Jumat, 08 April 2016

Surat menyurat terakhir Guru Horensma dengan Tan Malaka








 (Foto Para guru Kweekschool pada tahun 1908. Guru Horensma paling kanan) 


           “Sewaktu Tan Malaka meninggalkan Telukbayur berlayar menuju Negeri Belanda guna melanjutkan studinya di sebuah sekolah guru di Haarlem, dekat Amsterdam, ia meninggalkan citra seorang anak remaja yang lincah, riang, cerdas, sehat, dan oleh karena itu penuh harapan. Remaja yang humoristis dan sopan itu tampak geha, bagaikan layang-layang menyonsong angin, bagi mereka yang pernah mengenalnya. Sewaktu masa kanak-kanak, ia memang bandel dan suka berkelahi sehingga sering mendapat hukuman dari ayah, ibu dan guru-gurunya. Tetapi, kelincahan, keriangan, dan terutama kecerdasan otaknya memikat hati banyak orang. Itulah sebabnya mereka dengan senang hati membantu mengupayakan agar ia dapat terus melanjutkan pelajarannya. Pertama ke Kweekschool, yang pada waktu itu juga dikenal dengan nama Sekolah Raja, di Bukittinggi. Kemudian ke Negeri Belanda.
            Adalah seorang gurunya di Sekolah Raja, G.H. Horensma, yang bersama istrinya amat tertarik kepadanya sehingga ia bersusah payah, dan berhasil mengupayakan agar Tan Malaka melanjutkan studinya ke Negeri Belanda. Horensma rupanya bukan saja tertarik oleh kecerdasan otaknya, tetapi juga oleh perangainya yang sopan, lincah, dan riang sehingga amat menyayanginya. Bahkan dianggapnya sebagai anak angkat. Pada waktu itu Horensma dan istrinya belum dikarunia seorang anak, dan kemudian ternyata mereka memang tidak pernah mempunyai anak sendiri. Agar Tan Malaka dapat belajar dengan tenang di Negeri Kincir Angin itu, Horensma menjadikan dirinya sebagai tanggungan atau jaminan dalam memperoleh pinjaman dana buat keperluan bekas muridnya itu meneruskan studinya. Ia pulalah yang melunasi utang pinjaman Tan Malaka itu terlebih dahulu yang jumlahnya sampai 4.000 gulden lebih. Tan Malaka kemudian berusaha melunasi kembali utangnya itu kepada Horensma, tetapi hanya sampai 620 gulden. Sisanya, yang lebih dari 3.000 gulden, tidak pernah dibayarnya sampai akhir hayatnya. Kepada bekas gurunya itu, ia bukan saja berutang budi, tetapi juga berutang uang yang dibawanya mati.”

            Berikut ini adalah surat yang terkahir kalinya ditulis Horensma kepada Tan Malaka yang dimuat di buku Harry Poeze: “Pergulatan Menuju Republik”. Entah bagaimana surat ini berhasil diselamatkan dan disimpan dalam Arsip Pemerintah Belanda karena Tan Malaka kemudian akhirnya dibuang ke dari Hindia Belanda.
            Inilah surat yang ditulis oleh seorang Belanda pada muridnya dengan penuh kasih sayang. Isinya sangat mengharukan. Mungkin bisa diperbandingkan dengan kata-kata Multatuli yang membela rakyat Lebak.
            Sewaktu surat ini ditulis Horensma belum mengetahui hasil keputusan hakim atas tuntutan jaksa sebagai wakil resmi pemerintahan Kolonial. Di akhir suratnya Horensma berharap Tan Malaka akan dibebaskan dan mengajaknya untuk kedua kalinya pergi ke Negeri Belanda agar dia bisa lepas dari pengaruh politik di Hindia Belanda.
            Lalu bagaimana jawaban surat Tan Malaka atas surat Horensma ini?
           
          Surat G.H. Horensma kepada Tan Malaka

Bandung, 20 Februari 1922

Ibrahim yang baik,
Terkejut sekali saya dan istri setelah mendengar penangkapan atas dirimu yang terjadi secara tiba-tiba itu. Kami tidak tahu tentang brosur-brosurmu dan tidak begitu bisa percaya kepada berbagai berita dalam harian, tetapi sehubungan dengan apa yang telah diberitakan tentang perbutan-perbuatanmu, kami agaknya berpendapat bahwa kau memang telah menyimpang terlalu jauh. Istri saya segera ke Komisaris Polisi untuk mencoba supaya bisa berjumpa denganmu, tetapi pagi-pagi kau sudah dipindahkan ke S. Keterangan-keterangan lebih lanjut tentang perbuatan-perbuatanmu tidak dapat ia berikan kepada kami karena sudah ada perintah dari kantor kejaksaan, yang karena tindakanmu yang kurang berhati-hati dan terdorong emosi yang meluap-luap itu akan menimpa dirimu sendiri serta lingkunganmu. Rupanya, kau tidak menyadari bahwa setiap warga negara mempunyai kewajiban untuk berbuat dalam batas-batas hukum yang berlaku, dan bahwa ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum tidak boleh dibiarkan begitu saja, dan akan melemparkan dirimu ke dalam genggaman polisi yang harus menjaga dan menegakkan hukum. Itu sudah menjadi tuntutan di setiap negara yang tertib, juga di negara yang komunis. Apa kau pikirkan dan menjadi pendirianmu tidak ingin saya gugat. Seperti siapa pun, kau pun bebas berpikir menurut keinginanmu sendiri. Dan kau, dengan pikiran-pikiranmu yang komunistis itu, bukan merupakan suatu unikum. Ribuan orang lain, bahkan di kalangan orang-orang yang terbaik sekalipun di negeri ini, dalam banyak hal sependapat denganmu dan juga menuntut, dengan semangat yang lebih berkobar, supaya diadakan perubahan-perubahan sesuai dengan pikiran-pikiran komunis yang sejati, jika mereka tidak mendapat rintangan dari sikap panas yang dibuat-buat serta tujuan-tujuan samping yang tersembunyi seperti yang diperlihatkan banyak orang yang menampilkan dirinya sebagai pemimpin rakyat itu. Kau sampai sekarang tidak saya anggap termasuk golongan mereka itu. Saya tahu bahwa beberapa kali di suatu rapat kau telah berbicara, menurut hemat saya dengan nada yang lunak, dan saya anggap kau cukup berakal sehat supaya jangan keluar dari batas-batas tertentu dalam usahamu mencari perbaikan dalam keadaan sekarang, suatu usaha yang pada pendapat saya dilakukan dengan lebih baik oleh orang-orang yang tidak biasa mengumbar dan semilitan beberapa kawanmu sealiran, yang karena sikap tidak peduli mereka yang bodoh itu sering menimbulkan keheranan orang. Apakah artinya seorang pemimpin bagi suatu gerkan, jika karena usahanya ia cepat-cepat masuk penjara? Seolah-olah hal itu menjadi semacam olah raga! Ketika kau untuk terakhir kalinya datang pada kami, kau menempatkan dirimu di golongan mereka yang dengan tenang dan dalam batas-batas hukum ingin memperbaiki nasib saudara-saudara sebangsamu yang sedang tenggelam dalam kesengsaraan. Terhadap maksud tujuanmu itu tidak ada keberatan! Tetapi bagaimana cara pelaksanaannya! Kami berdua berharap bahwa kau di depan hakim akan mempunyai keberanian untuk mengakui kesalahan-kesalahan yang telah kau buat, entah yang terselip dalam ucapan-ucapanmu, atau karena kau telah melibatkan anak-anak dalam gerakan melawan pemerintah, yang menurut rekan sealiranmu yang berhati panas memang diperlukan untuk memaksa pemerintah mengadakan perbaikan-perbaikan. Untung, kami tidak mendengar bahwa pernah kau ucapkan hal-hal semacam itu yang mestinya keluar dari pikiran dangkal, tetapi andai kata kau telah menyimpang, kembalilah ke jalan yang benar dan akuilah kesalahanmu. Kami memberi nasihat ini, demi kebaikanmu sendiri, sebagai orang yang lebih tua, dengan lebih banyak pengalaman hidup, yang senantiasa memperhatikan dirimu. Sesuai dengan pendapat Tuan C.W.Jansen, yang setelah kau keluar dari perusahaan Senembah masih terus memperhatikan dirimu dan meminta keterangan pada saya tentang “kawan kita bersama Ibrahim”, saya pun yang dengan cara pandai sekali dapat mempergunakan cita-citamu. Sebab, sekalipun kau mempunyai pendirian-pendirian yang sering patut dihargai dan kau benar-benar seorang idealis, kau kurang melihat idealisme itu di dalam diri orang lain yang dua puluh tahun lebih tua daripada dirimu. Ibrahim, janganlah terlalu percaya, belajarlah melihat maksud yang sebenarnya di balik kata-kata yang muluk-muluk, janganlah terpaksa pada sikap orang menyatakan hormat dan simpati pada dirimu. Janganlah korbankan dirimu bagi suatu pendirian yang tampaknya murni, tetapi tidak berisi. Janganlah dengan perasaan angkuh menyingkirkan begitu saja nasihat orang-orang yang bermaksud baik kepada dirimu karena keyakinan bahwa pandangan hidupmu itu pastilah yang paling tepat. Kau bisa saja khilaf dan kemudian – mungkin sudah terlambat – menyadarinya! Iringilah setiap perbuatanmu dengan mengingat pada orangtuamu, yang terhadapnya saya hampir merasa diri bersalah karena justru dukungan keuangan saya itulah yang memberi jalan padamu untuk maju dan berkembang, tetapi yang mungkin menuju ke kehancuran-kehancuran. Apakah mereka, kepada siapa saya berjanji akan mengurus dirimu bagaikan anak saya sendiri, bisa bertahan terhadap keguncangan-keguncangan yang terjadi di dalam jiwa mereka ketika mendengar berita buruk tentang dirimu itu?
             Sungguh kasihan orangtua itu, mengapa tidak dapat saya lihat kejadian-kejadian mengenai dirimu jauh sebelumnya! Saya kadang-kadang bertanya pada diri sendiri: “Inikah ganjaran yang harus saya terima atas pengorbanan yang telah saya dan orang-orang lain lakukan? Tidak. Ibrahim, maafkan kalau saya mengeluarkan kata-kata itu, tetapi harus dikeluarkan, tidak sebagai suatu tanda kebencian, tetapi sebagai dorongan supaya kau bisa mendapatkan pendirian yang lebih baik, apalagi setelah saya lihat dari isi suratmu yang menyebutkan juga kewajibanmu terhadap diri saya dan Soeliki, bahwa kau merasa ada sesuatu yang tidak beres. Sebelum segala-galanya, kau harus ingat pada kewajiban-kewajibanmu, setelah kewajiban-kewajiban itu terpenuhi, barulah kau bisa memperlihatkan kekurangan-kekurangan dalam diri orang lain. Bagaimanakah orang di SI akan menilai dirimu? Apaka contoh yang kau berikan itu menarik? Dan akan diikuti banyak orang? Dan akan memberi kepuasan? Saya kira, tidak! Maka dari itu, Kawan Ibrahim, junjunglah tinggi keyakinanmu, tetapi turunlah dari langit yang tinggi itu, sadarilah kekeliruanmu, baliklah ke jalan yang benar, bergaullah dengan golongan orang lain, kembangkanlah dirimu, perlihatkanlah terlebih dulu apa yang dapat kau kerjakan dan sesudah daya nilaimu menjadi lebih matang dalam sekolah kehidupan, barulah kau bisa menjadi pemimpin rakyat! Pada dasarnya kau orang baik, jujur, dan terus terang, tetapi kau bergaul dengan orang-orang yang salah, dan berada di jalan yang salah sama sekali, yang mau tidak mau akan membawa dirimu pada kehancuran. Inilah pandangan saya, seorang kawan baik, yang memberi peringatan kepadamu sebelum terlambat. Bagaimanakah kau akan dinilai oleh hakim-hakimmu? Mereka tidak kenal dirimu seperti kami. Demi kesejahteraanmu sendiri, dan kebahagiaan hidup orangtuamu selanjutnya yang sangat mengingini kau mendapat tempat yang baik di masyarakat, kami berharap bahwa hakim-hakim itu akan bersikap lunak terhadap dirimu, andai kata kau benar-benar dianggap bersalah.
             Tanpa menyadarinya, kau sendiri pun telah menghirup racun yang sudah sekian tahun merusakkan suasana masyarakat, khususnya menjadikan pemuda yang idealistis korban mereka, sambil berspekulasi dengan massa yang bodoh, yang khususnya dalam masa kemerosotan ini mendapat kepuasan yang sepenuh-penuhnya kalau bersikap seenak hatinya, dan secara kurang ajar terhadap segala yang diketahuinya dan dirasakannya sebagai pihak atasannya, bahwa terhadap pemerintah tertinggi sekalipun. Tidak, Ibrahim, balikkanlah cara pelaksanaan cita-citamu. Cobalah mencapainya dengan cara saya, maju dengan tenang, keras tetapi adil, dan selalu berpegang pada pemeo: “memperbaiki tanpa menimbulkan rasa pahit”. Dengan cara i tu kau akan mencapai lebih banyak sukses daripada  kalau kau teruskan cara yang sekarang kau tempuh ini.
            Sekali lagi, kami berdua mengharapkan sedalam-dalamnya bahwa segala sesuatu akan menjadi baik bagi dirimu. Dan ini masih mungkin bila kau mau mengubah taktik. Untuk itu tidaklah perlu tinggalkan cita-citamu, tetapi kau harus tetap berada dalam batas-batas tertentu. Dan karena alasan-alasan lain lagi, maka itu telah menjadi kewajibanmu!
             Tanpa menampilkan diri saya sebagai Croesus, saya memberitahukan padamu bahwa janganlah kau berpikir terlalu banyak tentang utangmu pada saya. Pada waktunya nanti hal itu pun akan menjadi beres! Bagi kami sudah banyak artinya kalau akhirnya kau bisa menjadi bebas kembali, dengan perjanjian dari pihakmu bahwa selanjutnya kau tidak akan lagi melanggar hukum. Andai kata kau bebas kembali, datanglah ke Bandung, dengan iklimnya yang baik bagi badanmu yang tidak begitu kuat lagi. Di rumah kami, kau kami anggap sebagai keluarga. Carilah kepuasan dalam pekerjaanmu dan studimu, dan ikutlah dengan kami untuk kedua kalinya ke Negeri Belanda.
            Semoga kau sejahtera dan terimalah salam hangat kami.

                                                                                    Kami yang tetap mencintaimu,
                                                                                                (tanda tangan)
                                                                                          (Wilhelminastraat 4)           

 
  
 Jawaban Tan Malaka atas surat Horensma

 Semarang, 18/3-1922

Tuan Horensma yang baik,

Karena surat-surat saya semua disensor oleh polisi – juga surat tercatat Tuan pada saya -  saya  menunggu dengan surat jawaban saya kepada Tuan sampai saya sudah keluar.
Kata-kata Tuan masuk dalam diri saya sebagai ledakan petir dan sejenak saya merasa akan menjadi hancur. Tidak karena kritik Tuan tentang hati panas saya, kurang hati-hati saya, atau tersesatnya saya, tetapi karena saya menyadari bahwa saya telah mengganggu hidup Tuan yang tenang dan tentram itu. Kata-kata Tuan, betapapun tajamnya, tidak akan melukai hati saya – saya akan selalu berusaha sebaik-baiknya untuk mengingat kembali pada masa muda saya yang lalu di Fort de Kock, dan segala sesuatu yang telah terjadi dengan saya itu adalah karena zaman baru ini yang membawa pikiran-pikiran baru dan tokoh-tokoh baru.
Terlalu jauh saya akan menyimpang bila saya secara tertulis menceritakan segala sesuatu itu secara detail atau akan menulis tentang komunisme, bukan saja dalam arti idealistis, tetapi juga dalam arti praktis. Karena keadaan kita yang modern di bidang teknik, politik, dan sosial ini hanya dapat diubah dengan cara bersimpati pada suatu cita-cita. Saya berkata, tentang ini tidak bisa saya menulis dengan panjang lebar.
Saya merasa senang sekali mendengar dari Tuan bahwa Tuan menganggap diri saya jujur, baik dan terus terang, sekalipun Tuan tambahkan bahwa orang lain telah mempergunakan dengan pandai sekali cita-cita saya. Tuan kenal saya dan kalau Tuan kenal orang-orang komunis lainnya, maka mungkin Tuan akan mendapatkan orang-orang yang lebih jujur lagi, sekalipun dengan segera ingin saya mengakui bahwa ada juga orang-orang yang tidak jujur di antara kaum itu. Memang sudah menjadi keharusan bahwa setiap perjuangan dari masa apa pun harus memiliki kedua macam jenis itu. kemajuan masyarakat, pada hemat saya, juga menjadi hasil pergulatan antara kedua kategori itu. Adapun mengenai kata-kata Tuan Jansen, kata-kata yang menandakan simpati, sebagian ingin saya garis bawahi. Secara pribadi saya pun bersimpati padanya, sekalipun saya masih ingat pada kata-katanya yang pada dasarnya berarti bahwa banyak pejuang yang idealistis di Eropa, yang sesungguhnya akan bermanfaat sekali bagi suatu pergerakan, dengan jalan memberikan kedudukan yang baik sekali kepadanya bisa dilumpuhkan sehingga tidak berdaya upaya lagi. Itu merupakan suatu taktik yang hampir selalu membawa hasil yang baik sekali.
Sudah dengan sendirinya orang harus berpegang pada undang-undang negara, karena undang-undang itu dibuat oleh dan untuknya. Dalam suatu masyarakat yang kapitalis, undang-undang itu tidak mungkin dibuat sekaligus oleh kaum  kapitalis dan untuk kaum buruh, sedikitnya tidak dalam hal yang belakangan ini. Singkatnya, apa yang dianggap oleh si kapitalis sebagai hak untuk misalnya memberhentikan jutaan tenaga kerja (Amerika, Inggris, Insulinde kita) tidak dapat diakui sebagai hak oleh si buruh. Demikian pula halnya dengan hak mengadakan perang guna mendapatkan daerah penampungan bagi hasil-hasil industrinya. Jika kaum buruh di Inggris pada awal abad yang lalu tidak mengorbankan harta dan jiwa, maka sampai sekarang ini pun masih belum ada undang-undang yang melarang pekerjaan pada waktu malam, dan pekerjaan oleh wanita dan anak-anak. Ini hanya beberapa contoh yang diambil begitu saja, yang tentu Tuan pun sudah mengetahuinya – yaitu, contoh-contoh mengenai pertentangan-pertentangan masyarakat dan keharusan untuk melakukan perjuangan dengan tindakan-tindakan nyata. Demikian pula, kaum buruh harus merebut satu persatu hak-hak semu mereka – karena perkembangan teknis, milik pribadi, saingan, krisis, dan perang, segala sesuatu menjadi semu. Kelas yang terbesar – yaitu kelas buruh – setelah pertentangan kelas dipertajam, akhirnya harus menang sesudah mengadakan perjuangan yang pantang mundur dan memakan banyak korban, karena setiap orang yang mempunyai hak-hak istimewa senantiasa akan berusaha memperluas hak-haknya itu serta mempertahankannya bila perlu dengan tipu muslihat dan kekerasan. Itulah masa peralihan ke komunisme, diktator proletariat. Dengan pendidikan, keadilan, cara-cara produksi yang tertentu, dst, pikiran yang lama akan terhapuskan dan dengan demikian negara pun menjadi hancur. Apa yang datang setelah itu adalah komunisme.
Saya, seperti telah Tuan katakan di Bandung, selalu berhati-hati dengan ucapan-ucapan saya dan selalu benar-benar memikirkan sebelumnya. Tidak berpanas hati atau kurang hati-hati seperti Tuan sekarang mengatakannya, tetapi janganlah selalu mencari kesalahan di pihak kami.
Pikirkanlah sejenak! Mengapa polisi – yang katanya berdiri sendiri – dan pemerintah mengambil tindakan tepat pada jam dan menit yang sama? Sebab, saya tertangkap oleh polisi karena katanya menyebarkan kebencian di suatu rapat dan kemudian dieksternir oleh pemerintah. Itu pasti tidak terjadi secara kebetulan. Untuk dieksternir tidak perlu orang ditahan terlebih dulu. Itu tidak terjadi dengan Sneevliet atau Brandsteder, Tjipto, atau Baars. Itu harus dipikirkan oleh setiap orang yang menghormati undang-undang kita. Saya secara kebetulan ditangkap oleh keduanya, jadi tidak perlu saya berjalan ke sana-sini. Saya kadang-kadang diperbolehkan membuat revolusi di tengah-tengah pegawai-pegawai pegadaian yang oleh pemerintah diusir ke kampung, sampai bahkan menimbulkan kejengkelan dari Budi Utomo yang paling lunak dan paling pro-pemerintah itu berikut regen-regennya!
Saya menghadap pada jaksa untuk penyelidikan sementara. Apa yang ternyata di sana? Di sana saya lihat sebuah laporan dari polisi yang tidak sampai tiga halaman panjangnya, sedangkan saya berbicara selama setengah jam lebih. Terlepas dari hal ini, yaitu bahwa seorang petugas polisi seperti itu tidak mungkin dapat membuat laporan yang baik – di Dewan Rakyat orang masih sangat mengeluh tentang laporan-laporan steno – terlepas daripada hal ini, dalam laporan itu terdapat suatu kesalahan besar. Saya dapat menerima bahwa kesalahan itu tidak dibuat dengan sengaja tetapi kesalahan itu tetap ada.
Dalam laporan itu ditulis misalnya: Posisi pemerintah dewasa ini soeka sekali – yang berarti pemerintah merasa gembira, suka, bahwa telah terjadi insiden di Yogya, karena pemerintah dalam masa krisis, penghematan, dst, dst, dapat memberhentikan pegawai sesuka hatinya. Kalimat itu sehubungan dengan apa yang selanjutnya ditulis oleh petugas polisi itu bersifat membakar, karena ia pilih begitu saja salah satu kalimat yang sama sekali terlepas dari hubungannya dengan pikiran dan makna seluruhnya.
Sebenarnya saya berkata: posisi pemerintah pada masa ini soekar sekali. Jadi, pemerintah merasakan dirinya dalam keadaan yang sukar sekali. Dengan demikian, pidato saya itu seketika mempunyai makna yang lain!
Dengan cara begitulah nasib seseorang di sini ditentukan oleh salah satu kekeliruan. Bisa saja saya ditahan sampai sembilan bulan lamanya sebelum perkara saya diperiksa. Sudah beberapa kali terjadi seseorang, yang sudah ditahan selama sembilan bulan, dibebaskan lagi karena tidak ditemukan alasan-alasan yang cukup kuat. Begitulah penahanan preventif – mengurung seseorang tanpa proses apa pun – suatu kekejaman dalam bentuk barongsai. Hal semacam itu, seperti “lettre de cachet”, akan berakhir dengan penggulingan dengan kekerasan.
Sekarang mengenai hak untuk mengeksternir seseorang. Apabila polisi tidak menemukan alasan kuat, maka datanglah pemerintah dengan pura-pura mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dikumpulkan oleh – petugas reserse. Demikianlah saya baca dalam surat keputusan pengeksterniran saya, surat-surat yang sangat rahasia dari pembesar ini atau itu. Jadi, segala jawaban atas pertanyaan-pertanyaan semu itu sudah bisa dipastikan tidak akan ada gunanya, seperti juga segala jalan untuk membela diri. Semuanya sudah ditentukan sebelumnya. Siapa yang mengontrol semua surat  rahasia itu? Begitulah orang jatuh dalam cengkeraman kekuasaan yang diliputi kegelapan. Karena tidak ada nama lain untuk menggambarkannya, Baars menjadi korban kekuatan itu. Saya tahu, karena kebetulan saya sudah di Semarang ketika itu – bahwa ia tidak akan berbicara lagi di rapat-rapat, dan hanya sekali-sekali akan menulis sesuatu dalam hariannya. Tetapi hal yang rahasia itu telah menyebabkan ia dikeluarkan.
Sekarang saya bertanya kepada Tuan. Apakah saya harus mengakui salah? Kepada polisi, salah apa? Tentang pengeksterniran atas diri saya, apa yang harus saya akui? Segala pertanyaan itu hanyalah dugaan, kadang-kadang suatu kebohongan, tetapi selalu dilebih-lebihkan. Saya memberitakan ini kepada Tuan sebagai Ibrahim, tidak sebagai seorang pemimpin komunis. Segala sesuatu sudah diatur sedemikian rupa sehingga apa yang menimbulkan kesan pada publik Belanda yang cepat dihinggapi ketakutan itu dapat melumpuhkan salah seorang pemimpin yang mempunyai sukses di kalangan rakyat dalam pergerakan buruh atau politik atau bidang pendidikan. Saya tahu, karena saya kenal Tuan dengan baik sekali, bahwa apabila Tuan menjadi saya, Tuan tidak membungkukkan kepala Tuan dengan segala kerendahan hati.
Dalam pertanyaan-pertanyaan itu yang diciptkan untuk menginternir diri saya – yang dikumpulkan oleh petugas-petugas reserse, sampah masyarakat Jawa yang mudah disogok dan sudah tentu bertindak seenak hatinya saja tanpa memikirkan perasaan atau nasib orang lain – juga ada tentang brosur-brosur saya mengenai komunisme dan tentang pendidikan. Singkatnya, andai kata saya telah melakukan kesalahan, andai kata saya telah memakai satu kata saja yang membakar rakyat atau yang memaki-maki pemerintah dalam brosur-brosur itu, maka sudah lama saya dilemparkan ke dalam penjara karena delik dalam tulisan. Tetapi saya memang harus dihukum, jadi dipakailah hukum untuk mengeluarkan saya dari tanah air. Betul, Tuan Horensma, saya mengira akan berhadapan dengan musuh yang masih mempunyai sifat-sifat kejujuran! Justru karena saya banyak menahan diri dalam ucapan-ucapan dan tulisan-tulisan saya, maka banyak orang yang merasa tertarik – sesuai dengan apa yang pernah Tuan ramalkan – dan itulah yang memberi pukulan berat pada saya!
Sekolah saya telah mencapai sukses. Sistem yang saya pakai sederhana dan jelas, dan memenuhi keingingan-keinginan rakyat yang merana ini. Jika saya masih dapat bekerja terus beberapa lama, maka sekolah kejuruan dan koperasi sudah akan selesai. Saya dapat membuat para murid saya bekerja keras. Ada hubungan erat antara mereka dan saya. Mereka akan berbuat segala apa yang saya perintahkan, menyapu, atau mengangkut barang di jalan. Apa saja yang orang Jawa bisa atau mau bekerja! Tuan tahu bahwa di Bandung juga sudah ada sebuah sekolah! Banyak tempat lain sudah minta bantuan pada saya. Bahkan permintaan telah datang dari Ternate! Tetapi itu tidak boleh! Sebab dia seorang komunis, bukan? Dan akan maju ke revolusi, dan berbahaya bagi pemerintah. Jika pemerintah itu sudah merasa takut kepada anak-anak yang dengan celana merah berbaris di jalan, maka sayalah yang mulai merasa ragu tentang hakikat dan legalitas pemerintah itu!
Utang saya di Soeliki sudah lunas sama sekali. Cukuplah simpanan saya di Deli itu untuk menghadapi kesulitan-kesulitan seperti itu. Sesungguhnya saya ingin supaya ada sisa untuk pergi ke Negeri Belanda. Dan saya secara teratur akan mengirimkan uang kepada Tuan dari Negeri Belanda. Saya masih menyelesaikan urusan-urusan keuangan dengan orang-orang SI.
Tuan dan Nyonya Horensma,
Saya ingin tetap menjadi kawan bagi Tuan dan Nyonya. Saya kira bahwa kejadian-kejadian di dunia ini akan menghapuskan jurang yang ada antara cara berpikir kita.
Murid dan kawan Tuan yang setia dan yang sementara jauh tempat tinggalnya.

Ibrahim.


Catatan:

Tan malaka ketika menulis surat balasan kepada gurunya masih dengan suasana optimis akan hari depannya. Umurnya ketika itu sekitar 25 tahun. Nasib yang menantinya di depan ternyata tidak dapat diduga. Begitu pahit.
Perkiraannya bahwa dia tidak akan lama keluar dari tanah air dan bisa berbicara kembali di depan orang banyak seperti di Semarang ternyata masih akan lama sekali terjadi.
Tan Malaka baru kembali di depan orang ramai 24 tahun kemudian di acara Persatuan Perjuangan di Poerwokerto. 
Banyak hal bisa kita pelajari dari surat Tan hingga hari ini. Misalnya saja kenapa Pemerintah Kolonial begitu takut pada Tan Malaka bahkan rezim-rezim setelah Indonesia Merdeka pun masih menakutinya. Kenapa?  Karena Tan Malaka menyerang langsung ke rezim yang berkuasa tepat di jantungnya melalui sistem pendidikan.
Sekolah Rakyat yang didirikan Tan begitu ditakuti pemerintah Kolonial dibandingkan Taman Siswa, atau INS kayu tanam yang didirikan Syafei misalnya?
Dari surat Tan kita juga mengetahui bagaimana cara kerja reserse jaman dulu yang bahkan berlaku hingga hari ini. Begitu juga Seragam merah putih yang dipakai siswa SD hari ini pun merupakan warisan sekolah rakyat yang diasuh Tan Malaka dulu. Pemerintah Orde Baru entah sadar atau tidak, tetap memakai warna seragam merah putih buat siswa SD.
Dengan pendidikannya saat itu, Tan bisa hidup mapan dengan bekerja pada pemerintah kolonial. Tapi Tan memilih mengikuti panggilan untuk menjadi guru buat bangsanya.


1 komentar:

  1. Kabar baik Allah yang Maha Kuasa telah begitu setia kepada saya dan seluruh keluarga saya untuk menggunakan perusahaan pinjaman ibu Emily untuk mengubah situasi keuangan hidup saya untuk kehidupan yang lebih baik dan lebih stabil sehingga sekarang saya memiliki bisnis sendiri di kotaNama saya Nur Khomariyah dari kota Sidoarjo, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada ibu. Emily karena membantu saya dengan pinjaman yang baik setelah saya menderita di tangan pemberi pinjaman palsu yang menipu saya karena uang saya tanpa menawarkan saya pinjaman, saya memerlukan pinjaman selama 2 tahun terakhir untuk memulai bisnis saya sendiri di kota Sidoarjo tempat saya tinggal dan saya jatuh ke tangan perusahaan palsu di India yang telah menipu saya dan tidak menawarkan pinjaman kepada saya dan saya sangat frustrasi karena saya kehilangan semua uang saya ke perusahaan palsu di India, karena saya berutang kepada bank dan teman-teman saya dan saya tidak punya orang untuk dituju, sampai suatu hari teman setia saya menelepon Slamet Raharjo setelah membaca kesaksiannya tentang bagaimana dia mendapat pinjaman dari ibu perusahaan pinjaman Emily, jadi saya harus menghubungi Slamet Raharjo dan dia mengatakan kepada saya dan meyakinkan saya untuk menghubungi ibu emily bahwa dia adalah ibu yang baik dan saya harus memanggil keberanian dan saya menghubungi ibu emily perusahaan dan secara mengejutkan, pinjaman saya diproses dan disetujui dan dalam waktu 2 jam pinjaman saya dipindahkan ke akun saya dan saya sangat terkejut bahwa ini adalah keajaiban dan saya harus bersaksi tentang ibu pekerjaan yang baik Emilyjadi saya akan menyarankan semua orang yang membutuhkan pinjaman untuk menghubungi ibu perusahaan pinjaman Emily melalui email: emilygregloancompany@gmail.com. atau whatsapp +447860370916  dan saya meyakinkan Anda bahwa Anda akan bersaksi seperti yang telah saya lakukan dan Anda juga dapat menghubungi saya untuk informasi lebih lanjut tentang Mother Emily melalui saya email: nurkhomariyah1989@gmail.com dan Anda masih dapat menghubungi teman saya Nur Syarah yang memperkenalkan saya kepada Ms. Margaret melalui email: slametraharjo211989@gmail.comsemoga Tuhan terus memberkati dan mendukung ibu Emily yang telah mengubah kehidupan finansial saya.

    BalasHapus