Kamis, 07 April 2016

Samakah Program Pemerintah dengan Program Persatuan Perjuangan

Pertanyaan di atas saya tulis (dan jawab) buat memenuhi permintaan beberapa anggota Persatuan Perjuangan, beberapa hari saja sebelum tangkapan Madiun. Tanya jawab yang berkepala “Samakah....?” Itu disiarkan oleh Sekretariat Persatuan Perjuangan di Yogya pada tanggal 14 Mei 1946.
Siaran dirasa perlu untuk menghadapi bisikan di kiri-kanan, bahwa Program pemerintah, yang dibentuk oleh Syahrir, Hatta-Madjid, ketika Rapat K.N. Pusat di Solo itu sama dengan Minimum Program Persatuan Perjuangan.
Dalam hakekatnya kedua Program itu malah menunjukkan pertentangan yang dalam. Kedua Program itu sebenarnya sudah menggambarkan pertentangan, di antara yang saya sebut di atas Phase Massa Aksi, selama enam bulan permulaan Revolusi dengan Phase Berdiplomasi semenjak penangkapan para pemimpin Persatuan Perjuangan di Madiun (17 Maret 1946).
Minimum Program tiada membuka pintu untuk berunding dengan maling di dalam rumah atau dengan musuh yang mengajukan pistolnya dengan kita. Minimum Program menuntut lebih dahulu pengakuan kemerdekaan 100% dan berhubung dengan itu pula menuntut lebih dahulu si Ceroboh (Agressor) menarik tentaranya dari pantai, laut dan udara Indonesia. Semua tuntutan ini dirasa cocok dengan kemerdekaan dan kehormatan Republik Indonesia dan dirasa perlua buat menjamin keamanan Rakyat Indonesia selain dan sesudah perundingan berlaku. Sifatnya perundingan itu kelak cuma untuk menentukan perhubungan diplomasi dan hubungan dagang antara Dua Negara Merdeka, (Indonesia terhadap Nederland) ialah menurut hukum internasional yang sudah lazim dipakai. Apabila tentara Asing masih ada di pantai, laut dan udara Indonesia. Semuanya tuntutan ini dirasa cocok dengan kemerdekaan dan kehormatan Republik Indonesia dan dirasa perlu buat menjamin keamanan keamanan Rakyat Indonesia selain dan sesudah perundingan berlaku. Sifatnya  perundingan itu kelak cuma untuk menentukan perhubungan diplomasi dan hubungan dagang antara Dua Negara Merdeka, (Indonesia terhadap Nederland) ialah menurut hukum internasional yang sudah lazim dipakai. Apabila tentara Asing masih ada di pantai, laut dan udara Indonesia, maka akan diteruskanlah perjuangan buat menghalaukan musuh dengan semua Alat Perang kemerdekaan (yang berlainan sifat dan bilangannya dengan alat perang untuk rebut-merebut Pasar dan Negara Asing). Berhubung dengan itu maka cocok dengan Hukum Perang, semua Harta-Benda dan Hak Milik Musuh akan di-sita (pasal 6 dan 7 Minimum Program). Jaminan buat kemenangan k ita yang terakhir diletakkan pada Pemerintah Rakyat (pasal 2 Minimum Program) dan Tentara Rakyat (pasal 3 Minimum Program).
Program Pemerintah membuka pintu seluas-luasnya untuk berunding, dengan pistol musuh diajukan lebih dahulu semua syarat untuk menjamin Kemerdekaan, Keamanan dan Kehormatan Rakyat Indonesia, sebagai Rakyat yang sudah merdeka semenjak 17 Agustus 1945. Dengan perkataan lain Program Pemerintah membuka pintu kepada Belanda untuk memperkuat serta mengumpulkan tenaga militer, ekonomi dan keuangan di masa berunding; memasukkan colonne kelimanya (bukan ke lima colonenya!!) ke dalam Daerah Republik, dengan maksud kelak menyerang Republik apabila kekuatannya sudah dirasa cukup. Dengan pengakuan atas kembalinya semua Hak Milik dan Harta Benda Belanda, yang dengan Milik Asing lainnya meliputi 99,99 % perindustrian, perkebunan, pertambangan, pengangkutan dan keuangan Indonesia, secara modern kapitalistis, maka IPSO-FACTO, seandainya kelak kekuasaan politik imperialisme Belanda dan Asing lainnya akan kembali meliputi seluruhnya daerah Indonesia ini.
Pertentangan yang tergambar dalam kedua Program itu, berasal dari pertentangan paham beberapa hal:
1e. Pertikaian-penaksiran tentang dalamnya pertentangan antara Pemeras-Penindas-Belanda yang kapitalis-imperialis dengan Rakyat Indonesia yang terperas tertindas.
2e. Pertikaian-penaksiran tentang kekuatan imperialis Belanda yang sebenarnya pada satu pihak, dan kekuatan yang ada dan tersembunyi yang sesungguhnya pada 70 juta Rakyat Indonesia di lain pihak.
3e. Pertikaian tafsiran tentang keadaan Internasional dan berhubung dengan itu pertikaian penaksiran tentang keuntungan dan kerugian yang akan kita peroleh dari keadaan dan kemungkinan Internasional itu.
4e. Pertikaian-penaksiran terhadap diplomasi-berunding atas “goodwill” dan “perikemanusiaan” bekas penjajah pemeras, penindas di satu pihak, dan diplomasi bambu runcing, yang disokong oleh pemboikotan da gerilya di semua lapangan di lain pihak.
Persatuan Perjuangan dengan Minimum Programnya mendasarkan kepercayaan kepada kemenangan terakhir terhadap Tentara Belanda yang didatangkan dan tempat, yang sepuluh ribu Km jauhnya itu, atas Massa Aksi, sebagai Alat dan Muslihat untuk Massa, ialah Massa-Rakyat atau Rakyat-Ramai umumnya dan Masa-Murba atau Murba Ramai khususnya.
Pemerintah Republik dengan Program Lima Pasalnya tiada bersandar kepada Massa Aksi, tetapi mempercayakan nasibnya Republik dan 70 juta Rakyat Indonesia kepada Diplomasi Berunding dan “Kerja Sama” dengan Belanda yang sudah 350 tahun menunjukkan kecakapannya sebagai Penjajah.
Apakah kemungkinan cara penyelesaian pertikaian yang sudah tergambar dalam Program Pemerintah dan Minimum Program itu?

Pertama:
Dengan benar-benar Pemerintah mengakui Hak Warga Negara Indonesia untuk “berkumpul dan bersidang” serta “Hak melahirkan pikiran dan lisan dan tulisan” seperti yang tercantum dalam UUD  Indonesia itu. Dalam hal ini, maka menurut aturan Demokrasi haruslah Pemerintah mengerjakan semua usaha untuk menentukan mana suara terbanyak berada: Di pihak 5 pasal Program Pemerintah-kah atau di pihak 7 pasal Minimum Program. Maka Program yang menang dalam undian itulah kelak yang harus dijadikan Program-nya Pemerintah Republik. Biasanya pula, maka menurut keadaan (fatsoen) politik demokratis, mereka yang menganut Program yang ternyata disetujui oleh Mayority (suara terbanyak) itulah pulah yang diserahi menjalankan Pemerintah.

Kedua:
Atau karena Dewan Perwakilan Rakyat yang sudah disakan oleh Rakyat memangnya belum ada, maka Pemerintah mengakui suara Persatuan Perjuangan setidak-tidaknya sebagai suara Rakyat yang ingin membela kemerdekaan dan Republik dan cocok dengan isi Maklumat Badan Pekerja KNI Pusat No. 21, yang “menyetujui” dan memperkuat Persatuan Perjuangan. Berhubung dengan itu Pemerintah menyerahi Persatuan Perjuangan membentuk Pemerintahan, menurut dasar persatuannya, yakni Minimum Program, dengan tak tawar-menawar lagi.

Ketiga:
Atau Pemerintah dengan 1001 alasan menginjak-injak Hak Demokrasi Rakyat dan memegang terus semua Alat Perlengkapan Negara (Polisi, Tentara, Mahkamah, 13 macam Badan Penyelidikan serta keuangan Negara!) dengan maksud hendak membatalkan terlaksananya semua paham opposisi sambil mempergunakan fitnahan, blacklist, pengumuman resmi, tangkapan secara resmi atau secara “lettre de cachet”, oleh Badan Resmi atau Body Guard dan lain-lain, jalan yang bukan demokratis dan melanggar Hak Warga Negara.

Kelanjutan Perjuangan Rakyat Indonesia membela kemerdekaannya itu, semenjak Penangkapan Madiun telah memberi kepastian kepada tiga kemungkinan diatas.
Pertikaian antara Program Pemerintah dengan Minimum Program, seperti sudah saya jelaskan, tiga hari sebelum Tangkapan Madiun itu, memangnya sudah membayangkan kemungkinan yang akan dipilih oleh Pemerintah Republik.
Tulisan tersebut, sekarangpun (Maret 1948) belum lagi menjadi sejarah, yang tiada lagi mengikat politik Negara kita sekarang! Keduanya Program itu kinipun belum lagi lepas dari Kepentingan Kemerdekaan, Kemakmuran dan hari depannya 70 juta Rakyat Indonesia. Sebab itulah pula, maka kedua Program itu, belum lagi bisa dilepaskan dari pertanyaan setiap Warga Negara Republik Indonesia.
“Manakah yang benar, Program Pemerintah Sukarno Hatta atau Minimum Program Persatuan Perjuangan?”
Berhubung dengan yang tersebut di ataslah, maka dibawah ini saya catat sepenuhnya pertikaian kedua Program itu, seperti berikut:
Samakah Program Pemerintah Dengan Program Persatuan Perjuangan?
Oleh Anggota P.P.

Disiarkan – oleh Sekretariat Persatuan Perjuangan bagian Penyiaran.
Yogya, tanggal 14 Maret 1946

Baru sesudah Kabinet Syahrir meletakkan jabatannya dan pada penghabisan Rapat K.N.I. di Solo pada tanggal 28 Pebruari 1946 sampai 3 Maret 1946, Pemerintah mengeluarkan Programnya. Jadi sesudah lebih dari enam bulan berdirinya Pemerintah Republik Indonesia. Sedangkan Persatuan Perjuangan lebih kurang 2 bulan lampau dari Kongres Purwokerto sudah memproklamirkan Minimum Programnya.
Tak ada diantara para pembangun Persatuan Persatuan yang mengira, bahwa dalam tempo 2 bulan berdirinya Persatuan Perjuangan saja akan sampai kepada tingkat politik Negara Republik Indonesia di mana rakyat berhadapan dengan pernyataan memilih Pemerintah Sukarno Hatta atau Pemerintah Persatuan Perjuangan.
Hilanglah sekarang semua tuduhan yang tidak-tidak selama ini terhadap Persatuan Perjuangan, bahwa Persatuan Perjuangan mau merobohkan Pemerintah. Bukankah Pemerintah sendiri sesudah Kabinet Syahrir mengakui gagal politiknya ke dalam danke luar Negara, meminta bekerjasama dengan Persatuan Perjuangan?
Hilanglah tuduhan, bahwa Persatuan Perjuangan satu Staat di dalam Staat. Bukankah ada lagi Staat yang ganas kejam yang bukan terdiri atas bangsa Indonesia sudah berada di tengah-tengah Staat Indonesia dan mengancam jiwanya Negara dan Masyarakat Indonesia itu?
Bagaimanapun juga, haruslah dipuji Sikap Pemerintah yang mencoba menyesuaikan dirinya dengan satu gerakan Rakyat Indonesia yang cuma memakai haknya sebagai Warga Negara Indonesia. Mudah-mudahan Pemerintah kita yang  muda ini akan lebih insaf lagi akan kegentingan keadaan sekarang dan mengakui kebenaran: “Kemauan Rakyat itulah kemauan Tuha”.
Pemerintah Sukarno-Hatta atau mereka yang di sekitarnya, mangatakan bahwa Program Pemerintah sama dengan Minimum Program Persatuan Perjuangan. Kalau benar demikian, apakah gunanya membikin pula Program baru? Bukankah sepatutnya Pemerintah Sukarno-Hatta mengakui Minimum Program saja? Dengan begitu Pemerintah Sukarno-Hatta mengakui “yang pertama itulah yang semestinya dapat pengesahan dan penghargaan yang pertama”. Lebih-lebih pula Pemerintah Sukarno-Hatta sepatutnya bisa bergembira karena boleh membuktikan keluar Negara, bahwa Rakyat Indonesia sudah sanggup mengusul dan memilih haluan politik yang tepat jitu menurut keadaan: Ergo sudah masak dalam politik, karena “public opinion” sudah cukup kuat dalam Negara Republik Indonesia.
Sebaliknya pula dan pihak Persatuan Perjuangan walaupun sekarang ikhlas “mengalah” tetapi ia “tiada bisa” mengalah. Dalam hal “bentuk dan isinya”, maka program Pemerintah berbeda degan Program Persatuan Perjuangan, seperti perbedaan putih dengan merah. Dalam hal “bangun”, maka Program Pemerintah Sukarno-Hatta seolah-olah tak ada musuh yang ganas kejam yang sedang mengancam jiwanya Republik Indonesia. Sedangkan Minimum Program berdasarkan perjuangan di tengah-tengah Laskar musuh yang ceroboh. Selanjutnya dalam hal “isi” maka Program Pemerintah tiada membicarakan perkara tawanan Jepang dan interniran Eropa dan perkara “Menyita”. Sedangkan Minimum Program menganggap tawanan Jepang, ialah Pasal 4 dan perkara tawanan Eropa itu (pasal 5) dan perkara menyita (pasal 6,7) adalah perkara yang langsung mengenai perjuangan sekarang dan kelak akan langsung menguasai kalah-menangnya Republik Indonesia mempertahankan kemerdekaan 70 juta Rakyat Indonesia. Bukankah Jepang yang sudah dikasihkan kepada Inggris itu sekarang di mana-mana dipakai oleh Inggris buat membunuh Rakyat Indonesia, laki-perempuan, tua-muda? Bukankah Belanda interniran yang jatuh ke tangannya Inggris itu yang sekarang merampok, menculik, memperkosa, menyiksa dan membunuh rakyat dan terutama pemuda Indonesia, serta mendirikan Pemerintahan Nica di mana saja Inggris berduduk? (Jakarta, Bandung, Bogor, Semarang, Surabaya, Sumatra, Bangka, Borneo, Menado dan lain-lain?) rupa-rupanya, akhirnya, “perkara menyita” hak milik musuh itu didiamkan saja oleh Pemerintah. Sedangkan proletar perindustrian dan pertanian harus diberi kepastian tentang sikap Pemerintah terhadap hak milik musuh itu. menyita hak milik musuh dalam perjuangan yang dahsyat dan mungkin lama ini buat proletar perindustrian dan pertanian Indonesia pertama sekali ialah satu “jaminan” yang pasti bahwa mereka tiada akan dipakai sebagai keledai penarik saja selama perjuangan ada dan kelak sesudah perjuangan akan dilemparkan kembali ke bawah telapak kaki-kapitalis-nasional, atau kapital asing. Tak satu hurufpun bisa dikurangi dan perkataan menyita itu. Ini bukannya perkara “taktis atau tidak” melainkan perkara sikap kapital umumnya dan Pemerintah Sukarno-Hatta khususnya terhadap kaum buruh dan perkara timbul tenggelamnya Kaum Buruh Indonesia sebagai kaum. Kaum Buruh Indonesia yang sedang mencurahkan tenaga dan darahnya dalam perjuangan ini, dan sudah mencurahkan keringat dan darahnya selama 350 tahun di bawah Belanda dan 3 ½ tahun di bawah Jepang, pada ketika karangan ini ditulis sebenarnya sudah menjalankan program menyita itu di mana-mana.
Jika Pemerintah Sukarno-Hatta atau kapital asing kelak mau mengambil kembali pabrik, tambang, kebun musuh itu dan tangannya kaum buruh, maka dia akan berhadapan dengan kaum buruh Indonesia yang sudah mengambil sebagian besar sekali dalam perjuangan kemerdekaan ini. Kaum buruh tidak mau mengembalikan harta musuh itu. Inilah artinya menyita hak milik musuh.
Pasal 1 dalam Minimum Program, ialah berunding atas pengakuan Kemerdekaan 100% adalah rapat sekali hubungannya dengan pasal 6 dan 7, yakni perkara menyita perindustrian dan pertanian. Kalau Pasal itu diterima tetapi pasal 6 dan 7 ditolak oleh Pemerintah Sukarno-Hatta, maka ini berarti Pemerintah setuju menuntut kemerdekaan 100% tetapi memberi kemungkinan membenarkan kapital-asing kembali bermaharajalela di Indonesia. Persatuan Perjuangan berpendapat, bahwa dalam hal tersebut, di atas kemerdekaan politik nasional yang 100% itu akan segera pula 100% dibatalkan oleh kapital-asing Inggris-Belanda, walaupun umpamanya oleh Anglo-Dutch Shell saja; apalagi oleh Internasional kapital kalau semuanya dikembalikan seperti semula.
Inilah kupasan kita dalam garis besarnya tentang Program Pemerintah itu.
Marilah sekarang kita adakan kritik dengan ringkas saja terhadap Pasal itu, satu-persatu, Program Pemerintah berbunyi:
1.      Berunding atas pengakuan Negara Republik Indonesia (100%) Minimum Program Persatuan Perjuangan berbunyi:
Berunding atas pengakuan Kemerdekaan 100%.
Dilihat sepintas lalu makna kedua tuntutan itu sama. Tetapi sebenarnya lebih penting buat soal perundingan ini ialah perkara dasar atau syarat atau kapan perundingan itu bisa dijalankan.
Program Persatuan Perjuangan Purwokerto lebih sempurna dalam hal itu. bunyinya: “Berunding atas Kemerdekaan 100%, sesudah tentara  asing meninggalkan pantai dan lautan Indonesia”. (Di belakang ini ditambah lagi syarat perundingan itu dengan tuntutan lebih dahulu “melepaskan semua tawanan (pemuda) yang ditangan Nica dan melenyapkan Pemerintahan Nica di semua tempat yang diduduki Sekutu”).
Menurut isi formule Purwokerto itu, sebelumnya musuh meninggalkan pantai dan lautan Indonesia, maka Pemerintah Indonesia tak disetujui berunding.
Kebenaran tuntutan Purwokerto dua bulan lampau itu sekarang dikuatkan pula oleh tuntutan Rakyat Mesir dan 100 juta bangsa Arab ialah menuntut “diusirnya” tentara Inggris dan Mesir lebih dahulu sebelumnya. Pemerintah Mesir diizinkan oleh Rakyat Berunding dengan “Kancil” Inggris. Pun Independent Labour Party di Inggris menuntut supaya tentara Inggris diusir dari Hindustan. Demikianlah pula sesudahnya tuntutan Purwokerto dinyatakan, maka 9 Perkumpulan Besar di Amerika menuntut supaya tentara Inggris ditarik kembali dari Indonesia.

Sayang Persatuan Perjuangan tak dapat pengakuan umum tentang kebenaran tuntutan kebenaran tuntutan Purwokerto tadi. Banyak diantara anggota Persatuan Perjuangan yang merasa bahwa tuntutan Purwokerto itu terlalu berat. Sebab itulah maka dipendekkan seperti tuntutan sekarang. Tetapi tiadalah boleh disangkal bahwa tuntutan sekarang kurang jelas (explecit). Lantaran kurang jelasnya inilah maka bermacam-macam kawat yang dikirimkan oleh berbagai bagai Cabang Persatuan Perjuangan di Jawa dan di Sumatra kepada Pemerintah yang bersifat ragu-ragu dan setengah-setengah.
Apalagi pula kalau dasar, syarat atau kapannya perundingan itu mesti disusun seperti formulenya Pemerintah.
Pasal 2 Program Pemerintah rupanya sepadan dengan Pasal 3 Minimum Program Persatuan Perjuangan.
Program Pemerintah berbunyi
Mempersiapkan Rakyat dan Negara di segala lapangan politik, ketentaraan, ekonomi dan sosial untuk mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia.
Minimum Program Persatuan Perjuangan berbunyi:
Tentara Rakyat (dalam arti sesuainya haluan Tentara dengan kemauan Rakyat)
Perbedaan Pemerintah dan Persatuan Perjuangan di sini amat jelas dan amat besar. Persatuan Perjuangan tidak lagi “mempersiapkan” tetapi “sudah” mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia, seperti niat di atas.
Pada Kongres Solo 27 Pebruari tahun ini semua Wakil Persatuan Perjuangan sudah mufakat sebulat-bulatnya “menggempur” Pemerintah Inggris-Nica di Jawa Barat, yang dianggap sebagai penyakit menular yang hingga pada sebagian Negara Indonesia. Bagian yang dihinggapi penyakit menular itu pasti dipotong dan dilenyapkan sebelum membawa runtuh seluruh Republik Indonesia.
Meskipun putusan Solo itu baru berusia satu bulan saja, tetapi rencana yang berhubungan dengan “politik”, ketentaraan, ekonomi dan sosial” seperti diniatkan oleh Pemerintah itu bagi Persatuan Perjuangan tidak lagi tinggal niat belaka, melainkan sudah menjadi tindakan yang sudah dijalankan.

Bagian politik, ekonomi dan pertahanan Persatuan Perjuangan sudah bekerja ke jurusan itu. cuma Persatuan Perjuangan tak bisa, tak boleh dan tak perlu mengumumkan semua tindakannya itu berhubung dengan telinga Nica di mana-mana tempat. Pula berhubungan dengan gerak-geriknya Inggris-Nica, yang memerangi Rakyat Indonesi zonder pengumuman perang.
Pasal 3 Program Pemerintah sepadan pula dengan Pasal 2 Persatuan Perjuangan.
Program Pemerintah berbunyi : 3. Mencapai susunan Pemerintah Pusat dan Daerah yang demokratis.
Minimum Program Persatuan Perjuangan berbunyi:
Pemerintah Rakyat (dalam arti sesuainya haluan Pemerintah dengan haluan rakyat)
Sampai ke mana “demokratisnya Pemerintah Pusat dan Daerah yang dimaksudkan oleh Pemerintah itu tiadalah jelas buat kami.
Dalam arti umumnya Pemerintah yang demokratis itu ialah Pemerintah yang dibikin “oleh” Rakyat, “buat” Rakyat dan “dari” Rakyat.
Dalam Negara yang mempunyai kurang lebih 93% Rakyat buta huruf di masa perang pula, apalagi bilamana musuh sudah di tengah-tengah kita, sudahlah tentu dasar pemilihan semacam itu, tak bisa dan tak perlu dijalankan. Mungkin Pemerintah juga tiada bersikap atas dasar demokratis semacam  itu.
Tetapi bagaimanapun juga yang tiada dapat disingkirkan dalam satu pemilihan demokratis ialah: mempertimbangkan “merit”, verdienste yang menguntungkan dan “demerit” yang merugikan (Negara), semuanya mereka dengan tak ada kecualinya, para calon yang ingin menduduki kursi Pemerintahan Pusat dan Daerah itu, semenjak mereka melakukan kewajibannya terhadap Negara.
Supaya lebih tegas dan agaknya lebih actueel, ialah tepat-bukti baiklah kami kutip dengan penuh apa yang dituliskan oleh Perdana Menteri Syahrir dalam “Perjuangan Kita” sebelum beliau mendapat pekerjaan sebagai Perdana Menteri sekarang.
Dalam Perjuangan Kita, halaman 24, Revolusi dan Pembersihan, termaktub: Bahwa revolusi kita ini harus dipimpin oleh golongan demokratis yang revolusioner dan bukan oleh golongan nasionalistis yang pernaha membudak pada fasis-fasis lain, fasis kolonial Belanda atau fasis Militer Jepang.
Perjuangan demokrasi revolusioner itu memulai dengan membersihkan diri dari noda-noda fasis Jepang, mengungkung penglihatan orang-orang yang jiwanya masih terpengaruh oleh propaganda Jepang dan pendidikan Jepang.
Orang-orang yang sudah menjual jiwa dan kehormatan kepada fasis Jepang disingkirkan dari pimpinan revolusi kita (orang-orang yang pernah bekerja di dalam proganda polisi rahasia Jepang, umumnya dalam usaha kolonne ke 5 Jepang). Orang-orang itu harus dianggap sebagai pengkhianat perjuangan dan harus diperbedakan dari kaum buruh biasa dan bekerja hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi sekalian polietike collaboraten dengan fasis Jepang, seperti yang disebutkan di atas harus dipandang sebagai fasis sendiri atau anjing dan kaki tangan Jepang dan tentu sudah berdosa dan berkhianat kepada perjuangan revolusi Rakyat.
Negara Republik Indonesia yang kita jadikan alat dalam revolusi rakyat kita, harus kita jadikan perjuangan demokratis, dibersihkan dari sisa-sisa Jepang dan fasisme.
Undang-Undang Dasar yang belum sempurna demokratis itu ditukar dengan Undang-Undang Dasar demokrasi tulen, yang menerakan sebagai pokok segala susunan negara adalah hak-hak pokok rakyat, yaitu hal-hal kemerdekaan berpikir, berbicara, beragama, menulis, mendapat kehidupan mendapat pendidikan, turut membentuk dan menentukan susunan dan urusan Negara dan hak memilih dan dipilih untuk segala badan yang mengurus Negara.
Tajam sekali penanya Perdanan Menteri yang ditujukan kepada satu “golongan Nasionalistis” yang tertentu itu, kita semuanya maklum, golongan mana yang dimaksudkan.
Tetapi apakah “perjuangan demokrasi revolusioner” yang dimaksudkan Perdana Menteri itu mesti “membersihkan” dari semuanya “yang sudah menjual” “jiwa kehormatannya” kepada fasis Jepang itu atau sebagian saja.
Persatuan Perjuangan berpendapat “belum” waktunya dalam perang ini mempertimbangkan “merit” dan “demerit” semua para calon dalam sesuatu pemilihan yang demokratis. Pemilihan yang semacam itu terpaksa akan membawa perdebatan habis-habisan dalam semua penyurat-kabaran dan permusyawaratan kalau tidak ala Amerika, sekurangnya ala Perancis atau Belanda.
Mungkin pemilihan demokratis semacam itu akan menambah kekacauan semata-mata dan memberi keuntungan sebesar-besarnya kepada musuh, pemilihan perlu dan perlu sekarang juga. Tetapi bukanlah seperti pemilihan di waktu damai, melainkan secara saringan yang revolusioner. Susunan Pemerintah Pusat dan Daerah yang demokratis itupun perlu diadakan sekarang juga.
Tetapi sekarang tiada bisa diadakan susunan yang “damai” demokratis, karena pemilihan “damai” demokratis tak bisa di adakan. Tiada dengan pemilihan damai-demokratis yang mempertimbangkan merit dan demerit itu dengan leluasa bagaimanakah kita memperoleh Pemerintah Pusat dan Daerah yang damai demokratis?
Persatuan Perjuangan pertama sekali menganggap masa sekarang sebagai masa berjuang. Rakyat mesti menolak serangan musuh terhadap kemerdekaan Rakyat Indonesia.
Minimum Program maksudnya pertama sekali mempersatukan puluhan organisasi yang ada. Persatuan itu bukan atas dasar mencari kedudukan di waktu damai, melainkan atas dasar berjuang di masa perang-kemerdekaan. Organisasi Persatuan Perjuangan, bukanlah susunan dalam waktu damai buat melakukan politik damai, melainkan susunan revolusioner buat mempertahankan kemerdekaan. Pemilihan ke dalam Organisasi Persatuan Perjuangan, bukanlah pemilihan dalam waktu damai buat melakukan politik damai, melainkan pemilihan revolusioner buat mempertahankan kemerdekaan Pemilihan ke dalam organisasi Persatuan Perjuangan ialah, pemilihan Rakyat yang revolusioner diantara para pemimpin yang revolusioner yang ikhlas dan berani menghadapi semua kemungkinan kekuatan musuh. Susunan Pemerintah (Pusat dan Daerah) yang kelak dipilih atas dasar revolusioner oleh Rakyat Revolusioner dari golongan revolusioner buat tindakan revolusionerlah yang dikehendaki oleh Persatuan Perjuangan. Inilah yang dimaksudkan dengan Pemerintahan Rakyat, ialah Rakyat Indonesia yang sedang berjuang.
Menilik Hukum “Logical-division”, pembagian dalam hukum berpikir, maka susahlah mencari pemisahan yang pasti antara pasal 4 dan 5. Satu sama lainnya banyak bersamaan, sehingga kita akan terpaksa berulang-ulang menguraikan dua perkara yang sebenarnya satu. Barangkali semangat “Panca Dharma” masih terbayang-bayang  di depan author, atau pembikinnya. Bagaimanapun juga baiklah pasal 4 dan 5 itu dituliskan di bawah ini sekaligus, berturut-turut.
Dua pasal itu akan kita bandingkan pula dengan pasal 6 dan 7 ialah bagian Minimum Program Persatuan Perjuangan yang amat penting.
Program Pemerintah berbunyi:
3.Berusaha segiat-giatnya untuk menyempurnakan produksi dan pembagian makanan dan pakaian.
4. Tentang perusahaan dan perkebunan yang penting hendaknya oleh Pemerintah diambil tindakan-tindakan seperlunya, hingga memenuhi maksud sebagai termaktub dalam undang-undang dasar pasal 33 (hal kesejahteraan sosial).

Pasal 33 tersebut berbunyi:
1.      Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas Kekeluargaan.
2.      Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
3.      Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negaa dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Program Persatuan Perjuangan:
6. Menyita (confiscate, membeslag) dan menyelenggarakan pertanian musuh (kebun)
7. Menyita (membeslag) dan menyelenggarakan perindustrian musuh (pabrik,  
    bengkel, tambang, dll)

Tiga perkara yang bisa menimbulkan perbedaan besar antara Program Pemerintah dengan Minimum Program Persatuan Perjuangan (dan dalam organisasi Persatuan Perjuangan) ialah:
1.      Macamnya barang yang akan dihasilkan (produksi) dan pembagian hasil itu (distribusi).
2.      Caranya menjalankan produksi dan distribusi
3.      Hak milik dan kapital asing.

Berhubung dengan perkara 1, maka kami ingin sekali hendak mengetahui, apakah usaha Pemerintah yang “segiat-giatnya” untuk menyempurnakan produksi dan distribusi (Program Pemerintah pasal 4 itu terbatas pada “pakaian dan makanan” saja). Kita ingin tahu, apakah tiada perlu diberitahukan kepada rakyat, bahwa juga Pemerintah sudah berusaha, atau sedikitnya Inggris-Nica yang terus terang hendak menjajah Indonesia itu? Selamanya Rakyat memasuki medan pertempuran dengan bambu runcing dan sudah merebut bermacam-macam senjata darat, laut dan udara. Tetapi perebutan itu diperoleh dengan banyak korban. Lagi pula belum mencukupi keperluan ratus-ribuan pemuda yang ingin dan siap sedia untuk bertempur. Kita juga tahu, bahwa perkara di mana senjata itu didapat atau dibeli dan berapa atau dibeli tak boleh diumumkan. Tetapi semestinyalah rakyatnya sendiri saja mencari senjata modern dengan bambu runcing, sebagai modal permulaan. Kepercayaan Rakyat terhadap politik dan, diplomasi Pemerintah akan bertambah tinggil serta iman, keprawiraan dan tekad ketabahan rakyat akan bertambah tebal, kalau Pemerintah juga membayangkan perkara penambahan senjata itu. Sebaliknya kalau Pemerintah terus menyembunyikan saja perkara itu; dan di sana-sini dicoba melucuti rakyat yang bersenjata, maka janganlah heran kalau Pemerintah ini tidak saja tak mau mengusir Inggris-Nica, bahkan sebaliknya memberikan kesempatan kepada Inggris-Nica untuk masuk ke tengah-tengah Negara dan Masyarakat Indonesia.
Lagi pula “kegiatan Pemerintah buat menyempurnakan produksi dan pembagian makanan dan pakaian itu” sama sekali belum dirasa oleh Rakyat Murba. Banyak barang dan alat yang dibutuhkan oleh petani, alat pertanian, kain dan lain-lain yang bisa dibikin selama 6 bulan ini, tetapi tiada dibikin. Selama 6 bulan ini, tetapi tiada dibuat. Banyak barang (mobil, ban mobil, senjata, uang dll) yang bisa dilarikan dari tempat yang terancam ke tempat yang aman tetapi tiada dilarikan, sampai akhirnya jatuh ke tangan musuh. Bertimbun-timbun barang  (pakaian, gula, minyak tanah dll) yang sekarang juga bisa dibagi-bagikan kepada Rakyat yang butuh, tetapi dibiarkan begitu saja. Buat siapa?
Sekretariat Persatuan Perjuangan, sudah membuat rencana perkara produksi dan distribusi itu. Kalau kelak dibenarkan oleh Kongres yang akan datang, tanggal 15, 16 dan 17 bulan ini, maka Persatuan Perjuangan akan sampai ke tingkat tindakan yang perlu dan bisa diambil.

Berhubung dengan 2, ialah caranya menjalankan produksi dan distribusi, maka azas “kekeluargaan” itu, yakni Program Pemerintah yang berdasarkan Undang-Undang Dasar pasal 33 itu, amat keras berbau-bau kempei Jepang yang diwariskan oleh Panca Dharma itu kepada pembentuknya. Komentar kami tunda. Merdeka!!!
Bersama kaum buruh, maka Persatuan Perjuangan akan terus terang  menuntut bagian penuh dalam hal mengatur produksi dan distribusi atas azas kekeluargaan, melainkan atas dasar “tenaga dan kemasyarakatan”. Distribusi buat keperluan kota dan desa, sudah acap kali dilakukan oleh kaum buruh dan kaum tani sendiri dengan cara pertukaran barang dan barang. Buruh tani dan rakyat lainnya tak bisa lagi menunggu sampai Pemerintah mengedarkan uang yang kabarnya sedang dicetak tetapi sebagai (proses) percetakannya sudah jatuh ke tangan Nica. Kaum Buruh dan Tani akan membasmi habis-habisan catutan-nasional dan inflasi Nica, dengan cara pertukaran langsung barang dan barang dan dengan memboikot serapat-rapatnya semua tempat yang diduduki oleh Inggris dan Bonekanya ialah Nica.
Berhubung dengan 3 “hak milik dan kapital-Asing” maka selainnya daripada yang sudah disebutkan di atas dan yang tersebut dalam keterangan singkat tentang Minimum Program, maka cuma sedikit lagi yang perlu dikemukakan di sini. Perbedaan paham Pemerintah dengan Persatuan Perjuangan boleh dicari pada Program Pemerintah. Undang-Undang Dasar pasal 33 ayat 2 dan 3 di atas. Menurut program Pemerintah itu; maka “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara...2), serta bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya 3) dikuasai oleh Negara.
Persatuan Perjuangan pertama sekali bertanya, apakah yang dimaksudkan dengan “dikuasai” itu ialah “beheeerd, managed” oleh Negara? Kalau begitu, apakah Negara itu kelak akan menerima kapital-asing memasuki perusahaan yang “dikuasai, beheeerd, managed” oleh Negara Republik Indonesia itu? Kalau “ya”, bagaimanakah kelak kedudukan Kapital Asing itu terhadap Negara?
Lebih penting lagi Persatuan Perjuangan mau tahu, apakah Pemerintah Sukarno-Hatta, kelak akan mengakui “Hak-Milik-Inggris-Nica” (Musuh Republik Indonesia itu) atas “perindustrian dan pertanian Inggris-Nica” yang sekarang sebagian besar sudah “dikuasai”, beheeerd, manages” oleh Negara Republik Indonesia itu?
Pokok kata perkataan “dikuasai” itu tidak menentukan sikap Pemerintah Sukarno-Hatta terhadap Hak-Milik musuh. Perkataan “menyita” yang termaktub dalam pasal 6 dan 7 itu dengan nyata memberi kepastian kepada kaum buruh yang sudah menyita pabrik, tambang dan kebun musuh itu. taktis atau tidak, kaum buruh Indonesia akan mempertahankan hasil tenaga, serta tebusan darah dan jiwanya turun temurun di Indonesia ini. Buat kaum buruh musuh yang kongkrit, nyata, tentang bertanah-air yang berseluk-beluk Hak Milik, Kapitalis dan Imperialis Asing yang ingin mendapatkan kaki-tangan diantara borjuis kecil dan Tengah Indonesia, haruslah tahu akan sikapnya proletar mesin dan tanah Indonesia terhadap Hak Milik Musuh itu!!

Kesimpulan
1.      Umumnya : Tak sama bentuk dan isi Program Pemerintah itu dengan Minimum Program Perjuangan.

Khususnya:
a.       Ke dalam.
Program Pemerintah tak memberi jaminan kekuasaan kepada proletar mesin dan tanah dalam hal memasyarakatkan hak-milik; produksi, distribusi, gaji dan kehidupan sosial. Dengan begitu, maka seandainya kemerdekaan 100% itu tercapai, kaum buruh mungkin kembali ke bawah telapak kakinya Kapitalisme Nasional atau Asing. Dalam suasana Program Pemerintah maka hari depannya kaum proletar mesin dan tanah tetap tinggal gelap, seperti di jaman jajahan.
Minimum Program Persatuan Perjuangan, atas pasal 6 dan 7-nya dengan segala kesadaran memberikan jaminan kekuasaan yang disebut di atas.
Dengan kekuasaan atas hak-milik, produksi, distribusi dan sebagainya itu proletar mesin dan tanah mendapat halaman tempat berdiri untuk menjaga supaya mereka kelak jangan dilemparkan kembali ke bawah telapak kapitalisme-nasional, atau internasional. Cuma terserah kepada proletar Indonesia, apakah mereka kelak akan sanggup mempergunakan kekuasaan tersebut terus-menerus.

b.      Keluar:
Program Pemerintah menutup (walaupun takut-takut) pintu depan terhadap Imperialisme Asing, tetapi membuka pintu belakang seluas-luasnya buat kapital asing. Dengan begitu maka “Negara Republik Indonesia (Merdeka 100%) yang dikehendaki Pemerintah segera akan dirubuhkan 100%.
Minimum Program Persatuan Perjuangan menutup pintu depan dan belakang terhadap Imperialisme Asing. Dengan rencana ekonomi untuk membuat mesin induk (industri berat) yang dilakukan dengan pertukaran bahwa Indonesia dengan mesin Amerika dan Eropa, maka Negara Republik Indonesia betul kelak akan menjadi Negara Merdeka dan terus terjaga kemerdekaanya (yang 100%) itu.

c.       Ke dalam dan keluar
Sikapnya yang penuh kesangsian, kalau terlampau menaksir-lebih (overschatten) kekuatan musuh itu dan terlalu menaksir-rendah (onders-chatten) (undermating) kekuatan Rakyat Murba itu, maka rupanya menurut Program-Pemerintah itu tak ada tindakan pasti yang yang akan diambil dihari depan seperti juga memang tak ada tindakan pasti yang diambil di masa lampau. Dalam Program Pemerintah tak ada disebutkan malah dibayangkan tidak, tindakan yang akan diambil Pemerintah terhadap perlindungan rakyat umumnya, terhadap ribuan pemuda yang diculik, disiksa, dibunuh, terhadap polisi dan Pengadilan Nica di semua bandar dan Kota besar di Jawa dan Seberang. Pun Pemerintah berdiam diri tentang sikap TRI di Banten, Bogor, Sukabumi, dan Bandung yang menahan Rakyat bertindak terhadap Inggris-Nica, tetapi melucuti dan menangkap Rakyat yang mempertahankan Republik Indonesia.

Minimum Program Persatuan Perjuangan tegas terus terang menunjukkan sikap terhadap kecerobohan Inggris Nica, terhadap tawanan Jepang dan Interniran Belanda yang dipakai Inggris membakar kota dan membunuh Rakyat Indonesia. Terus terang pula Minimum Program menyusun semua kekuatan revolusioner di dalam Negara yang berupa politik, ekonomi, sosial dan kemiliteran, dengan maksud yang nyata mendirikan Republik yang betul merdeka, dan terus merdeka.
Akhirulkalam, kepada Pemerintah kita harus berterima kasih, karena ia sudah memaklumkan Programnya. Tetapi kepada semua anggota Persatuan Perjuangan kita wajib memperingatkan, bahwa Program Pemerintah itu tidak sama dengan Minimum Program Persatuan Perjuangan.
Proses yang hebat sedang terjadi baik di kalangan Rakyat, atau pun dalam kalangan Persatuan Perjuangan. Banyak yang dulu musuh, tetapi lantaran jujur, sekarang berada dalam Persatuan Perjuangan. Ada yang dulu masuk ke Persatuan Perjuangan karena tertarik-tarik saja atau mengharapkan pangkat, tetapi sesudahnya krisis Kabinet ini mulai sangsi. Proses memisah dan memilih antara yang opportunist, avontuurlijk dengan yang benar revolusioner sedang bergelora. Persatuan Perjuangan tak  perlu cemas. Keadaan revolusioner akan mendapatkan kawan yang sungguh-sungguh revolusioner di mulut dan di hati. Bahkan sebaliknya kita harus lebih cemas kalau majunya Persatuan Perjuangan  terlampau cepat seperti sekarang. Besar bahaya Persatuan Perjuangan akan lupa daratan.
Dengan memegang teguh disiplin, marilah kita teruskan pekerjaan yang sudah kita mulai sampai pasal 7 Minimum Program yang sudah  mulai menarik mata umum seluruhnya, nasional dan internasional itu betul-betul meresap ke dalam pikiran dan hati sanubari Rakyat Indonesia. Apabila maksud ini tercapai, maka tak ada kekuatan jahiliah yang bisa membendung aliran paham dan akhirnya perbuatan Rakyat itu. Terbujur lalu, terbelintang patah!
Merdeka!!!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar