paksaan dan siksaan yang oleh dunia hukum
Anglosaxen biasa dinamakan, “third degree
method”, sama sekali tiada boleh dipakai oleh yang memegang kekuasaan.
Seterusnya kalau hakim menganggap tuduhan pelanggaran itu memang berdasarkan
undang-undang, maka si tertuduh harus dibawa di depan pengadilan negara yang
syah, dan diberi hak sepenuhnya untuk membela diri sendiri, mengemukakan
saksinya dan memakai pembela ahli hukum dalam menghadapi para ahli, pegawai dan
organisasi yang kuat kepunyaan negara di sidang terbuka.
3. Si tertuduh dihukum dengan cara yang ditetapkan oleh
Undang-undang Negara (digantung, dipenjara, didenda atau diturunkan pangkat)
menurut kepastian (lamanya di penjara, banyaknya denda) yang ditetapkan oleh
Undang-Undang Negara juga. Semua itu harus terjadi setelah diperiksa dan
diadili di muka umum oleh Pengadilan Negara yang sudah disyahkan, dimana si
tertuduh berhak membela diri, kalau perlu dengan pertolongan ahli, terhadap si
penuduh yang dibantu oleh para ahli dan organisasi Negara. (Seperti tersebut
dalam angka 2 di atas).
Di zaman sewenang-wenang, seseorang
warga negara ditangkap, diperiksa dan dihukum oleh satu badan atau satu orang
saja. Sudahlah tentu seseorang yang ditangkap itu dihukum karena kepentingan
pihak si penuduh sendiri (benci, dengki, dan lain-lain). Sebab itulah
penangkapan dan pemeriksaan itu berwujud hendak menghukum yang ditangkapnya
itu. Di zaman demokrasi, keterangan sempurna dari si penuduh dan si tertuduh
dibandingkan oleh hakim menurut Undang-Undang yang syah.
Memang banyaklah kemajuan yang
diperoleh Revolusi Besar di Perancis dalam hal perlindungan diri seseorang
warga. Tetapi puncak kesempurnaan itu dimanapun juga dalam Alam Raya ini atau
dalam semua cabang kehidupan, tiadalah kita kenal. Yang sempurna kita peroleh
sekarang, besok dibatalkan oleh yang lebih sempurna. Inipun bakal dibatalkan
pula oleh yang lebih sempurna........ad infinitum.......tak putus-putusnya. Di
tempat manapun juga dan di tempo apapun berlakulah gerakan thesis dan
pembatalan (anti-thesis) mendapatkan synthesis. Janganlah kita gusar dan kecewa
karena keadaan itu, sebaliknya kita mesti gembira dan puas. Karena buat kita
dan anak cucu kita masih ada hal yang harus kita capai. Inilah namanya hidup,
gerakan perubahan dan perbaikan kekayaan alam, terus menerus tak ada
berhentinya; thesis, synthesis. Perbaikan bukanlah benda kosong, mengejar
perbaikan bukanlah pekerjaan sia-sia (mengejar fatamorgana). Bukankah
masyarakat beradab feodalpun lebih baik daripada masyarakat kayau-mengayau
(buas bunuh-membunuh)?
Adanya thesis feodalisme tentang hak
pribadi, ditentang oleh anti thesis golongan 3e stand (ketiga) dan mendapatkan
synthesis borjuis seperti kita uraikan di atas, ialah hak perlindungan diri
yang demokratis. Synthesis diperoleh kaum borjuis sebagai hasil perjuangannya
melawan kaum feodal itu, sekarang sudah berubah menjadi thesis, karena
berhadapan dengan anti-thesis kaum proletar dan bangsa berwarna yang terjajah,
karena:
1. Apakah artinya cara (oleh siapa,
atas nama siapa, alasan apa dan instruksi mana) menangkap itu. Tiadakah dalam
masyarakat kapitalisme lebih 55% warga negaranya dan dalam masyrakat jajahan
lebih kurang 99% penduduknya senantiasa terancam oleh krisis ekonomi,
pengangguran, peperangan, paceklik, hongeroedeem
dan lain-lain? Bukankah 99,9% dari pelanggaran undang-undang itu berurat pada
kebusukan masyarakat sendiri dan kebodohan serta kemelaratan anggota masyarakat
itu sendiri?
2. Apakah artinya pemeriksaan
pengadilan yang umum, yang dibela ahli dan diawasi oleh hakim, kalau si
pesakitan itu orang miskin tak punya pendidikan dan pengetahuan cukup buat
membela diri sendiri dan tak punya uang buat menyewa pokrol bambu yang
licin.....yang bisa menghitamkan yang putih?
3. Pada satu pihak ahli hukum yang
adilpun mempunyai kepentingan, pendidikan dan pemandangan hidup secara borjuis.
Pada lain pihak dalam masyarakat yang demokratis-kapitalis, penjara modern
lebih memberi perlindungan hidup (makanan,
pakaian dan penginapan) daripada masyarakat di luar penjara, kepada
sebagian anggota masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar