Pertanyaan di atas saya tulis (dan jawab) buat
memenuhi permintaan beberapa anggota Persatuan Perjuangan, beberapa hari saja
sebelum tangkapan Madiun. Tanya jawab yang berkepala “Samakah....?” Itu
disiarkan oleh Sekretariat Persatuan Perjuangan di Yogya pada tanggal 14 Mei 1946.
Siaran dirasa perlu untuk menghadapi bisikan di
kiri-kanan, bahwa Program pemerintah, yang dibentuk oleh Syahrir, Hatta-Madjid,
ketika Rapat K.N. Pusat di Solo itu sama dengan Minimum Program Persatuan
Perjuangan.
Dalam hakekatnya kedua Program itu malah menunjukkan
pertentangan yang dalam. Kedua Program itu sebenarnya sudah menggambarkan
pertentangan, di antara yang saya sebut di atas Phase Massa Aksi, selama enam
bulan permulaan Revolusi dengan Phase Berdiplomasi semenjak penangkapan para
pemimpin Persatuan Perjuangan di Madiun (17 Maret 1946).
Minimum Program tiada membuka pintu untuk berunding
dengan maling di dalam rumah atau dengan musuh yang mengajukan pistolnya dengan
kita. Minimum Program menuntut lebih dahulu pengakuan kemerdekaan 100% dan berhubung
dengan itu pula menuntut lebih dahulu si Ceroboh (Agressor) menarik tentaranya
dari pantai, laut dan udara Indonesia. Semua tuntutan ini dirasa cocok dengan
kemerdekaan dan kehormatan Republik Indonesia dan dirasa perlua buat menjamin
keamanan Rakyat Indonesia selain dan sesudah perundingan berlaku. Sifatnya
perundingan itu kelak cuma untuk menentukan perhubungan diplomasi dan hubungan
dagang antara Dua Negara Merdeka, (Indonesia terhadap Nederland) ialah menurut
hukum internasional yang sudah lazim dipakai. Apabila tentara Asing masih ada
di pantai, laut dan udara Indonesia. Semuanya tuntutan ini dirasa cocok dengan
kemerdekaan dan kehormatan Republik Indonesia dan dirasa perlu buat menjamin
keamanan keamanan Rakyat Indonesia selain dan sesudah perundingan berlaku.
Sifatnya perundingan itu kelak cuma
untuk menentukan perhubungan diplomasi dan hubungan dagang antara Dua Negara
Merdeka, (Indonesia terhadap Nederland) ialah menurut hukum internasional yang
sudah lazim dipakai. Apabila tentara Asing masih ada di pantai, laut dan udara
Indonesia, maka akan diteruskanlah perjuangan buat menghalaukan musuh dengan
semua Alat Perang kemerdekaan (yang berlainan sifat dan bilangannya dengan alat
perang untuk rebut-merebut Pasar dan Negara Asing). Berhubung dengan itu maka
cocok dengan Hukum Perang, semua Harta-Benda dan Hak Milik Musuh akan di-sita
(pasal 6 dan 7 Minimum Program). Jaminan buat kemenangan k ita yang terakhir
diletakkan pada Pemerintah Rakyat (pasal 2 Minimum Program) dan Tentara Rakyat
(pasal 3 Minimum Program).
Program Pemerintah membuka pintu seluas-luasnya untuk
berunding, dengan pistol musuh diajukan lebih dahulu semua syarat untuk
menjamin Kemerdekaan, Keamanan dan Kehormatan Rakyat Indonesia, sebagai Rakyat
yang sudah merdeka semenjak 17 Agustus 1945. Dengan perkataan lain Program
Pemerintah membuka pintu kepada Belanda untuk memperkuat serta mengumpulkan
tenaga militer, ekonomi dan keuangan di masa berunding; memasukkan colonne
kelimanya (bukan ke lima colonenya!!) ke dalam Daerah Republik, dengan maksud
kelak menyerang Republik apabila kekuatannya sudah dirasa cukup. Dengan
pengakuan atas kembalinya semua Hak Milik dan Harta Benda Belanda, yang dengan
Milik Asing lainnya meliputi 99,99 % perindustrian, perkebunan, pertambangan,
pengangkutan dan keuangan Indonesia, secara modern kapitalistis, maka
IPSO-FACTO, seandainya kelak kekuasaan politik imperialisme Belanda dan Asing
lainnya akan kembali meliputi seluruhnya daerah Indonesia ini.
Pertentangan yang tergambar dalam kedua Program itu,
berasal dari pertentangan paham beberapa hal:
1e. Pertikaian-penaksiran tentang dalamnya
pertentangan antara Pemeras-Penindas-Belanda yang kapitalis-imperialis dengan
Rakyat Indonesia yang terperas tertindas.
2e. Pertikaian-penaksiran tentang kekuatan imperialis
Belanda yang sebenarnya pada satu pihak, dan kekuatan yang ada dan tersembunyi
yang sesungguhnya pada 70 juta Rakyat Indonesia di lain pihak.
3e. Pertikaian tafsiran tentang keadaan Internasional
dan berhubung dengan itu pertikaian penaksiran tentang keuntungan dan kerugian
yang akan kita peroleh dari keadaan dan kemungkinan Internasional itu.
4e. Pertikaian-penaksiran terhadap diplomasi-berunding
atas “goodwill” dan “perikemanusiaan” bekas penjajah pemeras, penindas di satu
pihak, dan diplomasi bambu runcing, yang disokong oleh pemboikotan da gerilya
di semua lapangan di lain pihak.
Persatuan Perjuangan dengan Minimum Programnya
mendasarkan kepercayaan kepada kemenangan terakhir terhadap Tentara Belanda
yang didatangkan dan tempat, yang sepuluh ribu Km jauhnya itu, atas Massa Aksi,
sebagai Alat dan Muslihat untuk Massa, ialah Massa-Rakyat atau Rakyat-Ramai
umumnya dan Masa-Murba atau Murba Ramai khususnya.
Pemerintah Republik dengan Program Lima Pasalnya tiada
bersandar kepada Massa Aksi, tetapi mempercayakan nasibnya Republik dan 70 juta
Rakyat Indonesia kepada Diplomasi Berunding dan “Kerja Sama” dengan Belanda
yang sudah 350 tahun menunjukkan kecakapannya sebagai Penjajah.
Apakah kemungkinan cara penyelesaian pertikaian yang
sudah tergambar dalam Program Pemerintah dan Minimum Program itu?
Pertama:
Dengan benar-benar Pemerintah mengakui Hak Warga
Negara Indonesia untuk “berkumpul dan bersidang” serta “Hak melahirkan pikiran
dan lisan dan tulisan” seperti yang tercantum dalam UUD Indonesia itu. Dalam hal ini, maka menurut
aturan Demokrasi haruslah Pemerintah mengerjakan semua usaha untuk menentukan
mana suara terbanyak berada: Di pihak 5 pasal Program Pemerintah-kah atau di
pihak 7 pasal Minimum Program. Maka Program yang menang dalam undian itulah kelak
yang harus dijadikan Program-nya Pemerintah Republik. Biasanya pula, maka
menurut keadaan (fatsoen) politik demokratis, mereka yang menganut Program yang
ternyata disetujui oleh Mayority (suara terbanyak) itulah pulah yang diserahi
menjalankan Pemerintah.
Kedua:
Atau karena Dewan Perwakilan Rakyat yang sudah disakan
oleh Rakyat memangnya belum ada, maka Pemerintah mengakui suara Persatuan
Perjuangan setidak-tidaknya sebagai suara Rakyat yang ingin membela kemerdekaan
dan Republik dan cocok dengan isi Maklumat Badan Pekerja KNI Pusat No. 21, yang
“menyetujui” dan memperkuat Persatuan Perjuangan. Berhubung dengan itu
Pemerintah menyerahi Persatuan Perjuangan membentuk Pemerintahan, menurut dasar
persatuannya, yakni Minimum Program, dengan tak tawar-menawar lagi.
Ketiga:
Atau Pemerintah dengan 1001 alasan menginjak-injak Hak
Demokrasi Rakyat dan memegang terus semua Alat Perlengkapan Negara (Polisi,
Tentara, Mahkamah, 13 macam Badan Penyelidikan serta keuangan Negara!) dengan
maksud hendak membatalkan terlaksananya semua paham opposisi sambil
mempergunakan fitnahan, blacklist, pengumuman resmi, tangkapan secara resmi
atau secara “lettre de cachet”, oleh Badan Resmi atau Body Guard dan lain-lain,
jalan yang bukan demokratis dan melanggar Hak Warga Negara.
Kelanjutan Perjuangan Rakyat Indonesia membela
kemerdekaannya itu, semenjak Penangkapan Madiun telah memberi kepastian kepada
tiga kemungkinan diatas.
Pertikaian antara Program Pemerintah dengan Minimum
Program, seperti sudah saya jelaskan, tiga hari sebelum Tangkapan Madiun itu,
memangnya sudah membayangkan kemungkinan yang akan dipilih oleh Pemerintah
Republik.
Tulisan tersebut, sekarangpun (Maret 1948) belum lagi
menjadi sejarah, yang tiada lagi mengikat politik Negara kita sekarang!
Keduanya Program itu kinipun belum lagi lepas dari Kepentingan Kemerdekaan,
Kemakmuran dan hari depannya 70 juta Rakyat Indonesia. Sebab itulah pula, maka
kedua Program itu, belum lagi bisa dilepaskan dari pertanyaan setiap Warga
Negara Republik Indonesia.
“Manakah yang benar, Program Pemerintah Sukarno Hatta
atau Minimum Program Persatuan Perjuangan?”
Berhubung dengan yang tersebut di ataslah, maka
dibawah ini saya catat sepenuhnya pertikaian kedua Program itu, seperti
berikut:
Samakah Program Pemerintah Dengan Program Persatuan
Perjuangan?
Oleh Anggota P.P.
Disiarkan – oleh Sekretariat Persatuan Perjuangan
bagian Penyiaran.
Yogya, tanggal 14 Maret 1946
Baru sesudah Kabinet Syahrir meletakkan jabatannya dan
pada penghabisan Rapat K.N.I. di Solo pada tanggal 28 Pebruari 1946 sampai 3
Maret 1946, Pemerintah mengeluarkan Programnya. Jadi sesudah lebih dari enam
bulan berdirinya Pemerintah Republik Indonesia. Sedangkan Persatuan Perjuangan
lebih kurang 2 bulan lampau dari Kongres Purwokerto sudah memproklamirkan
Minimum Programnya.
Tak ada diantara para pembangun Persatuan Persatuan
yang mengira, bahwa dalam tempo 2 bulan berdirinya Persatuan Perjuangan saja
akan sampai kepada tingkat politik Negara Republik Indonesia di mana rakyat
berhadapan dengan pernyataan memilih Pemerintah Sukarno Hatta atau Pemerintah
Persatuan Perjuangan.
Hilanglah sekarang semua tuduhan yang tidak-tidak
selama ini terhadap Persatuan Perjuangan, bahwa Persatuan Perjuangan mau
merobohkan Pemerintah. Bukankah Pemerintah sendiri sesudah Kabinet Syahrir
mengakui gagal politiknya ke dalam danke luar Negara, meminta bekerjasama
dengan Persatuan Perjuangan?
Hilanglah tuduhan, bahwa Persatuan Perjuangan satu
Staat di dalam Staat. Bukankah ada lagi Staat yang ganas kejam yang bukan
terdiri atas bangsa Indonesia sudah berada di tengah-tengah Staat Indonesia dan
mengancam jiwanya Negara dan Masyarakat Indonesia itu?
Bagaimanapun juga, haruslah dipuji Sikap Pemerintah
yang mencoba menyesuaikan dirinya dengan satu gerakan Rakyat Indonesia yang
cuma memakai haknya sebagai Warga Negara Indonesia. Mudah-mudahan Pemerintah
kita yang muda ini akan lebih insaf lagi
akan kegentingan keadaan sekarang dan mengakui kebenaran: “Kemauan Rakyat
itulah kemauan Tuha”.
Pemerintah Sukarno-Hatta atau mereka yang di
sekitarnya, mangatakan bahwa Program Pemerintah sama dengan Minimum Program
Persatuan Perjuangan. Kalau benar demikian, apakah gunanya membikin pula
Program baru? Bukankah sepatutnya Pemerintah Sukarno-Hatta mengakui Minimum
Program saja? Dengan begitu Pemerintah Sukarno-Hatta mengakui “yang pertama
itulah yang semestinya dapat pengesahan dan penghargaan yang pertama”.
Lebih-lebih pula Pemerintah Sukarno-Hatta sepatutnya bisa bergembira karena
boleh membuktikan keluar Negara, bahwa Rakyat Indonesia sudah sanggup mengusul
dan memilih haluan politik yang tepat jitu menurut keadaan: Ergo sudah masak
dalam politik, karena “public opinion” sudah cukup kuat dalam Negara Republik
Indonesia.
Sebaliknya pula dan pihak Persatuan Perjuangan
walaupun sekarang ikhlas “mengalah” tetapi ia “tiada bisa” mengalah. Dalam hal
“bentuk dan isinya”, maka program Pemerintah berbeda degan Program Persatuan
Perjuangan, seperti perbedaan putih dengan merah. Dalam hal “bangun”, maka
Program Pemerintah Sukarno-Hatta seolah-olah tak ada musuh yang ganas kejam yang
sedang mengancam jiwanya Republik Indonesia. Sedangkan Minimum Program
berdasarkan perjuangan di tengah-tengah Laskar musuh yang ceroboh. Selanjutnya
dalam hal “isi” maka Program Pemerintah tiada membicarakan perkara tawanan
Jepang dan interniran Eropa dan perkara “Menyita”. Sedangkan Minimum Program
menganggap tawanan Jepang, ialah Pasal 4 dan perkara tawanan Eropa itu (pasal
5) dan perkara menyita (pasal 6,7) adalah perkara yang langsung mengenai
perjuangan sekarang dan kelak akan langsung menguasai kalah-menangnya Republik
Indonesia mempertahankan kemerdekaan 70 juta Rakyat Indonesia. Bukankah Jepang
yang sudah dikasihkan kepada Inggris itu sekarang di mana-mana dipakai oleh
Inggris buat membunuh Rakyat Indonesia, laki-perempuan, tua-muda? Bukankah Belanda
interniran yang jatuh ke tangannya Inggris itu yang sekarang merampok,
menculik, memperkosa, menyiksa dan membunuh rakyat dan terutama pemuda
Indonesia, serta mendirikan Pemerintahan Nica di mana saja Inggris berduduk?
(Jakarta, Bandung, Bogor, Semarang, Surabaya, Sumatra, Bangka, Borneo, Menado
dan lain-lain?) rupa-rupanya, akhirnya, “perkara menyita” hak milik musuh itu
didiamkan saja oleh Pemerintah. Sedangkan proletar perindustrian dan pertanian
harus diberi kepastian tentang sikap Pemerintah terhadap hak milik musuh itu.
menyita hak milik musuh dalam perjuangan yang dahsyat dan mungkin lama ini buat
proletar perindustrian dan pertanian Indonesia pertama sekali ialah satu
“jaminan” yang pasti bahwa mereka tiada akan dipakai sebagai keledai penarik saja
selama perjuangan ada dan kelak sesudah perjuangan akan dilemparkan kembali ke
bawah telapak kaki-kapitalis-nasional, atau kapital asing. Tak satu hurufpun
bisa dikurangi dan perkataan menyita itu. Ini bukannya perkara “taktis atau
tidak” melainkan perkara sikap kapital umumnya dan Pemerintah Sukarno-Hatta
khususnya terhadap kaum buruh dan perkara timbul tenggelamnya Kaum Buruh
Indonesia sebagai kaum. Kaum Buruh Indonesia yang sedang mencurahkan tenaga dan
darahnya dalam perjuangan ini, dan sudah mencurahkan keringat dan darahnya
selama 350 tahun di bawah Belanda dan 3 ½ tahun di bawah Jepang, pada ketika
karangan ini ditulis sebenarnya sudah menjalankan program menyita itu di
mana-mana.
Jika Pemerintah Sukarno-Hatta atau kapital asing kelak
mau mengambil kembali pabrik, tambang, kebun musuh itu dan tangannya kaum
buruh, maka dia akan berhadapan dengan kaum buruh Indonesia yang sudah
mengambil sebagian besar sekali dalam perjuangan kemerdekaan ini. Kaum buruh
tidak mau mengembalikan harta musuh itu. Inilah artinya menyita hak milik
musuh.
Pasal 1 dalam Minimum Program, ialah berunding atas
pengakuan Kemerdekaan 100% adalah rapat sekali hubungannya dengan pasal 6 dan
7, yakni perkara menyita perindustrian dan pertanian. Kalau Pasal itu diterima
tetapi pasal 6 dan 7 ditolak oleh Pemerintah Sukarno-Hatta, maka ini berarti
Pemerintah setuju menuntut kemerdekaan 100% tetapi memberi kemungkinan
membenarkan kapital-asing kembali bermaharajalela di Indonesia. Persatuan
Perjuangan berpendapat, bahwa dalam hal tersebut, di atas kemerdekaan politik
nasional yang 100% itu akan segera pula 100% dibatalkan oleh kapital-asing
Inggris-Belanda, walaupun umpamanya oleh Anglo-Dutch Shell saja; apalagi oleh
Internasional kapital kalau semuanya dikembalikan seperti semula.
Inilah kupasan kita dalam garis besarnya tentang
Program Pemerintah itu.
Marilah sekarang kita adakan kritik dengan ringkas
saja terhadap Pasal itu, satu-persatu, Program Pemerintah berbunyi:
1.
Berunding atas
pengakuan Negara Republik Indonesia (100%) Minimum Program Persatuan Perjuangan
berbunyi:
Berunding atas
pengakuan Kemerdekaan 100%.
Dilihat sepintas lalu
makna kedua tuntutan itu sama. Tetapi sebenarnya lebih penting buat soal
perundingan ini ialah perkara dasar atau syarat atau kapan perundingan itu bisa
dijalankan.
Program Persatuan
Perjuangan Purwokerto lebih sempurna dalam hal itu. bunyinya: “Berunding atas
Kemerdekaan 100%, sesudah tentara asing
meninggalkan pantai dan lautan Indonesia”. (Di belakang ini ditambah lagi syarat
perundingan itu dengan tuntutan lebih dahulu “melepaskan semua tawanan (pemuda)
yang ditangan Nica dan melenyapkan Pemerintahan Nica di semua tempat yang
diduduki Sekutu”).
Menurut isi formule
Purwokerto itu, sebelumnya musuh meninggalkan pantai dan lautan Indonesia, maka
Pemerintah Indonesia tak disetujui berunding.
Kebenaran tuntutan
Purwokerto dua bulan lampau itu sekarang dikuatkan pula oleh tuntutan Rakyat
Mesir dan 100 juta bangsa Arab ialah menuntut “diusirnya” tentara Inggris dan
Mesir lebih dahulu sebelumnya. Pemerintah Mesir diizinkan oleh Rakyat Berunding
dengan “Kancil” Inggris. Pun Independent Labour Party di Inggris menuntut
supaya tentara Inggris diusir dari Hindustan. Demikianlah pula sesudahnya
tuntutan Purwokerto dinyatakan, maka 9 Perkumpulan Besar di Amerika menuntut
supaya tentara Inggris ditarik kembali dari Indonesia.
Sayang Persatuan Perjuangan tak dapat pengakuan umum
tentang kebenaran tuntutan kebenaran tuntutan Purwokerto tadi. Banyak diantara
anggota Persatuan Perjuangan yang merasa bahwa tuntutan Purwokerto itu terlalu
berat. Sebab itulah maka dipendekkan seperti tuntutan sekarang. Tetapi tiadalah
boleh disangkal bahwa tuntutan sekarang kurang jelas (explecit). Lantaran
kurang jelasnya inilah maka bermacam-macam kawat yang dikirimkan oleh berbagai
bagai Cabang Persatuan Perjuangan di Jawa dan di Sumatra kepada Pemerintah yang
bersifat ragu-ragu dan setengah-setengah.
Apalagi pula kalau dasar, syarat atau kapannya
perundingan itu mesti disusun seperti formulenya Pemerintah.
Pasal 2 Program Pemerintah rupanya sepadan dengan
Pasal 3 Minimum Program Persatuan Perjuangan.
Program Pemerintah berbunyi
Mempersiapkan Rakyat dan Negara di segala lapangan
politik, ketentaraan, ekonomi dan sosial untuk mempertahankan kedaulatan
Republik Indonesia.
Minimum Program Persatuan Perjuangan berbunyi:
Tentara Rakyat (dalam arti sesuainya haluan Tentara
dengan kemauan Rakyat)
Perbedaan Pemerintah dan Persatuan Perjuangan di sini
amat jelas dan amat besar. Persatuan Perjuangan tidak lagi “mempersiapkan”
tetapi “sudah” mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia, seperti niat di
atas.
Pada Kongres Solo 27 Pebruari tahun ini semua Wakil
Persatuan Perjuangan sudah mufakat sebulat-bulatnya “menggempur” Pemerintah
Inggris-Nica di Jawa Barat, yang dianggap sebagai penyakit menular yang hingga
pada sebagian Negara Indonesia. Bagian yang dihinggapi penyakit menular itu
pasti dipotong dan dilenyapkan sebelum membawa runtuh seluruh Republik
Indonesia.
Meskipun putusan Solo itu baru berusia satu bulan
saja, tetapi rencana yang berhubungan dengan “politik”, ketentaraan, ekonomi
dan sosial” seperti diniatkan oleh Pemerintah itu bagi Persatuan Perjuangan
tidak lagi tinggal niat belaka, melainkan sudah menjadi tindakan yang sudah
dijalankan.
Bagian politik, ekonomi dan pertahanan Persatuan
Perjuangan sudah bekerja ke jurusan itu. cuma Persatuan Perjuangan tak bisa,
tak boleh dan tak perlu mengumumkan semua tindakannya itu berhubung dengan
telinga Nica di mana-mana tempat. Pula berhubungan dengan gerak-geriknya
Inggris-Nica, yang memerangi Rakyat Indonesi zonder pengumuman perang.
Pasal 3 Program Pemerintah sepadan pula dengan Pasal 2
Persatuan Perjuangan.
Program Pemerintah berbunyi : 3. Mencapai susunan
Pemerintah Pusat dan Daerah yang demokratis.
Minimum Program Persatuan Perjuangan berbunyi:
Pemerintah Rakyat (dalam arti sesuainya haluan
Pemerintah dengan haluan rakyat)
Sampai ke mana “demokratisnya Pemerintah Pusat dan
Daerah yang dimaksudkan oleh Pemerintah itu tiadalah jelas buat kami.
Dalam arti umumnya Pemerintah yang demokratis itu
ialah Pemerintah yang dibikin “oleh” Rakyat, “buat” Rakyat dan “dari” Rakyat.
Dalam Negara yang mempunyai kurang lebih 93% Rakyat
buta huruf di masa perang pula, apalagi bilamana musuh sudah di tengah-tengah
kita, sudahlah tentu dasar pemilihan semacam itu, tak bisa dan tak perlu
dijalankan. Mungkin Pemerintah juga tiada bersikap atas dasar demokratis
semacam itu.
Tetapi bagaimanapun juga yang tiada dapat disingkirkan
dalam satu pemilihan demokratis ialah: mempertimbangkan “merit”, verdienste
yang menguntungkan dan “demerit” yang merugikan (Negara), semuanya mereka
dengan tak ada kecualinya, para calon yang ingin menduduki kursi Pemerintahan
Pusat dan Daerah itu, semenjak mereka melakukan kewajibannya terhadap Negara.
Supaya lebih tegas dan agaknya lebih actueel, ialah
tepat-bukti baiklah kami kutip dengan penuh apa yang dituliskan oleh Perdana
Menteri Syahrir dalam “Perjuangan Kita”
sebelum beliau mendapat pekerjaan sebagai Perdana Menteri sekarang.
Dalam Perjuangan Kita, halaman 24, Revolusi dan
Pembersihan, termaktub: Bahwa revolusi kita ini harus dipimpin oleh golongan
demokratis yang revolusioner dan bukan oleh golongan nasionalistis yang pernaha
membudak pada fasis-fasis lain, fasis kolonial Belanda atau fasis Militer
Jepang.
Perjuangan demokrasi revolusioner itu memulai dengan
membersihkan diri dari noda-noda fasis Jepang, mengungkung penglihatan
orang-orang yang jiwanya masih terpengaruh oleh propaganda Jepang dan
pendidikan Jepang.
Orang-orang yang sudah menjual jiwa dan kehormatan
kepada fasis Jepang disingkirkan dari pimpinan revolusi kita (orang-orang yang
pernah bekerja di dalam proganda polisi rahasia Jepang, umumnya dalam usaha
kolonne ke 5 Jepang). Orang-orang itu harus dianggap sebagai pengkhianat
perjuangan dan harus diperbedakan dari kaum buruh biasa dan bekerja hanya untuk
sekedar memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi sekalian polietike collaboraten
dengan fasis Jepang, seperti yang disebutkan di atas harus dipandang sebagai
fasis sendiri atau anjing dan kaki
tangan Jepang dan tentu sudah berdosa dan berkhianat kepada perjuangan revolusi
Rakyat.
Negara Republik Indonesia yang kita jadikan alat dalam
revolusi rakyat kita, harus kita jadikan perjuangan demokratis, dibersihkan
dari sisa-sisa Jepang dan fasisme.
Undang-Undang Dasar yang belum sempurna demokratis itu
ditukar dengan Undang-Undang Dasar demokrasi tulen, yang menerakan sebagai
pokok segala susunan negara adalah hak-hak pokok rakyat, yaitu hal-hal
kemerdekaan berpikir, berbicara, beragama, menulis, mendapat kehidupan mendapat
pendidikan, turut membentuk dan menentukan susunan dan urusan Negara dan hak
memilih dan dipilih untuk segala badan yang mengurus Negara.
Tajam sekali penanya Perdanan Menteri yang ditujukan
kepada satu “golongan Nasionalistis” yang tertentu itu, kita semuanya maklum,
golongan mana yang dimaksudkan.
Tetapi apakah “perjuangan demokrasi revolusioner” yang
dimaksudkan Perdana Menteri itu mesti “membersihkan” dari semuanya “yang sudah
menjual” “jiwa kehormatannya” kepada fasis Jepang itu atau sebagian saja.
Persatuan Perjuangan berpendapat “belum” waktunya
dalam perang ini mempertimbangkan “merit” dan “demerit” semua para calon dalam
sesuatu pemilihan yang demokratis. Pemilihan yang semacam itu terpaksa akan
membawa perdebatan habis-habisan dalam semua penyurat-kabaran dan permusyawaratan
kalau tidak ala Amerika, sekurangnya ala Perancis atau Belanda.
Mungkin pemilihan demokratis semacam itu akan menambah
kekacauan semata-mata dan memberi keuntungan sebesar-besarnya kepada musuh,
pemilihan perlu dan perlu sekarang juga. Tetapi bukanlah seperti pemilihan di
waktu damai, melainkan secara saringan yang revolusioner. Susunan Pemerintah
Pusat dan Daerah yang demokratis itupun perlu diadakan sekarang juga.
Tetapi sekarang tiada bisa diadakan susunan yang
“damai” demokratis, karena pemilihan “damai” demokratis tak bisa di adakan.
Tiada dengan pemilihan damai-demokratis yang mempertimbangkan merit dan demerit
itu dengan leluasa bagaimanakah kita memperoleh Pemerintah Pusat dan Daerah
yang damai demokratis?
Persatuan Perjuangan pertama sekali menganggap masa
sekarang sebagai masa berjuang. Rakyat mesti menolak serangan musuh terhadap
kemerdekaan Rakyat Indonesia.
Minimum Program maksudnya pertama sekali mempersatukan
puluhan organisasi yang ada. Persatuan itu bukan atas dasar mencari kedudukan
di waktu damai, melainkan atas dasar berjuang di masa perang-kemerdekaan.
Organisasi Persatuan Perjuangan, bukanlah susunan dalam waktu damai buat
melakukan politik damai, melainkan susunan revolusioner buat mempertahankan
kemerdekaan. Pemilihan ke dalam Organisasi Persatuan Perjuangan, bukanlah
pemilihan dalam waktu damai buat melakukan politik damai, melainkan pemilihan
revolusioner buat mempertahankan kemerdekaan Pemilihan ke dalam organisasi
Persatuan Perjuangan ialah, pemilihan Rakyat yang revolusioner diantara para
pemimpin yang revolusioner yang ikhlas dan berani menghadapi semua kemungkinan
kekuatan musuh. Susunan Pemerintah (Pusat dan Daerah) yang kelak dipilih atas
dasar revolusioner oleh Rakyat Revolusioner dari golongan revolusioner buat
tindakan revolusionerlah yang dikehendaki oleh Persatuan Perjuangan. Inilah
yang dimaksudkan dengan Pemerintahan Rakyat, ialah Rakyat Indonesia yang sedang
berjuang.
Menilik Hukum “Logical-division”, pembagian dalam
hukum berpikir, maka susahlah mencari pemisahan yang pasti antara pasal 4 dan
5. Satu sama lainnya banyak bersamaan, sehingga kita akan terpaksa
berulang-ulang menguraikan dua perkara yang sebenarnya satu. Barangkali
semangat “Panca Dharma” masih terbayang-bayang
di depan author, atau pembikinnya. Bagaimanapun juga baiklah pasal 4 dan
5 itu dituliskan di bawah ini sekaligus, berturut-turut.
Dua pasal itu akan kita bandingkan pula dengan pasal 6
dan 7 ialah bagian Minimum Program Persatuan Perjuangan yang amat penting.
Program Pemerintah berbunyi:
3.Berusaha segiat-giatnya
untuk menyempurnakan produksi dan pembagian makanan dan pakaian.
4. Tentang perusahaan
dan perkebunan yang penting hendaknya oleh Pemerintah diambil tindakan-tindakan
seperlunya, hingga memenuhi maksud sebagai termaktub dalam undang-undang dasar
pasal 33 (hal kesejahteraan sosial).
Pasal 33 tersebut
berbunyi:
1.
Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas Kekeluargaan.
2.
Cabang-cabang
produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh Negara.
3.
Bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negaa dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Program Persatuan Perjuangan:
6. Menyita (confiscate, membeslag) dan
menyelenggarakan pertanian musuh (kebun)
7. Menyita (membeslag)
dan menyelenggarakan perindustrian musuh (pabrik,
bengkel,
tambang, dll)
Tiga perkara yang bisa menimbulkan perbedaan besar
antara Program Pemerintah dengan Minimum Program Persatuan Perjuangan (dan
dalam organisasi Persatuan Perjuangan) ialah:
1.
Macamnya barang
yang akan dihasilkan (produksi) dan pembagian hasil itu (distribusi).
2.
Caranya
menjalankan produksi dan distribusi
3.
Hak milik dan
kapital asing.
Berhubung dengan perkara 1, maka kami ingin sekali
hendak mengetahui, apakah usaha Pemerintah yang “segiat-giatnya” untuk
menyempurnakan produksi dan distribusi (Program Pemerintah pasal 4 itu terbatas
pada “pakaian dan makanan” saja). Kita ingin tahu, apakah tiada perlu
diberitahukan kepada rakyat, bahwa juga Pemerintah sudah berusaha, atau
sedikitnya Inggris-Nica yang terus terang hendak menjajah Indonesia itu?
Selamanya Rakyat memasuki medan pertempuran dengan bambu runcing dan sudah
merebut bermacam-macam senjata darat, laut dan udara. Tetapi perebutan itu
diperoleh dengan banyak korban. Lagi pula belum mencukupi keperluan
ratus-ribuan pemuda yang ingin dan siap sedia untuk bertempur. Kita juga tahu,
bahwa perkara di mana senjata itu didapat atau dibeli dan berapa atau dibeli
tak boleh diumumkan. Tetapi semestinyalah rakyatnya sendiri saja mencari
senjata modern dengan bambu runcing, sebagai modal permulaan. Kepercayaan
Rakyat terhadap politik dan, diplomasi Pemerintah akan bertambah tinggil serta
iman, keprawiraan dan tekad ketabahan rakyat akan bertambah tebal, kalau
Pemerintah juga membayangkan perkara penambahan senjata itu. Sebaliknya kalau
Pemerintah terus menyembunyikan saja perkara itu; dan di sana-sini dicoba
melucuti rakyat yang bersenjata, maka janganlah heran kalau Pemerintah ini
tidak saja tak mau mengusir Inggris-Nica, bahkan sebaliknya memberikan
kesempatan kepada Inggris-Nica untuk masuk ke tengah-tengah Negara dan
Masyarakat Indonesia.
Lagi pula “kegiatan Pemerintah buat menyempurnakan
produksi dan pembagian makanan dan pakaian itu” sama sekali belum dirasa oleh
Rakyat Murba. Banyak barang dan alat yang dibutuhkan oleh petani, alat
pertanian, kain dan lain-lain yang bisa dibikin selama 6 bulan ini, tetapi
tiada dibikin. Selama 6 bulan ini, tetapi tiada dibuat. Banyak barang (mobil,
ban mobil, senjata, uang dll) yang bisa dilarikan dari tempat yang terancam ke
tempat yang aman tetapi tiada dilarikan, sampai akhirnya jatuh ke tangan musuh.
Bertimbun-timbun barang (pakaian, gula,
minyak tanah dll) yang sekarang juga bisa dibagi-bagikan kepada Rakyat yang
butuh, tetapi dibiarkan begitu saja. Buat siapa?
Sekretariat Persatuan Perjuangan, sudah membuat
rencana perkara produksi dan distribusi itu. Kalau kelak dibenarkan oleh Kongres yang
akan datang, tanggal 15, 16 dan 17 bulan ini, maka Persatuan Perjuangan akan
sampai ke tingkat tindakan yang perlu dan bisa diambil.
Berhubung dengan 2,
ialah caranya menjalankan produksi dan distribusi, maka azas “kekeluargaan”
itu, yakni Program Pemerintah yang berdasarkan Undang-Undang Dasar pasal 33
itu, amat keras berbau-bau kempei Jepang yang diwariskan oleh Panca Dharma itu
kepada pembentuknya. Komentar kami tunda. Merdeka!!!
Bersama kaum buruh,
maka Persatuan Perjuangan akan terus terang
menuntut bagian penuh dalam hal mengatur produksi dan distribusi atas
azas kekeluargaan, melainkan atas dasar “tenaga dan kemasyarakatan”. Distribusi
buat keperluan kota dan desa, sudah acap kali dilakukan oleh kaum buruh dan
kaum tani sendiri dengan cara pertukaran barang dan barang. Buruh tani dan
rakyat lainnya tak bisa lagi menunggu sampai Pemerintah mengedarkan uang yang
kabarnya sedang dicetak tetapi sebagai (proses) percetakannya sudah jatuh ke
tangan Nica. Kaum Buruh dan Tani akan membasmi habis-habisan catutan-nasional
dan inflasi Nica, dengan cara pertukaran langsung barang dan barang dan dengan memboikot
serapat-rapatnya semua tempat yang diduduki oleh Inggris dan Bonekanya ialah
Nica.
Berhubung dengan 3
“hak milik dan kapital-Asing” maka selainnya daripada yang sudah disebutkan di
atas dan yang tersebut dalam keterangan singkat tentang Minimum Program, maka
cuma sedikit lagi yang perlu dikemukakan di sini. Perbedaan paham Pemerintah
dengan Persatuan Perjuangan boleh dicari pada Program Pemerintah. Undang-Undang
Dasar pasal 33 ayat 2 dan 3 di atas. Menurut program Pemerintah itu; maka
“Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara...2), serta bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya 3) dikuasai oleh Negara.
Persatuan
Perjuangan pertama sekali bertanya, apakah yang dimaksudkan dengan “dikuasai”
itu ialah “beheeerd, managed” oleh Negara? Kalau begitu, apakah Negara itu
kelak akan menerima kapital-asing memasuki perusahaan yang “dikuasai, beheeerd,
managed” oleh Negara Republik Indonesia itu? Kalau “ya”, bagaimanakah kelak
kedudukan Kapital Asing itu terhadap Negara?
Lebih penting lagi
Persatuan Perjuangan mau tahu, apakah Pemerintah Sukarno-Hatta, kelak akan
mengakui “Hak-Milik-Inggris-Nica” (Musuh Republik Indonesia itu) atas
“perindustrian dan pertanian Inggris-Nica” yang sekarang sebagian besar sudah
“dikuasai”, beheeerd, manages” oleh Negara Republik Indonesia itu?
Pokok kata
perkataan “dikuasai” itu tidak menentukan sikap Pemerintah Sukarno-Hatta
terhadap Hak-Milik musuh. Perkataan “menyita” yang termaktub dalam pasal 6 dan
7 itu dengan nyata memberi kepastian kepada kaum buruh yang sudah menyita
pabrik, tambang dan kebun musuh itu. taktis atau tidak, kaum buruh Indonesia
akan mempertahankan hasil tenaga, serta tebusan darah dan jiwanya turun temurun
di Indonesia ini. Buat kaum buruh musuh yang kongkrit, nyata, tentang bertanah-air
yang berseluk-beluk Hak Milik, Kapitalis dan Imperialis Asing yang ingin
mendapatkan kaki-tangan diantara borjuis kecil dan Tengah Indonesia, haruslah
tahu akan sikapnya proletar mesin dan tanah Indonesia terhadap Hak Milik Musuh
itu!!
Kesimpulan
1.
Umumnya : Tak sama bentuk dan isi Program Pemerintah itu
dengan Minimum Program Perjuangan.
Khususnya:
a.
Ke dalam.
Program Pemerintah tak memberi jaminan kekuasaan kepada
proletar mesin dan tanah dalam hal memasyarakatkan hak-milik; produksi,
distribusi, gaji dan kehidupan sosial. Dengan begitu, maka seandainya
kemerdekaan 100% itu tercapai, kaum buruh mungkin kembali ke bawah telapak
kakinya Kapitalisme Nasional atau Asing. Dalam suasana Program Pemerintah maka
hari depannya kaum proletar mesin dan tanah tetap tinggal gelap, seperti di
jaman jajahan.
Minimum Program Persatuan Perjuangan, atas pasal 6 dan 7-nya
dengan segala kesadaran memberikan jaminan kekuasaan yang disebut di atas.
Dengan kekuasaan atas hak-milik, produksi, distribusi dan
sebagainya itu proletar mesin dan tanah mendapat halaman tempat berdiri untuk
menjaga supaya mereka kelak jangan dilemparkan kembali ke bawah telapak
kapitalisme-nasional, atau internasional. Cuma terserah kepada proletar
Indonesia, apakah mereka kelak akan sanggup mempergunakan kekuasaan tersebut
terus-menerus.
b.
Keluar:
Program Pemerintah menutup (walaupun takut-takut) pintu depan
terhadap Imperialisme Asing, tetapi membuka pintu belakang seluas-luasnya buat
kapital asing. Dengan begitu maka “Negara Republik Indonesia (Merdeka 100%)
yang dikehendaki Pemerintah segera akan dirubuhkan 100%.
Minimum Program Persatuan Perjuangan menutup pintu depan dan
belakang terhadap Imperialisme Asing. Dengan rencana ekonomi untuk membuat
mesin induk (industri berat) yang dilakukan dengan pertukaran bahwa Indonesia
dengan mesin Amerika dan Eropa, maka Negara Republik Indonesia betul kelak akan
menjadi Negara Merdeka dan terus terjaga kemerdekaanya (yang 100%) itu.
c.
Ke dalam dan keluar
Sikapnya yang penuh kesangsian, kalau terlampau
menaksir-lebih (overschatten) kekuatan musuh itu dan terlalu menaksir-rendah
(onders-chatten) (undermating) kekuatan Rakyat Murba itu, maka rupanya menurut
Program-Pemerintah itu tak ada tindakan pasti yang yang akan diambil dihari
depan seperti juga memang tak ada tindakan pasti yang diambil di masa lampau.
Dalam Program Pemerintah tak ada disebutkan malah dibayangkan tidak, tindakan
yang akan diambil Pemerintah terhadap perlindungan rakyat umumnya, terhadap
ribuan pemuda yang diculik, disiksa, dibunuh, terhadap polisi dan Pengadilan
Nica di semua bandar dan Kota besar di Jawa dan Seberang. Pun Pemerintah
berdiam diri tentang sikap TRI di Banten, Bogor, Sukabumi, dan Bandung yang
menahan Rakyat bertindak terhadap Inggris-Nica, tetapi melucuti dan menangkap
Rakyat yang mempertahankan Republik Indonesia.
Minimum Program
Persatuan Perjuangan tegas terus terang menunjukkan sikap terhadap kecerobohan
Inggris Nica, terhadap tawanan Jepang dan Interniran Belanda yang dipakai
Inggris membakar kota dan membunuh Rakyat Indonesia. Terus terang pula Minimum
Program menyusun semua kekuatan revolusioner di dalam Negara yang berupa
politik, ekonomi, sosial dan kemiliteran, dengan maksud yang nyata mendirikan
Republik yang betul merdeka, dan terus merdeka.
Akhirulkalam,
kepada Pemerintah kita harus berterima kasih, karena ia sudah memaklumkan
Programnya. Tetapi kepada semua anggota Persatuan Perjuangan kita wajib
memperingatkan, bahwa Program Pemerintah itu tidak sama dengan Minimum Program
Persatuan Perjuangan.
Proses yang hebat
sedang terjadi baik di kalangan Rakyat, atau pun dalam kalangan Persatuan
Perjuangan. Banyak yang dulu musuh, tetapi lantaran jujur, sekarang berada
dalam Persatuan Perjuangan. Ada yang dulu masuk ke Persatuan Perjuangan karena
tertarik-tarik saja atau mengharapkan pangkat, tetapi sesudahnya krisis Kabinet
ini mulai sangsi. Proses memisah dan memilih antara yang opportunist,
avontuurlijk dengan yang benar revolusioner sedang bergelora. Persatuan
Perjuangan tak perlu cemas. Keadaan
revolusioner akan mendapatkan kawan yang sungguh-sungguh revolusioner di mulut
dan di hati. Bahkan sebaliknya kita harus lebih cemas kalau majunya Persatuan
Perjuangan terlampau cepat seperti
sekarang. Besar bahaya Persatuan Perjuangan akan lupa daratan.
Dengan memegang
teguh disiplin, marilah kita teruskan pekerjaan yang sudah kita mulai sampai
pasal 7 Minimum Program yang sudah mulai
menarik mata umum seluruhnya, nasional dan internasional itu betul-betul
meresap ke dalam pikiran dan hati sanubari Rakyat Indonesia. Apabila maksud ini
tercapai, maka tak ada kekuatan jahiliah yang bisa membendung aliran paham dan
akhirnya perbuatan Rakyat itu. Terbujur lalu, terbelintang patah!
Merdeka!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar