Sebagai hasilnya cara berpikir yang
berlandaskan logika, yang menyembunyikan
pertentangan, maka ahli borjuis seperti Kranenburg dan Krabbe
(Nederland), Blackstone (Inggris) dan lain-lainnya mendefenisikan negara itu,
lebih kurang sebagai berikut: “Negara adalah daerah yang tertentu, didiami oleh
rakyat (bangsa) asli dan warga baru yang dibawah kekuasaan (authority) yang
syah dan tertentu pula”.
Ayat ilmu politik yang lazim
dikemukakan di Amerika ialah: daerah yang tertentu, didiami oleh rakyat yang
tertentu, untuk menyusun sesuatu pemerintah (for the sake of organizing a government).
Sebagai hasil cara berpikir
dialektika, yang melaksanakan pertentangan atas paham (teori) idealisme maka
Hegel mendefenisikan “Negara” itu sebagai “Pernyataan paham kesusilaan (moral)
atau “gambaran dan kenyataan akal”, atau pelaksanaan paham mutlak (absolute
idee)”, atau “Kerajaan Tuhan di dunia di mana hakekat dan keadilan yang abadi
dilaksanakan”.
Sebagai hasilnya cara berpikir
dialektis, yakni logika pertentangan, yang diselenggarakan atas paham (teori)
materialisme, maka Marx mendefenisikan Negara itu dengan kalimat yang terkenal:
“Negara itu adalah hasil dari peryataan perjuangan klas yang tiada bisa diperdamaikan”
(the state is the product and the
manifestation of irreconcilability of
class-antagonism).
Dalam buku karangan Engels bernama “Der
Ursprung der Familier, der Privateigentums und der States” (1894)
tertulis diantara lain-lainnya (Negara) adalah hasilnya masyarakat pada suatu
tingkat kemajuannya, dia (Negara) adalah suatu pengakuan, bahwa masyarakat ini
sudah terlibat dalam pertentangan dengan dirinya sendiri sehingga tidak dapat
diselesaikan lagi; sampai (negara) itu terbelah dua dalam pertentangan dendam
kesumat, yang tidak dapat disingkirkannya lagi. Tetapi supaya pertentangan ini
(ialah pertentangan) dua klas yang berdasarkan pertentangan kepentingan
ekonominya ini, jangan melenyapkan dirinya dan masyarakat itu sendiri oleh
perjuangan sia-sia, maka perlulah ada sesuatu kekuasaan, yang rupanya
seolah-olah berdiri di atas masyarakat; untuk menjabarkan perjuangan dan
membatasi perjuangan itu dalam daerah ketentaraan: dan kekuasaan ini, yang
timbul dalam masyarakat, tetapi menempatkan dirinya di atas masyarakat dan
makin lama makin mengasingkan dirinya dari masyarakat itu ialah Negara”.
Kekuasaan umum itu ada pada
tiap-tiap negara; kekuasaan itu tidak saja terdiri dari orang bersenjata,
tetapi juga disertai oleh badan seperti penjara dan bermacam rupa alat pemaksa,
yang semuanya tidak dikenal dalam sesuatu masyarakat kekeluargaan”.
Lenin dalam brosure “Negara dan
Revolusi” (State and Revolution)
berkata:
“Dua badan yang teristimewa, yang
menjadi syarat mutlaknya mesin negara, ialah: birokrasi dan tentara”.
“Tentara dan Polisi adalah alat,
yang terutama bagi kekuasaan negara”.
“Birokrasi dan tentara adalah lintah
darat yang melekat pada masyarakat borjuis lintah darat yang timbul dari
pertentangan yang membelah dua masyarakat itu, tetapi lambat laun yang menghisap
semua lubang hidupnya masyarakat itu”.
Sekianlah dulu catatan saya tentang
negara itu, yang saya rasa perlu saya lakukan, sebelumnya saya memulai dengan
uraian saya.
Karena berlainan cara berpikir,
berlainan paham berpikir dan berlainan pula semangat berpikir, maka ketiga
jenis ahli pikir tersebut di atas, mendapatkan hasil pikiran yang berbeda
bentuk dan isinya pula.
Dengan cara berpikir logika, maka
seorang profesor borjuis tidak mengemukakan pertentangan. Tetapi dia
mempergunakan dialektika itu atas pengertian, tafsiran dan teori idealisme.
Marx, Engels dan Lenin tidak saja berpikir secara dialektis, tetapi mereka
memakai dialektika itu atas teori kebendaan, kenyataan (materialisme).
Bahan berpikir yang diutamakan oleh
ahli borjuis ialah daerah (territory), rakyat (people) dan kekuasaan
(authority). Dalam defenisi tersebut di atas Hegel tiada mengacuhkan daerah dan
rakyat itu. Dia mengemukakan kesusilaan (moral), atau akal (rede) atau paham
(idee). Pun Engels dan Lenin tidak memasukkan daerah ke dalam defenisinya.
Tetapi mereka mengutamakan perpecahan klas di antara rakyat itu dan
mengemukakan kekuasaan yang dipakai oleh salah satu klas dalam rakyat itu untuk
menindas klas yang lain dengan alat kekuasaan negara itu.
Tentang semangat menghampiri persoalan
ke negaraan, pun ketiga jenis ahli di
atas tadi, berlainan satu sama lainnya. Ahli borjuis bersemangat menjabarkan
dan membatasi perjuangan.
Marx, Engels dan Lenin sebaliknya
mempertajam dan memperluas perjuangan klas dari daerah Nasional ke daerah
Internasional. Sedangkan Hegel bersemangat revolusioner terhadap sistem negara
Feodal, tetapi bersemangat reaksioner terhadap gerakan proletariat.
Meskipun Marx-Engels dan Lenin tidak
memasukkan daerah dan rakyat ke dalam defenisi negara itu dan walaupun ketiga pemikir proletaria ini lahir dan batin
adalah internasionalist, tetapi hal ini
tidak berarti, bahwa mereka tidak memperdulikan soal kebangsaan (national
question), jauh daripada itu.
Semua persoalan yang berhubungan
dengan kenegaraan dan kebangsaan (national question), seperti soal bentuk
negara, yakni bentuk kesatuan (unitary) atau bentuk gabungan (federation) atau
republik; soal yang berhubungan dengan bumi-iklim, bahasa, kebudayaan dan
sejarah, yang semuanya itu mengenai masing-masing negara, tidaklah luput dari
perhatian, penyelidikan dan pertimbangan Marx, Engels, Lenin dan Stalin. Dalam
pemecahan persoalan kebangsaan dan kenegaraan itu, maka sampai sekarang
diantara beberapa negara raksasa, maka Soviet Rusia banyak sekali mendapatkan
hasil dari segala usahanya (tahun 1947).
Internasionalisme adalah wujud yang
terakhir dan semboyan “kaum buruh seluruh dunia bersatulah” adalah pekik
proletaria, kepada klas sejawatnya di seluruh dunia untuk melaksanakan
internasionalisme itu.
Internasionalisme bukanlah menyuruh
kaum buruh pada masing-masing negara di dunia, sambil berpangku tangan saja,
mengharap-harap datangnya internasionalisme itu sebagai satu hadiah yang jatuh
dari langit. Tiap-tiap Negara masih mempunyai daerah sendir, rakyat sendiri,
kekuasaan sendiri, dan kebudayaan sendiri, sebagai hasil perjuangan klas lawan
klas dalam negara itu sendiri, dan hasil peperangan negara itu dengan negara
lain.
Tiap-tiap proletari masing-masing
negara, masih harus berjuang memperluas daerahnya, atau harus menerobos
batas-batas yang terbawa oleh sistem kapitalisme untuk berjabat tangan dengan
proletaria dunia menghancurkan kapitalisme dunia.
Negara sosialis terbesar seperti
Rusia, yang berdiri semenjak perang dunia pertama (1914-1918) bersama dengan
beberapa negara sosialis lain disekitarnya, ialah Polandia, Tsjecho-Slowakia,
Hongaria, Rumania, Bulgaria, Yugoslavia, dan lain-lain, yang berdiri semenjak
penghabisan perang dunia kedua (1935-1945). Soviet Rusia dan sekitarnya itu,
sekarang (tahun 1947), ialah tepat 100 tahun semenjak Manifest Komunis
dikeluarkan (yakni tahun 1847) masih memperjuangkan batas daerah negaranya, dan
membela rakyat (kewargaan) yang termasuk ke dalam negara sosialis itu.
Bukanlah sekarang (Desember 1947)
soal daerah dan rakyat, yang kita anggap harus masuk ke bawah kekuasaan utama
adalah urusan bangsa Indonesia sendiri itulah pula soal yang kita rasa penting
dan hangat, soal mana bisa menggagalkan atau menjagakan, dengan langsung atau
tidak, semua daya-upaya kita menegakkan kemerdekaan 100%.
TIMBUL – TUMBANGNYA NEGARA
Dimana dan bilamana dalam sesuatu
masyarakat timbul dua klas yang pertentangan ekonominya tidak dapat didamaikan,
maka di sana dan pada waktu itulah pula dalam masyarakat itu timbul satu
kekuasaan untuk membatasi dan menempatkan
pertentangan itu dalam sesuatu ketentraman umum. Kekuasaan ini, yang timbul
dalam masyarakat itu sendiri, yang semakin tajamnya pertentangan, semakin
mengasingkan dirinya dari masyarakat dan berada di atas masyarakat itu sendiri,
kekuasaan inilah yang oleh Marx dan Engels dinamai negara. Kekuasaan yang dalam
telanjang-bulatnya berupa birokrasi, tentara, mahkamah, polisi dan penjara
dalam lahirnya berupa berdiri ditengah-tengah sebagai wasit, tetapi dalam
batinnya dia adalah alatnya kaum berpunya untuk menindas kaum tak berpunya.
Semakin keras pemerasannya klas berpunya atas klas tak berpunya, maka semakin
tajamlah pertentangan diantara kedua klas itu. Dengan bertambah tajamnya
pertentangan itu, maka bertambah teranglah pula sifatnya negara itu, sebagai
satu alat penindas kaum berpunya atas klas tak berpunya.
Dimana dan bilamana tak ada
pertentangan klas dalam masyarakat itu, karena tak ada pula pertentangan
ekonomi dalam masyarakat itu, maka di sana dan pada waktu itu masyarakat itu
tidaklah pula memerlukan satu kekuasaan yang teristimewa yang terpisah dari
masyarakat itu, dan yang berdiri di atas masyrakat itu sendiri. Dengan
perkataan lain, masyarakat semacam itu tidaklah memerlukan negara (state),
yakni: tidak memerlukan alat penindas seperti birokrasi, tentara, mahkamah,
polisi, rumah penjara, dan algojo. Selama pertentangan ekonomi diantara klas
dan klas manusia dalam masyarakat itu belum ada, maka selama itulah pula
masyarakat itu bisa berdamai dalam dirinya sendiri dengan mudah sekali.
Semua urusan perekonomian, sosial
dan kebudayaan di dalam masyarakat itu, dan semua urusan pembelian terhadap
keluar masyarakat, itu dapat diurus dengan dasar kemerdekaan, persamaan,
persaudaraan dan pemufakatan. Paksaan dari salah satu alat penindasnya oleh
satu klas yang lain tidaklah diperlukan dan tidaklah pula timbul. Dalam
menghadapi semua persoalan, maka semua anggota masyarakat itu berunding atas
dasar sama rata, untuk mendapatkan putusan yang dimufakati bersama dan akhirnya
untuk bertindak bersama, keadaan masyarakat yang semacam itulah pula rupanya,
yang oleh Engels, dinamai “masyarakat bersenjata yang bertindak sendiri” (self
acting armed organisation of the Population).
Masyarakat yang begini, ialah
“masyarakat bersenjata yang bertindak sendiri” ini terdapat pada masyarakat
yang berdasarkan komunisme asli (oerkomunisme).
Banyak sekali pelajaran, yang kita
peroleh dari buku kecil, karangan Engels yang tersebut di atas. Semakin dalam
kita kaji pendapat Engels tentang masyarakat dahalu kala di Amerika (masyarakat
Indian), yang diterima oleh Engels, sebagai hasil pemeriksaan seorang pengarang
Amerika, bernama Lewis H. Morgan dalam bukunya “Ancient Society”, semakin mengerti pula kita seluk beluknya
masyrakat kita sendiri.
Saya sendiri ketika membaca buku
Engels yang tersebut tadi acapkali merasa adanya beberapa persamaan di antara
masyarakat Amerika asli (Indian) dengan masyarakat pada beberapa daerah di
Indonesia ini. Sebagai salah satu contoh tersambil saja, saya majukan, bahwa
rasanya tidak berapa bedanya keadaan masyrakat Minangkabau di waktu lampau, di
waktu luhurnya, dengan keadaan “masyrakat bersenjata yang bertindak sendiri
itu”.
Dasar seiya-sekata menurut pepatah
Minangkabau bukanlah satu perhiasan kata saja. Seiya sekata itu adalah suatu
dasar yang dipegang teguh dalam sesuatu rapat umum. Rapat umum ini tidaklah
pula satu kata yang kosong isinya. Laki perempuan, tua-muda boleh hadir dan berhak penuh untuk berbicara dalam
sesuatu rapat-umum, yang acapkali disebut: bersuluhkan bulan dan matahari,
bergelanggangkan mata orang banyak, artinya berterang-terangan. Adapun
permusyawaratan itu adalah cara yang wajib dilakukan untuk mendapatkan
seiya-sekata atau kebulatan pikiran. Kata pepatah: bulat air dek (oleh)
pembuluh bulat kata dek mufakat. Asasnya sesuatu permusyawaratan itu adalah
kemerdekaan berbicara bagi tiap-tiap orang laki, perempuan, tua dan muda.
Sesuatu permusyawaratan harus asing daripada kekerasan dan paksaan yang menjadi
dasar perundingan itu ialah alur (penjelasan
yang logis menurut adat dan undang-undang), dan yang ditujukan kepada yang
patut (adil). Bunyinya pepatah: “mufakat beraja kepada alur dan patut”. Setelah
seiya-sekata atau kebulatan kata itu diperoleh, dengan cara permusyawaratan
yang bebas daripada segala macam kekerasan dan paksaan, maka barulah masyrakat
itu boleh bertindak bersama, cocok dengan dasarnya “masyarakat bersenjat, yang
bertindak sendiri”, terhadap ke dalam dan ke luar.
Satu misal saja. Perkara
bunuh-membunuh harus diperiksa di depan umum, di mana si tertuduh dan si penuduh
di depan para hakim dan khalayak , berhak membela perkaranya sepuas-puasnya.
Mereka diperbolehkan memajukan keterangan dan saksi selengkap-lengkapnya. Kalau
perlu mereka boleh memakai pertolongan seorang cerdik-pandai sebagai pembela.
Sesuatu hukum atas pelanggaran sepanjang adat, haruslah lebih dahulu disetujui
oleh kedua belah pihak sebelumnya hukuman itu dijalankan. Kata mufakatlah pula
yang menetapkan beratnya pihak yang bersalah membayar denda (bangun) ialah
hukuman seberat-beratnya menurut sistem Datuk Perpatih, walaupun dalam perkara
bunuh-membunuh.
Dalam hal ini, oleh permufakatan,
pihak yang salah diwajibkan memotong sekian banyaknya kerbau, untuk satu
selamatan, di mana kedua belah pihak yang disaksikan oleh pihak ketiga,
bermaaf-maafan itu lari ke negeri Asing, membuang diri sendiri, atau membunuh
diri karena malu).
Demikianlah pula dalam hal
menentukan sikap berdamai atau berperang, kebulatan kata itu diperoleh dengan
jalan permufakatan. Barulah seluruhnya daerah dan seluruhnya masyarakat Minangkabau
bertindak cocok dengan dasar “rakyat bersenjata yang bertindak sendiri”.
Kata pepatah: tegak (tinggal) di
kampung pagar kampung. Tinggal di alam (Minangkabau) pagar (nya) alam”. Dan :
“melompat sama patah, menyuruk (sembunyi) sama hilang”.
Keadaan di atas terdapat selama
perekonomian di Minangkabau masih belum atau sedikit sekali dipengaruhi uang.
Harta benda, sebagian besarnya masih berada di tangannya suku (keluarga).
Harta pusaka, seperti sawah dan
rumah sekali-kali tak boleh dijual ataupun digadaikan, kalau dalam
permusyawaratan keluarga itu ternyata, bahwa ada seseorang saja anggota, laki
atau perempuan (biasanya perempuan) yang tidak setuju. Kemakmuran masih merata
di semua suku. Pekerjaan penting seperti bersawah dan mendirikan rumah adat apalagi
balai masih berdasarkan pertobohan ialah tolong-menolong.
Dengan sambil lalu saja saya hendak
mengemukakan di sini, bahwa menurut bukti yang saya peroleh, maka masyarakat
Arab; di masa Nabi Muhammad dan tiga Kafilah berikutnya, ialah Abu Bakar, Umar dan Utsman, juga berada dalam tingkat
dasar “masyrakat bersenjata yang bertindak sendiri”. Setelah kaum Muslimin
menaklukkan beberapa negara yang kaya raya. Seperti Syria dan lain-lain, maka
barulah masyarakat Muslimin belah dua, yang berpunya dan yang tak berpunya kian
hari kian tajam dan kan tak dapat diperdamaikan. Sejajar dengan lanjutnya dan
kian tajamnya pertentangan itu, maka kian berpusatlah kekuasaan pada Chalif
yang mengikuti, lama-kelamaan bertukar menjadi satu negara, atau kerajaan
(monarchy). Negara (kerajaan) dalam itu sering mengenal kemakmuran umum dan
keadilan, seperti kerajaan Spanyol Islam di bawah Pemerintah Abdul Rachaman;
Kerajaan Baghdad di bawah Chalif Harun Al Rasjid dan Kerajaan Hindustan Islam
di bawah Sultan Akbar. Tetapi sering pula negara (kerajaan) Islam menderita
kemelaratan dan kezaliman, bilamana Chalif, tentara, polisi, hakim dan algojo
bertindak sewenang-wenang.
Syahdan benua Eropa sampai sekarang
sudah mengenal lima tingkat kemajuan masyarakat: 1) Masyarakat Komunisme Asli. 2)
Masyrakat budak/slave. 3) Masyarakat feodal (budak-serf). 4) Masyarakat
Kapitalis dan 5). Masyrakat Sosialis (Rusia, Polandia, Cekoslowakia, Hongaria,
Rumania, Yugo-Slavia dan Bulgaria). Pada tingkat pertama (masyarakat komunisme
asli) maka State, negara, sebagai alat penindasnya satu klas atas klas lain
belum lagi dikenal. Setelah masyrakat di sana pecah menjadi klas berpunya dan
klas budak (tingkat ke 2) seperti di Yunani Kuno dan Romawi, maka barulah
diperlukan satu state, satu negara, sebagai alatnya kaum berpunya untuk
menindas kaum budak, yang boleh dijual-belikan dan dibunuh. Kabarnya konon
lebih kurang 25.000 anggota keluarga yang berpunya, yang berdemokrasi, “berdiri
sama tinggi, duduk sama rendah” memeras dan menindas lebih kurang 500.000 (setengah
juta) kaum budak.
Semakin keras pemerasan, semakin
kejamlah pula penindasan jadi semakin kejamlah pula tindakannya alat negara
itu, ialah militer, polisi, penjara dan algojo.
Pada tingkat ke-3 (masyarakat
feodal), maka negara serta alat penindasnya dipegang oleh keluarga dan ninggrat
untuk memeras dan menindas kaum budak (serf) yang terikat kepada tanahnya, yang
boleh dijual-belikan tetapi tidak boleh dibunuh semau-maunya, oleh yang punya.
Pada tingkat ke-4 (masyarakat
kapitalis), maka negara serta alat penindasnya dipegang oleh kaum kapitalis dan
tuan tanah untuk menindas dan memeras proletaria mesin dan tanah. Di samping
birokrasi, militer, polisi, mahkamah, penjara dan algojo, maka kaum borjuis
mempunyai pula alat bathin untuk menindas rohaninya kaum proletariat, ialah
surat kabar, gambar hidup, sekolah dan gereja.
Akhirnya pada tingkat ke-5
(masyarakat sosialis) negara itu sebagai alat penindas belum juga hilang.
Negara itu pada tingkat ini berupa diktator proletaria, ialah kaum Proletaria.
Sebagai klas yang berkuasa. Diktator Proletaria mendiktekan kemauannya atas
masyarakat baru (sosialis); membangun dasar untuk tumbuhnya komunisme; menindas
sisa kapitalisme dan feodalisme di dalam negara, serta mempertahankan negara
proletar itu terhadap serangan kapitalisme imperialisme dari luar.
TUMPANG TIMBULNYA NEGARA
Sesuatu negara itu bisa tumbuh,
selama yang lama, ialah kaum yang berpunya dan berkuasa masih sanggup
mengadakan kemajuan (tehnik, sosial, politik dan kebudayaan). Negara lama itu
tak sanggup lagi memberi kemajuan dan klas baru dalam masyrakat, ialah yang
selamanya ini tertindas, sanggup berorganisasi, berjuang dan menggantikan yang
lama serta mengadakan kemajuan dalam semua lapangan masyarakat.
Demikianlah di benua Eropa, negara
budak bertukar menjadi negara feodal, seterusnya negara feodal di Perancis
bertukar menjadi negara kapitalis (revolusi Borjuis tahun 1789) dan negara
feodal-kapitalis di Rusia bertukar menjadi negara sosialis (revolusi proletaria
tahun 1917).
Pertukaran bentuk demi bentuk negara
itu didahului dan didorong oleh perubahan ekonomi. Perubahan ekonomi, ialah
perubahan produksi (penghasilan), distribusi (pembagian hasil), pertukaran
barang serta pengangkutan dan keuangan, sedikit demi sedikit dari tahun ke
tahun berubah sampai pada suatu ketika, perubahan bilangan (quantity) berubah
menjadi pertukaran sifat (quality), cocok dengan undangnya dialektika.
Perubahan peraturan ekonomi dalam masyarakat komunisme-asli, sedikit demi
sedikit berganti menjadi pertukaran besar dan cepat, melompat atau meletus,
menjadi pertukaran ekonomi perbudakan. Begitulah pula dalam puluhan tahun,
bahkan ratusan tahun sejarahnya
masyarakat Eropa, perubahan sedikit demi sedikit dalam perekonomian budak
terutama di Eropa-Selatan (Yunani-Romawi) lambat laun sampai kepada tingkat
melompat meletusnya menjadi perekonomian
feodal. Selanjutnya sepanjang undang dialektika itu juga, perekonomian feodal
bertukar menjadi perekonomian kapitalis. Kini (akhir tahun 1947) perekonomian
kapitalis sudah bertukar pula menjadi perekonomian sosialis diantara lebih dari
tiga ratus juta (300.000.000) manusia, yang mendiami Soviet Rusia dan beberapa
negara disekitarnya (belum termasuk Tiongkok dan Korea).
Perubahan dan pertukaran ekonomi
dari sistem ekonomi komunis-asli, menjadi perekonomian budak itu mendorong
perubahan masyarakat komunis asli menjadi negara budak. Seterusnya perubahan
dan pertukaran ekonomi yang berlaku berturut-turut dari perekonomian feodal ke
perekonomian kapitalis dan dari perekonomian kapitalis ke perekonomian sosial.
Mendorong pula kepada pertukaran bentuk negara dari negara budak berturut-turut
kepada bentuk negara feodal, negara kapitalis dan negara sosialis (diktator
proletar).
Ringkasnya gerakan bentuk negara,
daris sesuatu bentuk ke bentuk lainnya, didorong oleh gerakan perekonomian yang
sesuai.
Apakah pula yang menjadi
kodrat-pendorong (moving forces)-nya perekonomian itu?
Marx dan Engels menjelaskan dengan
segala bukti, yang dikemukakan oleh para ahli sejarah, dimasa mereka hidup,
bahwa perekonomian (produksi, distribusi dan lain-lain) itu digerakkan oleh
kodrat penghasil (forces of production), yakni oleh tenaga (manusia), alat dan
Mesin. Dengan berubah bertukarnya kodrat-penghasil ini, maka berubah
bertukarlah pula perekonomian itu.
Entah di abad ke berapa dan di tahun
berapa pula, maka manusia itu pada tingkat masyarakatnya yang pertama sekali
cuma mengenal batu sebagai alat. Kemudian mereka mendapatkan panah. Dengan
tenaga (manusia), batu dan panah, maka mereka mencari hasil buat hidup dan
membela diri terhadap musuh, yang berupa manusia biadab dan binatang buas.
Makan yang terutama, ialah buah-buahan dan binatang liar. Pekerjaan yang
terpenting ialah mencari buah-buahan, berburu dan berperang. Pekerjaan
sedemikian cuma dapat dijalankan bersama-sama atas dasar tolong-menolong dan
gotong royong. Orang tidak bisa hidup dan bertindak sendiri-sendiri di zaman
manusia dan hewan serba liar dan ganas itu. Kerja bersama untuk mencari makan
dan membela diri itu sendirinya mendorong kepada milik bersama atas alat dan
senjata (kecuali dalam satu dua hal) dan milik bersama pula atas produksi ialah
hasil pekerjaan bersama itu. Di sini dan di zaman ini tidak ada pemerasan
manusia atas manusia lain ataupun pemerasan satu klas atas klas lainnya.
Semuanya anggota masyarakat itu berpunya, yakni mempunyai alat dan hasil. Tidak
ada yang tidak berpunya, tidak ada pula pertentangan antara klas yang berpunya
dengan klas yang tidak berpunya. Jadinya masyarakat semacam itu tidak
memerlukan satu negara sebagai alat penindas, yang teristimewa, “yang
menempatkan dirinya di atas masyarakat dan makin lama makin mengasingkan
dirinya dari masyarakat itu”. masyarakat yang semacam ini ialah masyarakat
komunis asli.
Pada tingkat ke-2 pada masyarakat
budak alat (produksi) itu bukan lagi batu, melainkan logam ialah tembaga, besi
dan baja. Kaum yang berpunya memiliki tenaga (manusia) dan alat (produksi).
Budak dan tenaganya boleh dijual-belikan dan boleh pula dibunuh. Masyarakat
manusia bukan lagi masyarakat pemburu, yang belum lagi mengenal pertanian,
seperti pada zaman batu. Masyarakat di zaman logam itu sudah mengenal
peternakan, pertanian (meskipun masih dalam keadaan serba bersahaja) dan sudah mengenal pertukaran
barang. Pula sudah timbul pembagian pekerjaan (divition of labour) antara
golongan peternak, petani dan tukang. Seseorang anggota masyarakat di zaman
itu, tidak lagi seperti sebelumnya itu, yaitu (misalnya) pagi berburu, petang
gembala, sore bertani dan malam bertukang atau bertenun, sehingga tak ada satu
pekerjaan yang mahir dikerjakannya. Manusia dalam masyarakat tersebut sudah
terpisah-pisah dalam golongan gembala, pemburu petani dan tukang. Masing-masing
golongan melakukan pekerjaannya saja. Dengan begitu, maka kepandaian dan
kelancaran bekerja kian hari kian bertambah.
Demikian pula hasil terus
bertambah-tambah. Dalam keadaan begini lahirlah pertukaran barang, antara orang
dan orang, antara golongan dengan golongan dalam masyrakat itu sendiri serta
akhirnya antara satu masyrakat dengan masyrakat lainnya. Yang membutuhkan pakaian,
tetapi mempunyai makanan berlebih menukarkan makanannya (gandum) dengan yang
mempunyai pakaian yang berlebih tetapi membutuhkan makanan.
Pada masa ini mulailah timbul kaum
saudagar, dan timbullah pula kemungkinan, bahwa sesuatu kodrat penghasil, ialah
kaum budak serta alat jatuh terkumpul ditangannya beberapa yang berpunya. Kerja
bersama atas dasar kemerdekaan dan kekeluargaan hilang lenyap. Timbullah kerja
paksa oleh klas yang berpunya atas klas budak, yang kebanyakan ialah orang
tawanan dalam sesuatu peperangan atau turunannya orang tawanan itu atau orang
yang berhutang, tetapi tidak sanggup membayar hutangnya lagi. Milik bersama
atas alat dan hasil, seperti pada zaman
komunis asli bertukar menjadi milik perseorangan (private ownership)
atas alat, tenaga dan hasil. Klas yang kecil, ialah klas yang berpunya memeras
dan menindas klas yang besar, tetapi tidak mempunyai apa-apa. Pertentangan yang
sering bertukar menjadi perjuangan semakin menghebat dan bertambah tajamnya
pertentangan dalam penghidupan. Di sinilah timbul satu alat penindas yang
istimewa “yang menempatkan dirinya di atas masyarakat dan makin lama makin
mengasingkan dirinya dari masyrakat itu”.
Di sinilah timbul dan tumbuh tentara
dan polisi, ialah “alat yang terutama bagi kekuasaan negara”. Di sinilah
bertukarnya masyarakat komunis asli, satu “masyarakat bersenjata yang bertindak
sendiri”, menjadi negara budak, dengan serdadu, resisir, polisi, jaksa, penjara
dan algojonya.
Pada tingkat ke-3, ialah pada
masyarakat feodal, maka pemakaian besi bertambah lazim dan bertambah baik.
Bajak besi dan jentera, buat temu menemuan sedang mengembang peternakan,
pertanian dan perusahaan susu, buat membikin keju dan mentega (dairying) sedang
maju. Mulailah timbul manufature (pabrik atas dasar kerja tangan) di samping
pertukangan. Keluarga raja dan kaum ningrat memiliki alat produksi (tanah dan
perkakas). Budak yang di zaman Yunani boleh dibunuh dan dijual-belikan, tidak
lagi boleh dibunuh, tetapi masih boleh dijual belikan. Budak slave bertukar
menjadi budak serf (lijfeigene). Produksi di zaman feodal menghendaki sedikit
perhatian serta inisiatip dalam pekerjaannya. Budak-slave tidak mempunyai kedua
sifat itu sama sekali, karena memangnya badan dan jiwanya sendiri, bukanlah
mereka yang punya, apalagi alat dan hasil. Budak serf diizinkan sedikit
mempunyai tanah (husbandry) dan perkakas (imploments). Dengan demikian, maka
mereka sanggup membayarkan sebagian hasilnya kepada ningrat dan sanggp memegang
sisa pajak itu buat hidup dia sendiri beserta keluarganya. Sebab itulah pula,
maka mereka sekedarnya menaruh perhatian terhadap dan menunjukkan inisiatif
dalam pekerjaanya. Di samping milik feodal berada milik perseorangan oleh tani
dan tukang atas alat dan hasilnya yang berdasarkan kerja perseorangan. Milik
perseorangan itu bertambah maju dalam zaman feodal ini. Umumnya pemerasan di
zaman budak serf hampir tidak berapa bedanya dengan di zaman budak slave.
Demikianlah pula pertentangan dan perjuangan antara klas ningrat dan klas budak
serf bersama-sama dengan pertentangan serta perjuangan antara baas dan knecht
(majikan dan bujang) pada sesuatu manufacture tiada pula kurang daripada di
zaman budak-slave. Di zaman feodal ini, maka negara itu, dengan syaratnya
seperti serdadu, polisi, jaksa, penjara dan algojo, di samping penekan batin,
ialah gereja, terang sekali sifat dan coraknya, sebagai alat penindasnya satu
klas atas klas yang lain.
Tingkat ke-4 ialah zaman kapitalisme yang sudah lebih kita
kenal. Perkakas yang digerakkan dengan tangan, di masa manufacture dahulu, sekarang
digerakkan dengan uap dan listrik. Godam yang beratnya ½ kilogram di zaman
manufacture, yang sudah sukar diayunkan oleh seorang pekerja, sekarang bertukar
menjadi godam, yang beratnya sampai 50. 000 kg, yang dengan mudah diayunkan
oleh kekuatan listrik. Sedangkan satu pabrik di zaman manufakture cuma bisa
memusatkan 1.000 orang atau lebih kaum pekerja, maka pabrik mesin sekarang
sanggup memusatkan 30.000 pekerja dalam satu pabrik, dan ratusan-ribu dalam
satu perusahaan (tambang atau kereta). Menjalankan dan mengawasi satu mesin
memerlukan latihan dan kepintaran. Budak slave dan serf yang bodoh itu tidak
dapat dipakai lagi oleh kapitalis zaman sekarang. Proletar masih harus
disekolahkan lebih dahulu. Disinilah berasalnya undang-undang yang mewajibkan belajar
setiap-tiap warganya negara demokratis (compulsory education). Seandainya jika
tiap-tiap warga negara mempunyai sebidang tanah atau pertukangan, maka tak akan
bisalah atau susah sekali buat seseorang kapitalist mendapatkan buruh buat
dipekerjakannya.
Untunglah bagi kaum kapitalist,
bahwa sesuat perusahaan besar di zaman kapitalist ini menindas dan melenyapkan
perusahaan kecil. Dalam satu persaingan ekonomi yang tajam kejam itu, maka
pabrik mesin melenyapkan kebanyakan perusahaan tangan yang kecil, kebon-besar
melenyapkan atau mendesak sawah dan ladang.
Sebagian besar penduduk jauh melarat
atau menjadi proletar (tak berpunya) karena didesak oleh perusahaan besar itu.
Mereka proletar terpaksa menjual tenaganya kepada kapitalist. Mereka “merdeka”
karena “dimerdekakan” oleh revolusi burdjuis dari tanahnya Ningrat dan kaum
tukang yang kecil “dimerdekakan” dari alatnya, karena disaingi dan dilenyapkan
oleh mesin pabriknya kaum kapitalist. Mereka “merdeka” pula menjual tenaganya
kepada kapitalis. Tetapi karena mereka
terikat oleh bahaya kelaparan, maka mereka terpaksa menjual tenaganya kepada
kapitalis itu dengan semurah-murahnya, lantaran saingan yang tajam antara
seorang proletar dengan proletar lainnya. Dengan terpukulnya perusahaan kecil
oleh perusahaan besar, maka harta-benda Negara terpusat pada yang berpunya.
Yang miskin bertambah miskin di samping yang kaya bertambah kaya. Yang miskin
bertambah besar jumlahnya dan yang kaya bertambah kecil jumlahnya. Syahdan
didunia kapitalisme tulen, maka selusin dua orang memiliki hampir semua mata
pencarian hidup, seperti pabrik, kebun, tambang, kereta, kapal, bank dan
lain-lain. Dengan begitu, maka produksi jatuh ke tangan yang memiliki alat
produksi itu pula. Sebagian besar rakyatnya tak mempunyai apa-apa, tetapi
merekalah yang mengadukan hasi dengan cara kerja bersama-sama. Pertentangan
selusin-dua lusin orang yang tiada bekerja. Tetapi memiliki alat produksi dan
produksi dengan sebagian besar rakyat yang kerja membanting tulang, tetapi
tiada memiliki alat produksi dan Produksi itu, pertentangan antar hak milik
yang berdasarkan perseorangan dengan cara bekerja yang dilakukan bersama-sama,
amat nyata dan amat bersahaja dimasa krisis ekonomi. Di masa inilah Negara
Kapitalist beserta Birokrasi, Militer, Polisi, Kerajaan, Penjara, Algojo,
Pendeta dan Profesornya bertindak mencegah pecahnya pemogokan atau revolusi
proletar. Di masa krisis inilah Negara Borjuis bertelanjang bulat menontonkan
dirinya sebagai alat penindas oleh kaum Borjuis atas kaum Proletar dan melemparkan
topengnya sebagai “wasit” yang berdiri ditengah-tengah, yang “adil” tidak
berpihak kesana atau kesini.
Revolusi Proletaria, yang
melenyapkan pertentangan dalam dunia kapitalisme dan membawa masyrakat ke
tingkat ke-5, yakni ke tingkat sosialisme, gagal di Perancis pada tahun 1871
dan jaya di Rusia pada tahun 1917. Di Rusia diantara 150 juta manusia, semenjak
perang dunia pertama dan di Rusia serta sekitarnya , diantara lebih daripada
300 juta manusia semenjak perang dunia kedua, tak ada lagi pertentangan antara
hak milik atau alat produksi penting, yang berdasarkan perseorangan (prive)
dengan cara bekerja yang berdasarkan bersama-sama (sosial). Alat produksi
penting dimiliki bersama-sama oleh kaum pekerja dan hasil (produksi) dimiliki
bersama-sama pula dan dibagi-bagi menurut aturan: “Siapa yang tiada bekerja
tiadalah pula akan dapat makan”. Dengan Revolusi di Rusia maka timbullah
kekuasaan baru, negara baru, ialah diktatornya proletar, yakni kaum proletar sebagai klas yang menumbangkan
Negara Feodal Kapitalis. Tumbuhlah Soviet, tentara, polisi, mahkamah dan
Penjara Proletar, buat menumbangkan dan menjaga tetap lenyapnya birokrasi,
tentara, polisi dan penjara Tsar, dan Kapitalist Rusia disertai semua bantuan
konco-konconya kaum Kapitalist-Imperalist di luar Rusia.
THESIS, ANTI-THESIS dan SYNTHESIS
Sudah hampir nyata berlakuknya hukum
dialektika, yang thesis, anti-thesis dan synthesis dalam ribuan tahun majunya
masyarakat seluruh manusia di dunia dalam garis besarnya.
Sebagai thesis (awal) maka
masyarakat itu berada atas dasar kerja bersama dan miliki bersama atas alat dan
hasil. Keadaan semacam ini didapat hampir seluruhnya dunia pada zaman komunisme
asli.
Sebagai anti-thesis (pembatalan)
maka masyarakat komunisme-asli tersebut terbelah dua dan menimbulkan
pertentangan antara dasar kerja bersama terhadap milik perseorangan, pokok
antara klas tak berpunya, tetapi bekerja melawan klas berpunya, tetapi tiada
bekerja. Keadaan begini terdapat pada tiga tingkat masyarakat Eropa, yaitu 1)
tingkat masyarakat budak-slave 2) masyarakat feodal dan 3) masyarakat
kapitalisme.
Sebagai synthesis (kebatalan
pembatalan), maka masyarakat manusia diseluruh dunia sekarang sedang menuju
kepada masyarakat komunisme modern. Di sini pertentangan di dalam masyarakat
kapitalisme, ialah pertentangan diantara kerja bersama oleh yang tak berpunya
melawan miliki perseorangan yang berpunya, tetapi tiada bekerja, akan hilang
lenyap. Kita sedang menuju kepada masyarakat komunisme modern yang (seperti
masyrakat sosialisme) berdasarkan kerja bersama dan milik bersama atas alat dan
hasil (produksi).
Dipandang dari sudut pemerintah,
sejajar dengan cara menghasil dan memiliki hasil itu tadi, maka pada zaman
komunisme asli, “rakyat bersenjata itu bertindak (pada awal komunisme masih
perlu bertindak dengan keras) menjaga keberesan jalannya semua urusan
masyarakat.
Pada tingkat komunisme yang terakhir
(phase tertinggi), maka negara (state), sebagai alat penindas oleh satu klas
atas klas yang lain hilang lenyap (withering-way), karena tak ada lagi pertentangan
dalam masyarakat; tak ada lagi pertentangan dalam masyrakat; tak ada lagi klas
yang akan ditindas. Sifat memerintah sudah bertukar menjadi sifat mengatur dan
mengawasi pekerjaan masyarakat, oleh, dari, dan untuk masyrakat itu sendiri,
atas dasar kemerdekaan persamaan persaudaraan yang sesungguhnya; semua
kebiasaan yang diperlukan oleh komunisme yang tertinggi sudah ditanam dan
tumbuh dalam phase komunisme yang pertama, ialah phase sosialisme yang di
diktatori oleh kaum pekerja.
Proses (lakon) yang berupa:
komunisme asli, masyrakat ber-klas, komunisme modern, itu bukanlah peredaran
dalam sesuatu lingkaran (circle), melainkan satu peredaran dalam suat lingkaran
yang terbuka dan terus naik (spiral). Komunisme-modern, sebagai ujungnya proses
(synthesis) yang mungkin sekali akan mengalami gerakan Dialektika pula dalam
badannya sendiri!, komunisme-modern itu, akan mempunyai sifat yang lebih banyak
dan lebih baik daripada segala sifat yang terdapat dalam komunisme-asli, (pada
thesis).
Kerja bersama pada komunisme modern,
adalah kerja bersama yang lebih rational (teratur) dengan alat (mesin, listrik
dan kodrat kimia) yang semuanya jauh lebih maju daripada alat dari batu dan
tenaga manusia di zaman komunisme asli. Milik bersama atas hasil (produksi)
adalah milik bersama atas haisl yang beribu-juta kali lipat ganda banyak, sifat
serta nilainya daripada hasil yang diperoleh dengan tangan dan alat dari batu
di zaman komunisme asli. Perhubungan antara manusia dengan manusia di zaman
komunisme modern, adalah perhubungan yang tidak memandang warna, kulit, darah
dan kekeluargaan (suku) lagi, seperti pada zaman komunisme asli, melainkan
perhubungan yang luas, berdasarkan prikemanusiaan yang sejati.
Ringkasnya masyarakat baru itu akan
mempunyai pengetahuan, pengalaman dan perbendaharaan yang diperoleh seluruhnya
manusia dari berbagai bentuk dan warna selama sejarah seluruhnya manusia dalam
puluhan, bahkan ratus ribuan tahun.
Syahdan seperti dibayangkan di atas,
maka zaman diktator proletar itu bukanlah zaman komunisme modern. Bolehlah
diktator proletar itu dikatakan zaman peralihan itu, maka masyrakat yang di
diktatori oleh kaum proletar itu meninggalkan masyarakat kapitalisme dan
menginjak masyarakat komunisme modern. Pada akhir zaman peralihan itulah
terletaknya masyarakat komunisme modern, tingkat yang tertinggi.
Adapun diktator proletar itu masih
mengandung sifat kenegaraan, ialah alat penindas, yang dibangunkan oleh kaum
proletar untuk kaum proletar sebagai alat penumbangkan alat penindasnya kaum borjuis.
Tetapi pemerintah proletar, yang bersifat memaksa terhadap bekas borjuis itu,
sedang menanam bibit yang akan tumbuh menjadi pohon komunisme. Setelah semua
alat produksi, yang penting dijadikan miliknya masyrakat pekerja, maka semua
sistem perekonomian, sosial dan kebudayaan didasarkan atas maksud menanam semua
kebiasaan yang diperlukan oleh masyarakat komunisme, phase tertinggi. Semua
pekerjaan dilakukan menurut rencana, yang ditentukan oleh kaum pekerja sendiri,
dijalankan dan diawasi jalannya oleh kaum pekerja sendiri, untuk seluruh
masyarakat pekerja.
Tetapi ada zaman peralihan, yakni
zaman sosialisme atau zaman diktator proletar itu distribusi (pembagian hasil)
masih dijalankan menurut hukum borjuis, yaitu pertama: “siapa yang tidak
bekerja tidak akan makan” dan kedua: “seseorang mengeluarkan tenaga yang sama
untuk mendapatkan hasil yang sama”.
Keduanya hukum tersebut masih
bersifat borjuis, sebab seperti juga diakui oleh Marx, orang itu memangnya
tidak sama satu dengan lainnya; yang satu kuat dan yang lain lemah; yang satu
kawin dan yang satu tidak; yang satu beranak banyak, yang lain tidak beranak.
Maka oleh sebab itu tidaklah adil sama sekali, kalau yang lemah harus
mengeluarkan sama banyak tenaga dengan yang kuat dan kalau sebaliknya yang kuat
yang menghasilkan lebih banyak daripada yang lemah (dalam waktu yang sama)
menerima upah yang sama dengan yang lemah itu; atau yang tidak beristri harus
mendapat sama banyak dengan yang tidak, atau yang beranak banyak mendapat sama
pula dengan yang tidak beranak.
Persamaan semacam itu, adalah
persamaan untuk semua orang yang tidak sama dengan lainnya, satu persamaan yang
palsu.
Tetapi Marx, Engels, Lenin dan
Soviet Rusi merasa terpaksa mempergunakan dasar tersebut sebagai titik
melangkah ke dunia komunisme. Manusia yang baru keluar dari dunia kapitalisme
itu haruslah mempunyai sesuatu pegangan buat melangkah. Masyarakat baru itu
masih terpaksa tersambung dengan masyarakat lama, seperti seorang bayi lahir
masih disambung oleh ari-ari dengan ibunya, kelak setelah klas dan ideologi
borjuis lenyap dari kebiasaan dan kemauan bekerja sudah merata diseluruhnya
masyarakat, disamping produksi yang dijalankan menurut rencana dan pemakaian
semua tehnik dan ilmu, maka hasil masyarakat itu akan berlipat-ganda. Dengan produksi
yang melimpah-limpah itu, maka sendirinya berlaku dasar komunisme, yakni:
“seseorang bekerja menurut kecakapannya dan menerima hasil menurut
keperluannya”.
Sebanding dengan majunya kebiasaan
bekerja dan naiknya produksi, maka lenyaplah klas dan ideology borjuis dan akan
lenyaplah pula akhirnya diktator proletar tadi (withering away) sebagai alat
penindas oleh kaum pekerja atas kaum borjuis. Bersama dengan lenyapnya diktator
proletar, maka timbullah komunisme, phase tertinggi. Zaman itu dibelakang ini tidak
lagi mengenal negara beserta alat penindasnya, melainkan merupakan satu
masyarakat yang makmur, rational, serta adil penuh prikemanusiaan.
Kaum anarkis berbuat (bukan yang
berlagak-lagak anarkis), yang seharusnya cukup kita hormati, tidaklah memikirkan,
apakah selanjutnya akan terjadi, kalau negara borjuis sudah diruntuhkan. Mereka
seakan-akan percaya,bahwa apabila semua orang yang memegang kekuasaan itu
(Raja, Menteri, Jendral dan lain-lain) dibunuh saja, dimana dijumpai, maka
keadaan seperti salam zaman komunisme, phase tertinggi akan timbul sendirinya
saja. Mereka melupakan, bahwa semua sifat borjuis dari klas borjuis yang juga
meresap ke dalam klas proletaria itu tidak akan lenyap begitu saja, dengan
terbunuhnya semua orang pemegang kekuasaan negara.
Kaum Sosialis berkeyakinan bahwa
kekuasaan kaum borjuis akan bisa direbut dengan merebut kursi dalam parlemen
saja. Dengan jalan membikin undang-undang oleh para wakilnya kaum terbesar
dalam parlemen, ialah oleh para wakilnya kaum pekerja, maka mereka percaya,
bahwa alat produksi bisa dijadikan miliki bersama oleh negara. Mereka lupa
bahwa negara itu, ialah satu negara, sebagai alat penindas oleh yang berpunya
atas yang tidak berpunya. Mereka lupa, bahwa dalam pemerintahan, seperti dalam
tentara, polisi, kehakiman, administrasi dan lain-lain, kaum intelek borjuislah
yang menjadi pemimpin. Mereka ini bisa dan dalam prakteknya selain melakukan
sabotage terhadap undang-undang yang menguntungkan kaum proletar dan merugikan
kaum borjuis, yang sudah diterima oleh parlemen dan yang sesudahnya itu harus
dijalankan oleh alat negara. Pengalaman kaum Sosialis di Jerman yang memegang
kekuasaan sesudah perang dunia pertama (pemerintah Ebert, Nosko, Sheidemann)
dan pemerintah Sosialis di Inggris yang sudah tiga kali dipraktekkan, semuanya
itu membuktikan, bahwa kaum buruh tidak boleh dengan bulat begitu saja mewarisi
alat Pemerintah Negara Borjuis. Baik Pemerintah Sosialis Jerman maupun
Pemerintah Sosialis Inggris tidak berdaya menjalankan Undang-Undang Sosialis,
yang tidak memotong akar-akar kapitalisme yang terpenting.
Mengambil pelajaran dari revolusi
proletar di Perancis, yang mendirikan Comune kota Paris (pemerintah kota Paris)
pada tahun 1870, maka Marx dalam bukunya “peperangan saudara di Perancis”
memajukan bahwa “Kaum Proletar tidak boleh begitu saja mewarisi bulat-bulat
alat perlengkapannya negara itu (birokrasi, tentara, polisi, mahkamah dan
lain-lain) dan menukar alat negara itu dengan alat negara kaum proletar”.
Dari sinilah berasalnya pengertian
diktator proletar, yang oleh kaum Bolsjewiki di Rusia, dibawah pimpinan Lenin
dilaksanakan dann oleh Internasional kedua di bawah pimpinan Kautzsky selalu
dilupakan atau pura-pura dilupakan.
Lenin (State and Revolution, halaman
30-31) setuju dengan Marx yang berpendapat, bahwa pada tahun 1871, bilamana
Inggris masih satu contoh sebagai satu negara yang kapitalis tulen, tetapi
tidak mempunyai militerisme dan hampir tidak pula mengenal birokrasi, bahwa
pada masa itu “satu revolusi, malah satu revolusi rakyat bisa dimengerti dan
boleh jadi berlaku, dan tidak memerlukan satu jaminan, yakni lebih dahulu alat
negara yang sudah siap itu haruslah dihancurkan”. Tetapi” kata Lenin
seterusnya, sekarang dalam tahun 1917, dalam masa perang besar imperialis, maka
pahamnya Marx tadi tidak tepat lagi; keduanya, Inggris dan Amerika, sebagai
ciptaan kemerdekaan (liberty) Anglo-Saxon yang terbesar dan terakhir dalam
arti, di mana militerisme dan birokrasi tidak terdapat sekarang (kedua negara
itu) sudah terjun ke dalam berlumuran darah itu, yang menguasai dan
menginjak-injak segala-galanya.
Sekarang baik di Inggris, ataupun di
Amerika, yang terpenting, sebagai syaratnya setiap revolusi rakyat yang
sesungguhnya, ialah memecahkan menghancurkan alat negara yang sudah siap itu
(ready made state machine, yang dimasukkan ke dalam kedua negara itu antara
tahun 1914 dan 1917).
Kata Lenin selanjutnya “yang kedua
(ialah) perhatian istimewa harus ditujukan kepada peringatan Marxd yang penting
itu, bahwa penghancuran alat negara yang berupa birokrasi dan militerisme itu
adalah syarat terpenting penjamin tiap-tiap revolusi rakyat yang sesungguhnya”.
Sistem diktator proletar bukanlah
satu impian atau ciptaan Marx. Sebagai seorang Scinetist (ahli ilmu bukti) maka
Marx tak pernah memimpikan atau
menciptakan sesuatunya seperti kaum Utopis: Thomas More, Saint Simon,
Touvier dan Robert Owen. Sebagai Scientist maka Marx membentuk sesuatu thesis
atas sesuatu pengalaman, yakni sesuatu bukti. Perbuatan kaum proletar para
Comune di Paris pada tahun 1871 itu, mewarisi alat negara secara bulat begitu
saja. Mereka membiarkan kaum borjuis bersarang terus dalam semua alat negara
dan melakukan perlawanan diam-diam, terhadap kaum proletar yang memegang
kekuasaan di masa itu. para pemimpin proletar tidak menukar alat negara borjuis
dengan alat negara proletar, oleh dan untuk kaum proletar.
Kealpaan kaum proletar Paris itulah
yang oleh Marx dianggap menjadi sebab yang terutama, maka “Comune Paris” dapat
dihancurkan oleh kaum borjuis dari dalam dan dari luar dalam waktu yang pendek.
Proletar Rusia di bawah pimpinan
partai komunis tidak mewarisi bulat-bulat alat negara yang dipusakakan oleh
Tsar, yang berturut-turut diwarisi oleh kaum borjuis Rusia, di bawah pimpinan
Profesor Miljukoff dan oleh Partai Sosialis Revolusioner yang mewakili kaum
borjuis kecil, di bawah pimpinan Kerensky cs. Kaum komunis menghancurkan
alat-alat negara Tsar dan Ningratnya, yang diwarisi bulat-bulat oleh Borjuis
besar dan kecil itu, sambil menukar dengan alat negara proletar. Pemerintah
lama bertukar dengan Soviet, tentara feodal-borjuis dengan tentara merah,
polisi-feodal-borjuis dengan polisi proletar, mahkamah-feodal-borjuis dengan
mahkamah proletar, didikan feodal-borjuis dengan didikan proletar dan
sebagainya.
Dengan Diktator Proletarnya, maka
Soviet Rusia sudah berdiri lebih daripada 30 tahun, dan sudah sanggup menukar
negara setengah kapitalis menjadi negara industri klas satu; sudah berperang
dan sudah memusatkan tenaga lebih daripada lebih kurang 300 juta manusia, atau
lebih kurang 1/7 dari jumlah seluruhnya manusia, serta menduduki lebih kurang
1/7 dari seluruhnya daratan di dunia.
Tetapi komunisme sejati yang
meliputi seluruhnya dunia, haruslah lebih dahulu melewati zaman peralihan,
ialah zaman Diktator Proletar yang menguasai seluruhnya dunia pula. Sekarang
manusia yang berpaham komunis, manusia yang berbentuk berwarna bermacam-macam
itu, yang mendiami puluhan negara pada pelbagai macam bumi iklim serta
kebudayaan pada lima benua itu, memangnya sedang mengorganisir dan mengerahkan
kaum proletar dunia dengan hasrat menghancurkan kaum Ningrat Borjuis beserta
kaki tangannya di seluruh dunia pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar