(Foto Para guru Kweekschool pada tahun 1908. Guru Horensma paling kanan)
“Sewaktu Tan Malaka meninggalkan
Telukbayur berlayar menuju Negeri Belanda guna melanjutkan studinya di sebuah
sekolah guru di Haarlem, dekat Amsterdam, ia meninggalkan citra seorang anak
remaja yang lincah, riang, cerdas, sehat, dan oleh karena itu penuh harapan.
Remaja yang humoristis dan sopan itu tampak geha, bagaikan layang-layang
menyonsong angin, bagi mereka yang pernah mengenalnya. Sewaktu masa
kanak-kanak, ia memang bandel dan suka berkelahi sehingga sering mendapat
hukuman dari ayah, ibu dan guru-gurunya. Tetapi, kelincahan, keriangan, dan
terutama kecerdasan otaknya memikat hati banyak orang. Itulah sebabnya mereka
dengan senang hati membantu mengupayakan agar ia dapat terus melanjutkan
pelajarannya. Pertama ke Kweekschool, yang pada waktu itu juga dikenal dengan
nama Sekolah Raja, di Bukittinggi. Kemudian ke Negeri Belanda.
Adalah seorang gurunya di Sekolah
Raja, G.H. Horensma, yang bersama istrinya amat tertarik kepadanya sehingga ia
bersusah payah, dan berhasil mengupayakan agar Tan Malaka melanjutkan studinya
ke Negeri Belanda. Horensma rupanya bukan saja tertarik oleh kecerdasan
otaknya, tetapi juga oleh perangainya yang sopan, lincah, dan riang sehingga
amat menyayanginya. Bahkan dianggapnya sebagai anak angkat. Pada waktu itu
Horensma dan istrinya belum dikarunia seorang anak, dan kemudian ternyata
mereka memang tidak pernah mempunyai anak sendiri. Agar Tan Malaka dapat
belajar dengan tenang di Negeri Kincir Angin itu, Horensma menjadikan dirinya
sebagai tanggungan atau jaminan dalam memperoleh pinjaman dana buat keperluan
bekas muridnya itu meneruskan studinya. Ia pulalah yang melunasi utang pinjaman
Tan Malaka itu terlebih dahulu yang jumlahnya sampai 4.000 gulden lebih. Tan
Malaka kemudian berusaha melunasi kembali utangnya itu kepada Horensma, tetapi
hanya sampai 620 gulden. Sisanya, yang lebih dari 3.000 gulden, tidak pernah
dibayarnya sampai akhir hayatnya. Kepada bekas gurunya itu, ia bukan saja
berutang budi, tetapi juga berutang uang yang dibawanya mati.”
Berikut ini adalah surat yang
terkahir kalinya ditulis Horensma kepada Tan Malaka yang dimuat di buku Harry
Poeze: “Pergulatan Menuju Republik”. Entah bagaimana surat ini berhasil
diselamatkan dan disimpan dalam Arsip Pemerintah Belanda karena Tan Malaka
kemudian akhirnya dibuang ke dari Hindia Belanda.
Inilah surat yang ditulis oleh
seorang Belanda pada muridnya dengan penuh kasih sayang. Isinya sangat
mengharukan. Mungkin bisa diperbandingkan dengan kata-kata Multatuli yang
membela rakyat Lebak.
Sewaktu surat ini ditulis Horensma
belum mengetahui hasil keputusan hakim atas tuntutan jaksa sebagai wakil resmi
pemerintahan Kolonial. Di akhir suratnya Horensma berharap Tan Malaka akan
dibebaskan dan mengajaknya untuk kedua kalinya pergi ke Negeri Belanda agar dia
bisa lepas dari pengaruh politik di Hindia Belanda.
Lalu bagaimana jawaban surat Tan
Malaka atas surat Horensma ini?
Bandung, 20 Februari 1922
Ibrahim yang baik,
Terkejut sekali saya dan istri setelah mendengar penangkapan atas dirimu
yang terjadi secara tiba-tiba itu. Kami tidak tahu tentang brosur-brosurmu dan
tidak begitu bisa percaya kepada berbagai berita dalam harian, tetapi
sehubungan dengan apa yang telah diberitakan tentang perbutan-perbuatanmu, kami
agaknya berpendapat bahwa kau memang telah menyimpang terlalu jauh. Istri saya
segera ke Komisaris Polisi untuk mencoba supaya bisa berjumpa denganmu, tetapi
pagi-pagi kau sudah dipindahkan ke S. Keterangan-keterangan lebih lanjut
tentang perbuatan-perbuatanmu tidak dapat ia berikan kepada kami karena sudah
ada perintah dari kantor kejaksaan, yang karena tindakanmu yang kurang
berhati-hati dan terdorong emosi yang meluap-luap itu akan menimpa dirimu
sendiri serta lingkunganmu. Rupanya, kau tidak menyadari bahwa setiap warga
negara mempunyai kewajiban untuk berbuat dalam batas-batas hukum yang berlaku,
dan bahwa ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum tidak
boleh dibiarkan begitu saja, dan akan melemparkan dirimu ke dalam genggaman
polisi yang harus menjaga dan menegakkan hukum. Itu sudah menjadi tuntutan di
setiap negara yang tertib, juga di negara yang komunis. Apa kau pikirkan dan
menjadi pendirianmu tidak ingin saya gugat. Seperti siapa pun, kau pun bebas
berpikir menurut keinginanmu sendiri. Dan kau, dengan pikiran-pikiranmu yang
komunistis itu, bukan merupakan suatu unikum. Ribuan orang lain, bahkan di
kalangan orang-orang yang terbaik sekalipun di negeri ini, dalam banyak hal
sependapat denganmu dan juga menuntut, dengan semangat yang lebih berkobar,
supaya diadakan perubahan-perubahan sesuai dengan pikiran-pikiran komunis yang
sejati, jika mereka tidak mendapat rintangan dari sikap panas yang dibuat-buat
serta tujuan-tujuan samping yang tersembunyi seperti yang diperlihatkan banyak
orang yang menampilkan dirinya sebagai pemimpin rakyat itu. Kau sampai sekarang
tidak saya anggap termasuk golongan mereka itu. Saya tahu bahwa beberapa kali
di suatu rapat kau telah berbicara, menurut hemat saya dengan nada yang lunak,
dan saya anggap kau cukup berakal sehat supaya jangan keluar dari batas-batas
tertentu dalam usahamu mencari perbaikan dalam keadaan sekarang, suatu usaha
yang pada pendapat saya dilakukan dengan lebih baik oleh orang-orang yang tidak
biasa mengumbar dan semilitan beberapa kawanmu sealiran, yang karena sikap
tidak peduli mereka yang bodoh itu sering menimbulkan keheranan orang. Apakah
artinya seorang pemimpin bagi suatu gerkan, jika karena usahanya ia cepat-cepat
masuk penjara? Seolah-olah hal itu menjadi semacam olah raga! Ketika kau untuk
terakhir kalinya datang pada kami, kau menempatkan dirimu di golongan mereka
yang dengan tenang dan dalam batas-batas hukum ingin memperbaiki nasib
saudara-saudara sebangsamu yang sedang tenggelam dalam kesengsaraan. Terhadap
maksud tujuanmu itu tidak ada keberatan! Tetapi bagaimana cara pelaksanaannya!
Kami berdua berharap bahwa kau di depan hakim akan mempunyai keberanian untuk
mengakui kesalahan-kesalahan yang telah kau buat, entah yang terselip dalam
ucapan-ucapanmu, atau karena kau telah melibatkan anak-anak dalam gerakan
melawan pemerintah, yang menurut rekan sealiranmu yang berhati panas memang
diperlukan untuk memaksa pemerintah mengadakan perbaikan-perbaikan. Untung,
kami tidak mendengar bahwa pernah kau ucapkan hal-hal semacam itu yang mestinya
keluar dari pikiran dangkal, tetapi andai kata kau telah menyimpang, kembalilah
ke jalan yang benar dan akuilah kesalahanmu. Kami memberi nasihat ini, demi
kebaikanmu sendiri, sebagai orang yang lebih tua, dengan lebih banyak
pengalaman hidup, yang senantiasa memperhatikan dirimu. Sesuai dengan pendapat
Tuan C.W.Jansen, yang setelah kau keluar dari perusahaan Senembah masih terus
memperhatikan dirimu dan meminta keterangan pada saya tentang “kawan kita
bersama Ibrahim”, saya pun yang dengan cara pandai sekali dapat mempergunakan
cita-citamu. Sebab, sekalipun kau mempunyai pendirian-pendirian yang sering
patut dihargai dan kau benar-benar seorang idealis, kau kurang melihat
idealisme itu di dalam diri orang lain yang dua puluh tahun lebih tua daripada
dirimu. Ibrahim, janganlah terlalu percaya, belajarlah melihat maksud yang
sebenarnya di balik kata-kata yang muluk-muluk, janganlah terpaksa pada sikap
orang menyatakan hormat dan simpati pada dirimu. Janganlah korbankan dirimu
bagi suatu pendirian yang tampaknya murni, tetapi tidak berisi. Janganlah
dengan perasaan angkuh menyingkirkan begitu saja nasihat orang-orang yang
bermaksud baik kepada dirimu karena keyakinan bahwa pandangan hidupmu itu
pastilah yang paling tepat. Kau bisa saja khilaf dan kemudian – mungkin sudah
terlambat – menyadarinya! Iringilah setiap perbuatanmu dengan mengingat pada
orangtuamu, yang terhadapnya saya hampir merasa diri bersalah karena justru
dukungan keuangan saya itulah yang memberi jalan padamu untuk maju dan
berkembang, tetapi yang mungkin menuju ke kehancuran-kehancuran. Apakah mereka,
kepada siapa saya berjanji akan mengurus dirimu bagaikan anak saya sendiri,
bisa bertahan terhadap keguncangan-keguncangan yang terjadi di dalam jiwa
mereka ketika mendengar berita buruk tentang dirimu itu?
Sungguh kasihan orangtua itu,
mengapa tidak dapat saya lihat kejadian-kejadian mengenai dirimu jauh
sebelumnya! Saya kadang-kadang bertanya pada diri sendiri: “Inikah ganjaran
yang harus saya terima atas pengorbanan yang telah saya dan orang-orang lain
lakukan? Tidak. Ibrahim, maafkan kalau saya mengeluarkan kata-kata itu, tetapi
harus dikeluarkan, tidak sebagai suatu tanda kebencian, tetapi sebagai dorongan
supaya kau bisa mendapatkan pendirian yang lebih baik, apalagi setelah saya
lihat dari isi suratmu yang menyebutkan juga kewajibanmu terhadap diri saya dan
Soeliki, bahwa kau merasa ada sesuatu yang tidak beres. Sebelum segala-galanya,
kau harus ingat pada kewajiban-kewajibanmu, setelah kewajiban-kewajiban itu
terpenuhi, barulah kau bisa memperlihatkan kekurangan-kekurangan dalam diri
orang lain. Bagaimanakah orang di SI akan menilai dirimu? Apaka contoh yang kau
berikan itu menarik? Dan akan diikuti banyak orang? Dan akan memberi kepuasan?
Saya kira, tidak! Maka dari itu, Kawan Ibrahim, junjunglah tinggi keyakinanmu,
tetapi turunlah dari langit yang tinggi itu, sadarilah kekeliruanmu, baliklah
ke jalan yang benar, bergaullah dengan golongan orang lain, kembangkanlah dirimu,
perlihatkanlah terlebih dulu apa yang dapat kau kerjakan dan sesudah daya
nilaimu menjadi lebih matang dalam sekolah kehidupan, barulah kau bisa menjadi
pemimpin rakyat! Pada dasarnya kau orang baik, jujur, dan terus terang, tetapi
kau bergaul dengan orang-orang yang salah, dan berada di jalan yang salah sama
sekali, yang mau tidak mau akan membawa dirimu pada kehancuran. Inilah
pandangan saya, seorang kawan baik, yang memberi peringatan kepadamu sebelum
terlambat. Bagaimanakah kau akan dinilai oleh hakim-hakimmu? Mereka tidak kenal
dirimu seperti kami. Demi kesejahteraanmu sendiri, dan kebahagiaan hidup
orangtuamu selanjutnya yang sangat mengingini kau mendapat tempat yang baik di
masyarakat, kami berharap bahwa hakim-hakim itu akan bersikap lunak terhadap
dirimu, andai kata kau benar-benar dianggap bersalah.
Tanpa menyadarinya, kau sendiri pun
telah menghirup racun yang sudah sekian tahun merusakkan suasana masyarakat,
khususnya menjadikan pemuda yang idealistis korban mereka, sambil berspekulasi
dengan massa yang bodoh, yang khususnya dalam masa kemerosotan ini mendapat
kepuasan yang sepenuh-penuhnya kalau bersikap seenak hatinya, dan secara kurang
ajar terhadap segala yang diketahuinya dan dirasakannya sebagai pihak
atasannya, bahwa terhadap pemerintah tertinggi sekalipun. Tidak, Ibrahim,
balikkanlah cara pelaksanaan cita-citamu. Cobalah mencapainya dengan cara saya,
maju dengan tenang, keras tetapi adil, dan selalu berpegang pada pemeo:
“memperbaiki tanpa menimbulkan rasa pahit”. Dengan cara i tu kau akan mencapai
lebih banyak sukses daripada kalau kau
teruskan cara yang sekarang kau tempuh ini.
Sekali lagi, kami berdua
mengharapkan sedalam-dalamnya bahwa segala sesuatu akan menjadi baik bagi
dirimu. Dan ini masih mungkin bila kau mau mengubah taktik. Untuk itu tidaklah
perlu tinggalkan cita-citamu, tetapi kau harus tetap berada dalam batas-batas
tertentu. Dan karena alasan-alasan lain lagi, maka itu telah menjadi
kewajibanmu!
Tanpa menampilkan diri saya sebagai
Croesus, saya memberitahukan padamu bahwa janganlah kau berpikir terlalu banyak
tentang utangmu pada saya. Pada waktunya nanti hal itu pun akan menjadi beres!
Bagi kami sudah banyak artinya kalau akhirnya kau bisa menjadi bebas kembali,
dengan perjanjian dari pihakmu bahwa selanjutnya kau tidak akan lagi melanggar
hukum. Andai kata kau bebas kembali, datanglah ke Bandung, dengan iklimnya yang
baik bagi badanmu yang tidak begitu kuat lagi. Di rumah kami, kau kami anggap
sebagai keluarga. Carilah kepuasan dalam pekerjaanmu dan studimu, dan ikutlah
dengan kami untuk kedua kalinya ke Negeri Belanda.
Semoga kau sejahtera dan terimalah
salam hangat kami.
Kami
yang tetap mencintaimu,
(tanda
tangan)
(Wilhelminastraat 4)
Jawaban Tan Malaka
atas surat Horensma
Semarang, 18/3-1922
Tuan Horensma yang baik,
Karena surat-surat saya semua disensor oleh polisi – juga surat tercatat
Tuan pada saya - saya menunggu dengan surat jawaban saya kepada
Tuan sampai saya sudah keluar.
Kata-kata Tuan masuk dalam diri saya sebagai ledakan petir dan sejenak
saya merasa akan menjadi hancur. Tidak karena kritik Tuan tentang hati panas
saya, kurang hati-hati saya, atau tersesatnya saya, tetapi karena saya
menyadari bahwa saya telah mengganggu hidup Tuan yang tenang dan tentram itu.
Kata-kata Tuan, betapapun tajamnya, tidak akan melukai hati saya – saya akan
selalu berusaha sebaik-baiknya untuk mengingat kembali pada masa muda saya yang
lalu di Fort de Kock, dan segala sesuatu yang telah terjadi dengan saya itu
adalah karena zaman baru ini yang membawa pikiran-pikiran baru dan tokoh-tokoh
baru.
Terlalu jauh saya akan menyimpang bila saya secara tertulis menceritakan
segala sesuatu itu secara detail atau akan menulis tentang komunisme, bukan
saja dalam arti idealistis, tetapi juga dalam arti praktis. Karena keadaan kita
yang modern di bidang teknik, politik, dan sosial ini hanya dapat diubah dengan
cara bersimpati pada suatu cita-cita. Saya berkata, tentang ini tidak bisa saya
menulis dengan panjang lebar.
Saya merasa senang sekali mendengar dari Tuan bahwa Tuan menganggap diri
saya jujur, baik dan terus terang, sekalipun Tuan tambahkan bahwa orang lain
telah mempergunakan dengan pandai sekali cita-cita saya. Tuan kenal saya dan
kalau Tuan kenal orang-orang komunis lainnya, maka mungkin Tuan akan
mendapatkan orang-orang yang lebih jujur lagi, sekalipun dengan segera ingin
saya mengakui bahwa ada juga orang-orang yang tidak jujur di antara kaum itu.
Memang sudah menjadi keharusan bahwa setiap perjuangan dari masa apa pun harus
memiliki kedua macam jenis itu. kemajuan masyarakat, pada hemat saya, juga
menjadi hasil pergulatan antara kedua kategori itu. Adapun mengenai kata-kata
Tuan Jansen, kata-kata yang menandakan simpati, sebagian ingin saya garis
bawahi. Secara pribadi saya pun bersimpati padanya, sekalipun saya masih ingat
pada kata-katanya yang pada dasarnya berarti bahwa banyak pejuang yang
idealistis di Eropa, yang sesungguhnya akan bermanfaat sekali bagi suatu
pergerakan, dengan jalan memberikan kedudukan yang baik sekali kepadanya bisa
dilumpuhkan sehingga tidak berdaya upaya lagi. Itu merupakan suatu taktik yang
hampir selalu membawa hasil yang baik sekali.
Sudah dengan sendirinya orang harus berpegang pada undang-undang negara,
karena undang-undang itu dibuat oleh dan untuknya. Dalam suatu masyarakat yang
kapitalis, undang-undang itu tidak mungkin dibuat sekaligus oleh kaum kapitalis dan untuk kaum buruh, sedikitnya
tidak dalam hal yang belakangan ini. Singkatnya, apa yang dianggap oleh si
kapitalis sebagai hak untuk misalnya memberhentikan jutaan tenaga kerja (Amerika,
Inggris, Insulinde kita) tidak dapat
diakui sebagai hak oleh si buruh. Demikian pula halnya dengan hak mengadakan
perang guna mendapatkan daerah penampungan bagi hasil-hasil industrinya. Jika
kaum buruh di Inggris pada awal abad yang lalu tidak mengorbankan harta dan
jiwa, maka sampai sekarang ini pun masih belum ada undang-undang yang melarang
pekerjaan pada waktu malam, dan pekerjaan oleh wanita dan anak-anak. Ini hanya
beberapa contoh yang diambil begitu saja, yang tentu Tuan pun sudah mengetahuinya
– yaitu, contoh-contoh mengenai pertentangan-pertentangan masyarakat dan
keharusan untuk melakukan perjuangan dengan tindakan-tindakan nyata. Demikian
pula, kaum buruh harus merebut satu persatu hak-hak semu mereka – karena
perkembangan teknis, milik pribadi, saingan, krisis, dan perang, segala sesuatu
menjadi semu. Kelas yang terbesar – yaitu kelas buruh – setelah pertentangan
kelas dipertajam, akhirnya harus menang sesudah mengadakan perjuangan yang
pantang mundur dan memakan banyak korban, karena setiap orang yang mempunyai
hak-hak istimewa senantiasa akan berusaha memperluas hak-haknya itu serta
mempertahankannya bila perlu dengan tipu muslihat dan kekerasan. Itulah masa
peralihan ke komunisme, diktator proletariat. Dengan pendidikan, keadilan,
cara-cara produksi yang tertentu, dst, pikiran yang lama akan terhapuskan dan
dengan demikian negara pun menjadi hancur. Apa yang datang setelah itu adalah
komunisme.
Saya, seperti telah Tuan katakan di Bandung, selalu berhati-hati dengan
ucapan-ucapan saya dan selalu benar-benar memikirkan sebelumnya. Tidak berpanas
hati atau kurang hati-hati seperti Tuan sekarang mengatakannya, tetapi
janganlah selalu mencari kesalahan di pihak kami.
Pikirkanlah sejenak! Mengapa polisi – yang katanya berdiri sendiri – dan
pemerintah mengambil tindakan tepat pada jam dan menit yang sama? Sebab, saya
tertangkap oleh polisi karena katanya menyebarkan kebencian di suatu rapat dan
kemudian dieksternir oleh pemerintah. Itu pasti tidak terjadi secara kebetulan.
Untuk dieksternir tidak perlu orang ditahan terlebih dulu. Itu tidak terjadi
dengan Sneevliet atau Brandsteder, Tjipto, atau Baars. Itu harus dipikirkan
oleh setiap orang yang menghormati undang-undang kita. Saya secara kebetulan
ditangkap oleh keduanya, jadi tidak perlu saya berjalan ke sana-sini. Saya
kadang-kadang diperbolehkan membuat revolusi di tengah-tengah pegawai-pegawai
pegadaian yang oleh pemerintah diusir ke kampung, sampai bahkan menimbulkan
kejengkelan dari Budi Utomo yang paling lunak dan paling pro-pemerintah itu berikut
regen-regennya!
Saya menghadap pada jaksa untuk penyelidikan sementara. Apa yang
ternyata di sana? Di sana saya lihat sebuah laporan dari polisi yang tidak
sampai tiga halaman panjangnya, sedangkan saya berbicara selama setengah jam
lebih. Terlepas dari hal ini, yaitu bahwa seorang petugas polisi seperti itu
tidak mungkin dapat membuat laporan yang baik – di Dewan Rakyat orang masih
sangat mengeluh tentang laporan-laporan steno – terlepas daripada hal ini,
dalam laporan itu terdapat suatu kesalahan besar. Saya dapat menerima bahwa
kesalahan itu tidak dibuat dengan sengaja tetapi kesalahan itu tetap ada.
Dalam laporan itu ditulis misalnya: Posisi pemerintah dewasa ini soeka
sekali – yang berarti pemerintah merasa gembira, suka, bahwa telah terjadi
insiden di Yogya, karena pemerintah dalam masa krisis, penghematan, dst, dst,
dapat memberhentikan pegawai sesuka hatinya. Kalimat itu sehubungan dengan apa
yang selanjutnya ditulis oleh petugas polisi itu bersifat membakar, karena ia
pilih begitu saja salah satu kalimat yang sama sekali terlepas dari hubungannya
dengan pikiran dan makna seluruhnya.
Sebenarnya saya berkata: posisi pemerintah pada masa ini soekar sekali.
Jadi, pemerintah merasakan dirinya dalam keadaan yang sukar sekali. Dengan
demikian, pidato saya itu seketika mempunyai makna yang lain!
Dengan cara begitulah nasib seseorang di sini ditentukan oleh salah satu
kekeliruan. Bisa saja saya ditahan sampai sembilan bulan lamanya sebelum
perkara saya diperiksa. Sudah beberapa kali terjadi seseorang, yang sudah
ditahan selama sembilan bulan, dibebaskan lagi karena tidak ditemukan
alasan-alasan yang cukup kuat. Begitulah penahanan preventif – mengurung
seseorang tanpa proses apa pun – suatu kekejaman dalam bentuk barongsai. Hal
semacam itu, seperti “lettre de cachet”, akan berakhir dengan penggulingan
dengan kekerasan.
Sekarang mengenai hak untuk mengeksternir seseorang. Apabila polisi
tidak menemukan alasan kuat, maka datanglah pemerintah dengan pura-pura
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dikumpulkan oleh – petugas reserse.
Demikianlah saya baca dalam surat keputusan pengeksterniran saya, surat-surat
yang sangat rahasia dari pembesar ini atau itu. Jadi, segala jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan semu itu sudah bisa dipastikan tidak akan ada gunanya,
seperti juga segala jalan untuk membela diri. Semuanya sudah ditentukan
sebelumnya. Siapa yang mengontrol semua surat
rahasia itu? Begitulah orang jatuh dalam cengkeraman kekuasaan yang
diliputi kegelapan. Karena tidak ada nama lain untuk menggambarkannya, Baars
menjadi korban kekuatan itu. Saya tahu, karena kebetulan saya sudah di Semarang
ketika itu – bahwa ia tidak akan berbicara lagi di rapat-rapat, dan hanya
sekali-sekali akan menulis sesuatu dalam hariannya. Tetapi hal yang rahasia itu
telah menyebabkan ia dikeluarkan.
Sekarang saya bertanya kepada Tuan. Apakah saya harus mengakui salah?
Kepada polisi, salah apa? Tentang pengeksterniran atas diri saya, apa yang
harus saya akui? Segala pertanyaan itu hanyalah dugaan, kadang-kadang suatu
kebohongan, tetapi selalu dilebih-lebihkan. Saya memberitakan ini kepada Tuan
sebagai Ibrahim, tidak sebagai seorang pemimpin komunis. Segala sesuatu sudah
diatur sedemikian rupa sehingga apa yang menimbulkan kesan pada publik Belanda
yang cepat dihinggapi ketakutan itu dapat melumpuhkan salah seorang pemimpin
yang mempunyai sukses di kalangan rakyat dalam pergerakan buruh atau politik
atau bidang pendidikan. Saya tahu, karena saya kenal Tuan dengan baik sekali,
bahwa apabila Tuan menjadi saya, Tuan tidak membungkukkan kepala Tuan dengan
segala kerendahan hati.
Dalam pertanyaan-pertanyaan itu yang diciptkan untuk menginternir diri
saya – yang dikumpulkan oleh petugas-petugas reserse, sampah masyarakat Jawa
yang mudah disogok dan sudah tentu bertindak seenak hatinya saja tanpa
memikirkan perasaan atau nasib orang lain – juga ada tentang brosur-brosur saya
mengenai komunisme dan tentang pendidikan. Singkatnya, andai kata saya telah
melakukan kesalahan, andai kata saya telah memakai satu kata saja yang membakar
rakyat atau yang memaki-maki pemerintah dalam brosur-brosur itu, maka sudah
lama saya dilemparkan ke dalam penjara karena delik dalam tulisan. Tetapi saya
memang harus dihukum, jadi dipakailah hukum untuk mengeluarkan saya dari tanah
air. Betul, Tuan Horensma, saya mengira akan berhadapan dengan musuh yang masih
mempunyai sifat-sifat kejujuran! Justru karena saya banyak menahan diri dalam
ucapan-ucapan dan tulisan-tulisan saya, maka banyak orang yang merasa tertarik
– sesuai dengan apa yang pernah Tuan ramalkan – dan itulah yang memberi pukulan
berat pada saya!
Sekolah saya telah mencapai sukses. Sistem yang saya pakai sederhana dan
jelas, dan memenuhi keingingan-keinginan rakyat yang merana ini. Jika saya
masih dapat bekerja terus beberapa lama, maka sekolah kejuruan dan koperasi
sudah akan selesai. Saya dapat membuat para murid saya bekerja keras. Ada
hubungan erat antara mereka dan saya. Mereka akan berbuat segala apa yang saya
perintahkan, menyapu, atau mengangkut barang di jalan. Apa saja yang orang Jawa
bisa atau mau bekerja! Tuan tahu bahwa di Bandung juga sudah ada sebuah
sekolah! Banyak tempat lain sudah minta bantuan pada saya. Bahkan permintaan
telah datang dari Ternate! Tetapi itu tidak boleh! Sebab dia seorang komunis,
bukan? Dan akan maju ke revolusi, dan berbahaya bagi pemerintah. Jika
pemerintah itu sudah merasa takut kepada anak-anak yang dengan celana merah
berbaris di jalan, maka sayalah yang mulai merasa ragu tentang hakikat dan
legalitas pemerintah itu!
Utang saya di Soeliki sudah lunas sama sekali. Cukuplah simpanan saya di
Deli itu untuk menghadapi kesulitan-kesulitan seperti itu. Sesungguhnya saya
ingin supaya ada sisa untuk pergi ke Negeri Belanda. Dan saya secara teratur
akan mengirimkan uang kepada Tuan dari Negeri Belanda. Saya masih menyelesaikan
urusan-urusan keuangan dengan orang-orang SI.
Tuan dan Nyonya Horensma,
Saya ingin tetap menjadi kawan bagi Tuan dan Nyonya. Saya kira bahwa
kejadian-kejadian di dunia ini akan menghapuskan jurang yang ada antara cara
berpikir kita.
Murid dan kawan Tuan yang setia dan yang sementara jauh tempat tinggalnya.
Ibrahim.
Catatan:
Tan malaka ketika menulis surat balasan kepada gurunya masih dengan
suasana optimis akan hari depannya. Umurnya ketika itu sekitar 25 tahun. Nasib
yang menantinya di depan ternyata tidak dapat diduga. Begitu pahit.
Perkiraannya bahwa dia tidak akan lama keluar dari tanah air dan bisa
berbicara kembali di depan orang banyak seperti di Semarang ternyata masih akan
lama sekali terjadi.
Tan Malaka baru kembali di depan orang ramai 24 tahun kemudian di acara
Persatuan Perjuangan di Poerwokerto.
Banyak hal bisa kita pelajari dari surat Tan hingga hari ini. Misalnya
saja kenapa Pemerintah Kolonial begitu takut pada Tan Malaka bahkan rezim-rezim
setelah Indonesia Merdeka pun masih menakutinya. Kenapa? Karena Tan Malaka menyerang langsung ke rezim
yang berkuasa tepat di jantungnya melalui sistem pendidikan.
Sekolah Rakyat yang didirikan Tan begitu ditakuti pemerintah Kolonial
dibandingkan Taman Siswa, atau INS kayu tanam yang didirikan Syafei misalnya?
Dari surat Tan kita juga mengetahui bagaimana cara kerja reserse jaman
dulu yang bahkan berlaku hingga hari ini. Begitu juga Seragam merah putih yang
dipakai siswa SD hari ini pun merupakan warisan sekolah rakyat yang diasuh Tan
Malaka dulu. Pemerintah Orde Baru entah sadar atau tidak, tetap memakai warna
seragam merah putih buat siswa SD.
Dengan pendidikannya saat itu, Tan bisa hidup mapan dengan bekerja pada
pemerintah kolonial. Tapi Tan memilih mengikuti panggilan untuk menjadi guru
buat bangsanya.
Kabar baik Allah yang Maha Kuasa telah begitu setia kepada saya dan seluruh keluarga saya untuk menggunakan perusahaan pinjaman ibu Emily untuk mengubah situasi keuangan hidup saya untuk kehidupan yang lebih baik dan lebih stabil sehingga sekarang saya memiliki bisnis sendiri di kotaNama saya Nur Khomariyah dari kota Sidoarjo, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada ibu. Emily karena membantu saya dengan pinjaman yang baik setelah saya menderita di tangan pemberi pinjaman palsu yang menipu saya karena uang saya tanpa menawarkan saya pinjaman, saya memerlukan pinjaman selama 2 tahun terakhir untuk memulai bisnis saya sendiri di kota Sidoarjo tempat saya tinggal dan saya jatuh ke tangan perusahaan palsu di India yang telah menipu saya dan tidak menawarkan pinjaman kepada saya dan saya sangat frustrasi karena saya kehilangan semua uang saya ke perusahaan palsu di India, karena saya berutang kepada bank dan teman-teman saya dan saya tidak punya orang untuk dituju, sampai suatu hari teman setia saya menelepon Slamet Raharjo setelah membaca kesaksiannya tentang bagaimana dia mendapat pinjaman dari ibu perusahaan pinjaman Emily, jadi saya harus menghubungi Slamet Raharjo dan dia mengatakan kepada saya dan meyakinkan saya untuk menghubungi ibu emily bahwa dia adalah ibu yang baik dan saya harus memanggil keberanian dan saya menghubungi ibu emily perusahaan dan secara mengejutkan, pinjaman saya diproses dan disetujui dan dalam waktu 2 jam pinjaman saya dipindahkan ke akun saya dan saya sangat terkejut bahwa ini adalah keajaiban dan saya harus bersaksi tentang ibu pekerjaan yang baik Emilyjadi saya akan menyarankan semua orang yang membutuhkan pinjaman untuk menghubungi ibu perusahaan pinjaman Emily melalui email: emilygregloancompany@gmail.com. atau whatsapp +447860370916 dan saya meyakinkan Anda bahwa Anda akan bersaksi seperti yang telah saya lakukan dan Anda juga dapat menghubungi saya untuk informasi lebih lanjut tentang Mother Emily melalui saya email: nurkhomariyah1989@gmail.com dan Anda masih dapat menghubungi teman saya Nur Syarah yang memperkenalkan saya kepada Ms. Margaret melalui email: slametraharjo211989@gmail.comsemoga Tuhan terus memberkati dan mendukung ibu Emily yang telah mengubah kehidupan finansial saya.
BalasHapus