Kamis, 07 April 2016

Negara (State)


Sebagai hasilnya cara berpikir yang berlandaskan logika, yang menyembunyikan  pertentangan, maka ahli borjuis seperti Kranenburg dan Krabbe (Nederland), Blackstone (Inggris) dan lain-lainnya mendefenisikan negara itu, lebih kurang sebagai berikut: “Negara adalah daerah yang tertentu, didiami oleh rakyat (bangsa) asli dan warga baru yang dibawah kekuasaan (authority) yang syah dan tertentu pula”.
Ayat ilmu politik yang lazim dikemukakan di Amerika ialah: daerah yang tertentu, didiami oleh rakyat yang tertentu, untuk menyusun sesuatu pemerintah (for the sake of organizing a government).
Sebagai hasil cara berpikir dialektika, yang melaksanakan pertentangan atas paham (teori) idealisme maka Hegel mendefenisikan “Negara” itu sebagai “Pernyataan paham kesusilaan (moral) atau “gambaran dan kenyataan akal”, atau pelaksanaan paham mutlak (absolute idee)”, atau “Kerajaan Tuhan di dunia di mana hakekat dan keadilan yang abadi dilaksanakan”.
Sebagai hasilnya cara berpikir dialektis, yakni logika pertentangan, yang diselenggarakan atas paham (teori) materialisme, maka Marx mendefenisikan Negara itu dengan kalimat yang terkenal: “Negara itu adalah hasil dari peryataan perjuangan klas yang tiada bisa diperdamaikan” (the state is the product and the manifestation of irreconcilability of  class-antagonism).
Dalam buku karangan Engels bernama Der Ursprung der Familier, der Privateigentums und der States” (1894) tertulis diantara lain-lainnya (Negara) adalah hasilnya masyarakat pada suatu tingkat kemajuannya, dia (Negara) adalah suatu pengakuan, bahwa masyarakat ini sudah terlibat dalam pertentangan dengan dirinya sendiri sehingga tidak dapat diselesaikan lagi; sampai (negara) itu terbelah dua dalam pertentangan dendam kesumat, yang tidak dapat disingkirkannya lagi. Tetapi supaya pertentangan ini (ialah pertentangan) dua klas yang berdasarkan pertentangan kepentingan ekonominya ini, jangan melenyapkan dirinya dan masyarakat itu sendiri oleh perjuangan sia-sia, maka perlulah ada sesuatu kekuasaan, yang rupanya seolah-olah berdiri di atas masyarakat; untuk menjabarkan perjuangan dan membatasi perjuangan itu dalam daerah ketentaraan: dan kekuasaan ini, yang timbul dalam masyarakat, tetapi menempatkan dirinya di atas masyarakat dan makin lama makin mengasingkan dirinya dari masyarakat itu ialah Negara”.
Kekuasaan umum itu ada pada tiap-tiap negara; kekuasaan itu tidak saja terdiri dari orang bersenjata, tetapi juga disertai oleh badan seperti penjara dan bermacam rupa alat pemaksa, yang semuanya tidak dikenal dalam sesuatu masyarakat kekeluargaan”.
Lenin dalam brosure “Negara dan Revolusi” (State and Revolution) berkata:
“Dua badan yang teristimewa, yang menjadi syarat mutlaknya mesin negara, ialah: birokrasi dan tentara”.
“Tentara dan Polisi adalah alat, yang terutama bagi kekuasaan negara”.
“Birokrasi dan tentara adalah lintah darat yang melekat pada masyarakat borjuis lintah darat yang timbul dari pertentangan yang membelah dua masyarakat itu, tetapi lambat laun yang menghisap semua lubang hidupnya masyarakat itu”.
Sekianlah dulu catatan saya tentang negara itu, yang saya rasa perlu saya lakukan, sebelumnya saya memulai dengan uraian saya.
Karena berlainan cara berpikir, berlainan paham berpikir dan berlainan pula semangat berpikir, maka ketiga jenis ahli pikir tersebut di atas, mendapatkan hasil pikiran yang berbeda bentuk dan isinya pula.
Dengan cara berpikir logika, maka seorang profesor borjuis tidak mengemukakan pertentangan. Tetapi dia mempergunakan dialektika itu atas pengertian, tafsiran dan teori idealisme. Marx, Engels dan Lenin tidak saja berpikir secara dialektis, tetapi mereka memakai dialektika itu atas teori kebendaan, kenyataan (materialisme).
Bahan berpikir yang diutamakan oleh ahli borjuis ialah daerah (territory), rakyat (people) dan kekuasaan (authority). Dalam defenisi tersebut di atas Hegel tiada mengacuhkan daerah dan rakyat itu. Dia mengemukakan kesusilaan (moral), atau akal (rede) atau paham (idee). Pun Engels dan Lenin tidak memasukkan daerah ke dalam defenisinya. Tetapi mereka mengutamakan perpecahan klas di antara rakyat itu dan mengemukakan kekuasaan yang dipakai oleh salah satu klas dalam rakyat itu untuk menindas klas yang lain dengan alat kekuasaan negara itu.
Tentang semangat menghampiri persoalan ke negaraan, pun ketiga  jenis ahli di atas tadi, berlainan satu sama lainnya. Ahli borjuis bersemangat menjabarkan dan membatasi perjuangan.
Marx, Engels dan Lenin sebaliknya mempertajam dan memperluas perjuangan klas dari daerah Nasional ke daerah Internasional. Sedangkan Hegel bersemangat revolusioner terhadap sistem negara Feodal, tetapi bersemangat reaksioner terhadap gerakan proletariat.
Meskipun Marx-Engels dan Lenin tidak memasukkan daerah dan rakyat ke dalam defenisi negara itu dan walaupun  ketiga pemikir proletaria ini lahir dan batin adalah internasionalist, tetapi hal  ini tidak berarti, bahwa mereka tidak memperdulikan soal kebangsaan (national question), jauh daripada itu.
Semua persoalan yang berhubungan dengan kenegaraan dan kebangsaan (national question), seperti soal bentuk negara, yakni bentuk kesatuan (unitary) atau bentuk gabungan (federation) atau republik; soal yang berhubungan dengan bumi-iklim, bahasa, kebudayaan dan sejarah, yang semuanya itu mengenai masing-masing negara, tidaklah luput dari perhatian, penyelidikan dan pertimbangan Marx, Engels, Lenin dan Stalin. Dalam pemecahan persoalan kebangsaan dan kenegaraan itu, maka sampai sekarang diantara beberapa negara raksasa, maka Soviet Rusia banyak sekali mendapatkan hasil dari segala usahanya (tahun 1947).
Internasionalisme adalah wujud yang terakhir dan semboyan “kaum buruh seluruh dunia bersatulah” adalah pekik proletaria, kepada klas sejawatnya di seluruh dunia untuk melaksanakan internasionalisme itu.
Internasionalisme bukanlah menyuruh kaum buruh pada masing-masing negara di dunia, sambil berpangku tangan saja, mengharap-harap datangnya internasionalisme itu sebagai satu hadiah yang jatuh dari langit. Tiap-tiap Negara masih mempunyai daerah sendir, rakyat sendiri, kekuasaan sendiri, dan kebudayaan sendiri, sebagai hasil perjuangan klas lawan klas dalam negara itu sendiri, dan hasil peperangan negara itu dengan negara lain.
Tiap-tiap proletari masing-masing negara, masih harus berjuang memperluas daerahnya, atau harus menerobos batas-batas yang terbawa oleh sistem kapitalisme untuk berjabat tangan dengan proletaria dunia menghancurkan kapitalisme dunia.
Negara sosialis terbesar seperti Rusia, yang berdiri semenjak perang dunia pertama (1914-1918) bersama dengan beberapa negara sosialis lain disekitarnya, ialah Polandia, Tsjecho-Slowakia, Hongaria, Rumania, Bulgaria, Yugoslavia, dan lain-lain, yang berdiri semenjak penghabisan perang dunia kedua (1935-1945). Soviet Rusia dan sekitarnya itu, sekarang (tahun 1947), ialah tepat 100 tahun semenjak Manifest Komunis dikeluarkan (yakni tahun 1847) masih memperjuangkan batas daerah negaranya, dan membela rakyat (kewargaan) yang termasuk ke dalam negara sosialis itu.
Bukanlah sekarang (Desember 1947) soal daerah dan rakyat, yang kita anggap harus masuk ke bawah kekuasaan utama adalah urusan bangsa Indonesia sendiri itulah pula soal yang kita rasa penting dan hangat, soal mana bisa menggagalkan atau menjagakan, dengan langsung atau tidak, semua daya-upaya kita menegakkan kemerdekaan 100%.

TIMBUL – TUMBANGNYA NEGARA

Dimana dan bilamana dalam sesuatu masyarakat timbul dua klas yang pertentangan ekonominya tidak dapat didamaikan, maka di sana dan pada waktu itulah pula dalam masyarakat itu timbul satu kekuasaan untuk membatasi dan  menempatkan pertentangan itu dalam sesuatu ketentraman umum. Kekuasaan ini, yang timbul dalam masyarakat itu sendiri, yang semakin tajamnya pertentangan, semakin mengasingkan dirinya dari masyarakat dan berada di atas masyarakat itu sendiri, kekuasaan inilah yang oleh Marx dan Engels dinamai negara. Kekuasaan yang dalam telanjang-bulatnya berupa birokrasi, tentara, mahkamah, polisi dan penjara dalam lahirnya berupa berdiri ditengah-tengah sebagai wasit, tetapi dalam batinnya dia adalah alatnya kaum berpunya untuk menindas kaum tak berpunya. Semakin keras pemerasannya klas berpunya atas klas tak berpunya, maka semakin tajamlah pertentangan diantara kedua klas itu. Dengan bertambah tajamnya pertentangan itu, maka bertambah teranglah pula sifatnya negara itu, sebagai satu alat penindas kaum berpunya atas klas tak berpunya.
Dimana dan bilamana tak ada pertentangan klas dalam masyarakat itu, karena tak ada pula pertentangan ekonomi dalam masyarakat itu, maka di sana dan pada waktu itu masyarakat itu tidaklah pula memerlukan satu kekuasaan yang teristimewa yang terpisah dari masyarakat itu, dan yang berdiri di atas masyrakat itu sendiri. Dengan perkataan lain, masyarakat semacam itu tidaklah memerlukan negara (state), yakni: tidak memerlukan alat penindas seperti birokrasi, tentara, mahkamah, polisi, rumah penjara, dan algojo. Selama pertentangan ekonomi diantara klas dan klas manusia dalam masyarakat itu belum ada, maka selama itulah pula masyarakat itu bisa berdamai dalam dirinya sendiri dengan mudah sekali.
Semua urusan perekonomian, sosial dan kebudayaan di dalam masyarakat itu, dan semua urusan pembelian terhadap keluar masyarakat, itu dapat diurus dengan dasar kemerdekaan, persamaan, persaudaraan dan pemufakatan. Paksaan dari salah satu alat penindasnya oleh satu klas yang lain tidaklah diperlukan dan tidaklah pula timbul. Dalam menghadapi semua persoalan, maka semua anggota masyarakat itu berunding atas dasar sama rata, untuk mendapatkan putusan yang dimufakati bersama dan akhirnya untuk bertindak bersama, keadaan masyarakat yang semacam itulah pula rupanya, yang oleh Engels, dinamai “masyarakat bersenjata yang bertindak sendiri” (self acting armed organisation of the Population).
Masyarakat yang begini, ialah “masyarakat bersenjata yang bertindak sendiri” ini terdapat pada masyarakat yang berdasarkan komunisme asli (oerkomunisme).
Banyak sekali pelajaran, yang kita peroleh dari buku kecil, karangan Engels yang tersebut di atas. Semakin dalam kita kaji pendapat Engels tentang masyarakat dahalu kala di Amerika (masyarakat Indian), yang diterima oleh Engels, sebagai hasil pemeriksaan seorang pengarang Amerika, bernama Lewis H. Morgan dalam bukunya “Ancient Society”, semakin mengerti pula kita seluk beluknya masyrakat kita sendiri.
Saya sendiri ketika membaca buku Engels yang tersebut tadi acapkali merasa adanya beberapa persamaan di antara masyarakat Amerika asli (Indian) dengan masyarakat pada beberapa daerah di Indonesia ini. Sebagai salah satu contoh tersambil saja, saya majukan, bahwa rasanya tidak berapa bedanya keadaan masyrakat Minangkabau di waktu lampau, di waktu luhurnya, dengan keadaan “masyrakat bersenjata yang bertindak sendiri itu”.
Dasar seiya-sekata menurut pepatah Minangkabau bukanlah satu perhiasan kata saja. Seiya sekata itu adalah suatu dasar yang dipegang teguh dalam sesuatu rapat umum. Rapat umum ini tidaklah pula satu kata yang kosong isinya. Laki perempuan, tua-muda boleh hadir  dan berhak penuh untuk berbicara dalam sesuatu rapat-umum, yang acapkali disebut: bersuluhkan bulan dan matahari, bergelanggangkan mata orang banyak, artinya berterang-terangan. Adapun permusyawaratan itu adalah cara yang wajib dilakukan untuk mendapatkan seiya-sekata atau kebulatan pikiran. Kata pepatah: bulat air dek (oleh) pembuluh bulat kata dek mufakat. Asasnya sesuatu permusyawaratan itu adalah kemerdekaan berbicara bagi tiap-tiap orang laki, perempuan, tua dan muda. Sesuatu permusyawaratan harus asing daripada kekerasan dan paksaan yang menjadi dasar perundingan itu ialah alur  (penjelasan yang logis menurut adat dan undang-undang), dan yang ditujukan kepada yang patut (adil). Bunyinya pepatah: “mufakat beraja kepada alur dan patut”. Setelah seiya-sekata atau kebulatan kata itu diperoleh, dengan cara permusyawaratan yang bebas daripada segala macam kekerasan dan paksaan, maka barulah masyrakat itu boleh bertindak bersama, cocok dengan dasarnya “masyarakat bersenjat, yang bertindak sendiri”, terhadap ke dalam dan ke luar.
Satu misal saja. Perkara bunuh-membunuh harus diperiksa di depan umum, di mana si tertuduh dan si penuduh di depan para hakim dan khalayak , berhak membela perkaranya sepuas-puasnya. Mereka diperbolehkan memajukan keterangan dan saksi selengkap-lengkapnya. Kalau perlu mereka boleh memakai pertolongan seorang cerdik-pandai sebagai pembela. Sesuatu hukum atas pelanggaran sepanjang adat, haruslah lebih dahulu disetujui oleh kedua belah pihak sebelumnya hukuman itu dijalankan. Kata mufakatlah pula yang menetapkan beratnya pihak yang bersalah membayar denda (bangun) ialah hukuman seberat-beratnya menurut sistem Datuk Perpatih, walaupun dalam perkara bunuh-membunuh.
Dalam hal ini, oleh permufakatan, pihak yang salah diwajibkan memotong sekian banyaknya kerbau, untuk satu selamatan, di mana kedua belah pihak yang disaksikan oleh pihak ketiga, bermaaf-maafan itu lari ke negeri Asing, membuang diri sendiri, atau membunuh diri karena malu).
Demikianlah pula dalam hal menentukan sikap berdamai atau berperang, kebulatan kata itu diperoleh dengan jalan permufakatan. Barulah seluruhnya daerah dan seluruhnya masyarakat Minangkabau bertindak cocok dengan dasar “rakyat bersenjata yang bertindak sendiri”.
Kata pepatah: tegak (tinggal) di kampung pagar kampung. Tinggal di alam (Minangkabau) pagar (nya) alam”. Dan : “melompat sama patah, menyuruk (sembunyi) sama hilang”.
Keadaan di atas terdapat selama perekonomian di Minangkabau masih belum atau sedikit sekali dipengaruhi uang. Harta benda, sebagian besarnya masih berada di tangannya suku (keluarga).
Harta pusaka, seperti sawah dan rumah sekali-kali tak boleh dijual ataupun digadaikan, kalau dalam permusyawaratan keluarga itu ternyata, bahwa ada seseorang saja anggota, laki atau perempuan (biasanya perempuan) yang tidak setuju. Kemakmuran masih merata di semua suku. Pekerjaan penting seperti bersawah dan mendirikan rumah adat apalagi balai masih berdasarkan pertobohan ialah tolong-menolong.
Dengan sambil lalu saja saya hendak mengemukakan di sini, bahwa menurut bukti yang saya peroleh, maka masyarakat Arab; di masa Nabi Muhammad dan tiga Kafilah berikutnya, ialah Abu Bakar,  Umar dan Utsman, juga berada dalam tingkat dasar “masyrakat bersenjata yang bertindak sendiri”. Setelah kaum Muslimin menaklukkan beberapa negara yang kaya raya. Seperti Syria dan lain-lain, maka barulah masyarakat Muslimin belah dua, yang berpunya dan yang tak berpunya kian hari kian tajam dan kan tak dapat diperdamaikan. Sejajar dengan lanjutnya dan kian tajamnya pertentangan itu, maka kian berpusatlah kekuasaan pada Chalif yang mengikuti, lama-kelamaan bertukar menjadi satu negara, atau kerajaan (monarchy). Negara (kerajaan) dalam itu sering mengenal kemakmuran umum dan keadilan, seperti kerajaan Spanyol Islam di bawah Pemerintah Abdul Rachaman; Kerajaan Baghdad di bawah Chalif Harun Al Rasjid dan Kerajaan Hindustan Islam di bawah Sultan Akbar. Tetapi sering pula negara (kerajaan) Islam menderita kemelaratan dan kezaliman, bilamana Chalif, tentara, polisi, hakim dan algojo bertindak sewenang-wenang.
Syahdan benua Eropa sampai sekarang sudah mengenal lima tingkat kemajuan masyarakat: 1) Masyarakat Komunisme Asli. 2) Masyrakat budak/slave. 3) Masyarakat feodal (budak-serf). 4) Masyarakat Kapitalis dan 5). Masyrakat Sosialis (Rusia, Polandia, Cekoslowakia, Hongaria, Rumania, Yugo-Slavia dan Bulgaria). Pada tingkat pertama (masyarakat komunisme asli) maka State, negara, sebagai alat penindasnya satu klas atas klas lain belum lagi dikenal. Setelah masyrakat di sana pecah menjadi klas berpunya dan klas budak (tingkat ke 2) seperti di Yunani Kuno dan Romawi, maka barulah diperlukan satu state, satu negara, sebagai alatnya kaum berpunya untuk menindas kaum budak, yang boleh dijual-belikan dan dibunuh. Kabarnya konon lebih kurang 25.000 anggota keluarga yang berpunya, yang berdemokrasi, “berdiri sama tinggi, duduk sama rendah” memeras dan menindas lebih kurang 500.000 (setengah juta) kaum budak.
Semakin keras pemerasan, semakin kejamlah pula penindasan jadi semakin kejamlah pula tindakannya alat negara itu, ialah militer, polisi, penjara dan algojo.
Pada tingkat ke-3 (masyarakat feodal), maka negara serta alat penindasnya dipegang oleh keluarga dan ninggrat untuk memeras dan menindas kaum budak (serf) yang terikat kepada tanahnya, yang boleh dijual-belikan tetapi tidak boleh dibunuh semau-maunya, oleh yang punya.

Pada tingkat ke-4 (masyarakat kapitalis), maka negara serta alat penindasnya dipegang oleh kaum kapitalis dan tuan tanah untuk menindas dan memeras proletaria mesin dan tanah. Di samping birokrasi, militer, polisi, mahkamah, penjara dan algojo, maka kaum borjuis mempunyai pula alat bathin untuk menindas rohaninya kaum proletariat, ialah surat kabar, gambar hidup, sekolah dan gereja.
Akhirnya pada tingkat ke-5 (masyarakat sosialis) negara itu sebagai alat penindas belum juga hilang. Negara itu pada tingkat ini berupa diktator proletaria, ialah kaum Proletaria. Sebagai klas yang berkuasa. Diktator Proletaria mendiktekan kemauannya atas masyarakat baru (sosialis); membangun dasar untuk tumbuhnya komunisme; menindas sisa kapitalisme dan feodalisme di dalam negara, serta mempertahankan negara proletar itu terhadap serangan kapitalisme imperialisme dari luar.

TUMPANG TIMBULNYA NEGARA

Sesuatu negara itu bisa tumbuh, selama yang lama, ialah kaum yang berpunya dan berkuasa masih sanggup mengadakan kemajuan (tehnik, sosial, politik dan kebudayaan). Negara lama itu tak sanggup lagi memberi kemajuan dan klas baru dalam masyrakat, ialah yang selamanya ini tertindas, sanggup berorganisasi, berjuang dan menggantikan yang lama serta mengadakan kemajuan dalam semua lapangan masyarakat.
Demikianlah di benua Eropa, negara budak bertukar menjadi negara feodal, seterusnya negara feodal di Perancis bertukar menjadi negara kapitalis (revolusi Borjuis tahun 1789) dan negara feodal-kapitalis di Rusia bertukar menjadi negara sosialis (revolusi proletaria tahun 1917).
Pertukaran bentuk demi bentuk negara itu didahului dan didorong oleh perubahan ekonomi. Perubahan ekonomi, ialah perubahan produksi (penghasilan), distribusi (pembagian hasil), pertukaran barang serta pengangkutan dan keuangan, sedikit demi sedikit dari tahun ke tahun berubah sampai pada suatu ketika, perubahan bilangan (quantity) berubah menjadi pertukaran sifat (quality), cocok dengan undangnya dialektika. Perubahan peraturan ekonomi dalam masyarakat komunisme-asli, sedikit demi sedikit berganti menjadi pertukaran besar dan cepat, melompat atau meletus, menjadi pertukaran ekonomi perbudakan. Begitulah pula dalam puluhan tahun, bahkan ratusan  tahun sejarahnya masyarakat Eropa, perubahan sedikit demi sedikit dalam perekonomian budak terutama di Eropa-Selatan (Yunani-Romawi) lambat laun sampai kepada tingkat melompat meletusnya  menjadi perekonomian feodal. Selanjutnya sepanjang undang dialektika itu juga, perekonomian feodal bertukar menjadi perekonomian kapitalis. Kini (akhir tahun 1947) perekonomian kapitalis sudah bertukar pula menjadi perekonomian sosialis diantara lebih dari tiga ratus juta (300.000.000) manusia, yang mendiami Soviet Rusia dan beberapa negara disekitarnya (belum termasuk Tiongkok dan Korea).
Perubahan dan pertukaran ekonomi dari sistem ekonomi komunis-asli, menjadi perekonomian budak itu mendorong perubahan masyarakat komunis asli menjadi negara budak. Seterusnya perubahan dan pertukaran ekonomi yang berlaku berturut-turut dari perekonomian feodal ke perekonomian kapitalis dan dari perekonomian kapitalis ke perekonomian sosial. Mendorong pula kepada pertukaran bentuk negara dari negara budak berturut-turut kepada bentuk negara feodal, negara kapitalis dan negara sosialis (diktator proletar).
Ringkasnya gerakan bentuk negara, daris sesuatu bentuk ke bentuk lainnya, didorong oleh gerakan perekonomian yang sesuai.
Apakah pula yang menjadi kodrat-pendorong (moving forces)-nya perekonomian itu?
Marx dan Engels menjelaskan dengan segala bukti, yang dikemukakan oleh para ahli sejarah, dimasa mereka hidup, bahwa perekonomian (produksi, distribusi dan lain-lain) itu digerakkan oleh kodrat penghasil (forces of production), yakni oleh tenaga (manusia), alat dan Mesin. Dengan berubah bertukarnya kodrat-penghasil ini, maka berubah bertukarlah pula perekonomian itu.
Entah di abad ke berapa dan di tahun berapa pula, maka manusia itu pada tingkat masyarakatnya yang pertama sekali cuma mengenal batu sebagai alat. Kemudian mereka mendapatkan panah. Dengan tenaga (manusia), batu dan panah, maka mereka mencari hasil buat hidup dan membela diri terhadap musuh, yang berupa manusia biadab dan binatang buas. Makan yang terutama, ialah buah-buahan dan binatang liar. Pekerjaan yang terpenting ialah mencari buah-buahan, berburu dan berperang. Pekerjaan sedemikian cuma dapat dijalankan bersama-sama atas dasar tolong-menolong dan gotong royong. Orang tidak bisa hidup dan bertindak sendiri-sendiri di zaman manusia dan hewan serba liar dan ganas itu. Kerja bersama untuk mencari makan dan membela diri itu sendirinya mendorong kepada milik bersama atas alat dan senjata (kecuali dalam satu dua hal) dan milik bersama pula atas produksi ialah hasil pekerjaan bersama itu. Di sini dan di zaman ini tidak ada pemerasan manusia atas manusia lain ataupun pemerasan satu klas atas klas lainnya. Semuanya anggota masyarakat itu berpunya, yakni mempunyai alat dan hasil. Tidak ada yang tidak berpunya, tidak ada pula pertentangan antara klas yang berpunya dengan klas yang tidak berpunya. Jadinya masyarakat semacam itu tidak memerlukan satu negara sebagai alat penindas, yang teristimewa, “yang menempatkan dirinya di atas masyarakat dan makin lama makin mengasingkan dirinya dari masyarakat itu”. masyarakat yang semacam ini ialah masyarakat komunis asli.
Pada tingkat ke-2 pada masyarakat budak alat (produksi) itu bukan lagi batu, melainkan logam ialah tembaga, besi dan baja. Kaum yang berpunya memiliki tenaga (manusia) dan alat (produksi). Budak dan tenaganya boleh dijual-belikan dan boleh pula dibunuh. Masyarakat manusia bukan lagi masyarakat pemburu, yang belum lagi mengenal pertanian, seperti pada zaman batu. Masyarakat di zaman logam itu sudah mengenal peternakan, pertanian (meskipun masih dalam keadaan serba  bersahaja) dan sudah mengenal pertukaran barang. Pula sudah timbul pembagian pekerjaan (divition of labour) antara golongan peternak, petani dan tukang. Seseorang anggota masyarakat di zaman itu, tidak lagi seperti sebelumnya itu, yaitu (misalnya) pagi berburu, petang gembala, sore bertani dan malam bertukang atau bertenun, sehingga tak ada satu pekerjaan yang mahir dikerjakannya. Manusia dalam masyarakat tersebut sudah terpisah-pisah dalam golongan gembala, pemburu petani dan tukang. Masing-masing golongan melakukan pekerjaannya saja. Dengan begitu, maka kepandaian dan kelancaran bekerja kian hari kian bertambah.
Demikian pula hasil terus bertambah-tambah. Dalam keadaan begini lahirlah pertukaran barang, antara orang dan orang, antara golongan dengan golongan dalam masyrakat itu sendiri serta akhirnya antara satu masyrakat dengan masyrakat lainnya. Yang membutuhkan pakaian, tetapi mempunyai makanan berlebih menukarkan makanannya (gandum) dengan yang mempunyai pakaian yang berlebih tetapi membutuhkan makanan.
Pada masa ini mulailah timbul kaum saudagar, dan timbullah pula kemungkinan, bahwa sesuatu kodrat penghasil, ialah kaum budak serta alat jatuh terkumpul ditangannya beberapa yang berpunya. Kerja bersama atas dasar kemerdekaan dan kekeluargaan hilang lenyap. Timbullah kerja paksa oleh klas yang berpunya atas klas budak, yang kebanyakan ialah orang tawanan dalam sesuatu peperangan atau turunannya orang tawanan itu atau orang yang berhutang, tetapi tidak sanggup membayar hutangnya lagi. Milik bersama atas alat dan hasil, seperti pada zaman  komunis asli bertukar menjadi milik perseorangan (private ownership) atas alat, tenaga dan hasil. Klas yang kecil, ialah klas yang berpunya memeras dan menindas klas yang besar, tetapi tidak mempunyai apa-apa. Pertentangan yang sering bertukar menjadi perjuangan semakin menghebat dan bertambah tajamnya pertentangan dalam penghidupan. Di sinilah timbul satu alat penindas yang istimewa “yang menempatkan dirinya di atas masyarakat dan makin lama makin mengasingkan dirinya dari masyrakat itu”.
Di sinilah timbul dan tumbuh tentara dan polisi, ialah “alat yang terutama bagi kekuasaan negara”. Di sinilah bertukarnya masyarakat komunis asli, satu “masyarakat bersenjata yang bertindak sendiri”, menjadi negara budak, dengan serdadu, resisir, polisi, jaksa, penjara dan algojonya.
Pada tingkat ke-3, ialah pada masyarakat feodal, maka pemakaian besi bertambah lazim dan bertambah baik. Bajak besi dan jentera, buat temu menemuan sedang mengembang peternakan, pertanian dan perusahaan susu, buat membikin keju dan mentega (dairying) sedang maju. Mulailah timbul manufature (pabrik atas dasar kerja tangan) di samping pertukangan. Keluarga raja dan kaum ningrat memiliki alat produksi (tanah dan perkakas). Budak yang di zaman Yunani boleh dibunuh dan dijual-belikan, tidak lagi boleh dibunuh, tetapi masih boleh dijual belikan. Budak slave bertukar menjadi budak serf (lijfeigene). Produksi di zaman feodal menghendaki sedikit perhatian serta inisiatip dalam pekerjaannya. Budak-slave tidak mempunyai kedua sifat itu sama sekali, karena memangnya badan dan jiwanya sendiri, bukanlah mereka yang punya, apalagi alat dan hasil. Budak serf diizinkan sedikit mempunyai tanah (husbandry) dan perkakas (imploments). Dengan demikian, maka mereka sanggup membayarkan sebagian hasilnya kepada ningrat dan sanggp memegang sisa pajak itu buat hidup dia sendiri beserta keluarganya. Sebab itulah pula, maka mereka sekedarnya menaruh perhatian terhadap dan menunjukkan inisiatif dalam pekerjaanya. Di samping milik feodal berada milik perseorangan oleh tani dan tukang atas alat dan hasilnya yang berdasarkan kerja perseorangan. Milik perseorangan itu bertambah maju dalam zaman feodal ini. Umumnya pemerasan di zaman budak serf hampir tidak berapa bedanya dengan di zaman budak slave. Demikianlah pula pertentangan dan perjuangan antara klas ningrat dan klas budak serf bersama-sama dengan pertentangan serta perjuangan antara baas dan knecht (majikan dan bujang) pada sesuatu manufacture tiada pula kurang daripada di zaman budak-slave. Di zaman feodal ini, maka negara itu, dengan syaratnya seperti serdadu, polisi, jaksa, penjara dan algojo, di samping penekan batin, ialah gereja, terang sekali sifat dan coraknya, sebagai alat penindasnya satu klas atas klas yang lain.
Tingkat ke-4 ialah  zaman kapitalisme yang sudah lebih kita kenal. Perkakas yang digerakkan dengan tangan, di masa manufacture dahulu, sekarang digerakkan dengan uap dan listrik. Godam yang beratnya ½ kilogram di zaman manufacture, yang sudah sukar diayunkan oleh seorang pekerja, sekarang bertukar menjadi godam, yang beratnya sampai 50. 000 kg, yang dengan mudah diayunkan oleh kekuatan listrik. Sedangkan satu pabrik di zaman manufakture cuma bisa memusatkan 1.000 orang atau lebih kaum pekerja, maka pabrik mesin sekarang sanggup memusatkan 30.000 pekerja dalam satu pabrik, dan ratusan-ribu dalam satu perusahaan (tambang atau kereta). Menjalankan dan mengawasi satu mesin memerlukan latihan dan kepintaran. Budak slave dan serf yang bodoh itu tidak dapat dipakai lagi oleh kapitalis zaman sekarang. Proletar masih harus disekolahkan lebih dahulu. Disinilah berasalnya undang-undang yang mewajibkan belajar setiap-tiap warganya negara demokratis (compulsory education). Seandainya jika tiap-tiap warga negara mempunyai sebidang tanah atau pertukangan, maka tak akan bisalah atau susah sekali buat seseorang kapitalist mendapatkan buruh buat dipekerjakannya.
Untunglah bagi kaum kapitalist, bahwa sesuat perusahaan besar di zaman kapitalist ini menindas dan melenyapkan perusahaan kecil. Dalam satu persaingan ekonomi yang tajam kejam itu, maka pabrik mesin melenyapkan kebanyakan perusahaan tangan yang kecil, kebon-besar melenyapkan atau mendesak sawah dan ladang.
Sebagian besar penduduk jauh melarat atau menjadi proletar (tak berpunya) karena didesak oleh perusahaan besar itu. Mereka proletar terpaksa menjual tenaganya kepada kapitalist. Mereka “merdeka” karena “dimerdekakan” oleh revolusi burdjuis dari tanahnya Ningrat dan kaum tukang yang kecil “dimerdekakan” dari alatnya, karena disaingi dan dilenyapkan oleh mesin pabriknya kaum kapitalist. Mereka “merdeka” pula menjual tenaganya kepada kapitalis. Tetapi karena  mereka terikat oleh bahaya kelaparan, maka mereka terpaksa menjual tenaganya kepada kapitalis itu dengan semurah-murahnya, lantaran saingan yang tajam antara seorang proletar dengan proletar lainnya. Dengan terpukulnya perusahaan kecil oleh perusahaan besar, maka harta-benda Negara terpusat pada yang berpunya. Yang miskin bertambah miskin di samping yang kaya bertambah kaya. Yang miskin bertambah besar jumlahnya dan yang kaya bertambah kecil jumlahnya. Syahdan didunia kapitalisme tulen, maka selusin dua orang memiliki hampir semua mata pencarian hidup, seperti pabrik, kebun, tambang, kereta, kapal, bank dan lain-lain. Dengan begitu, maka produksi jatuh ke tangan yang memiliki alat produksi itu pula. Sebagian besar rakyatnya tak mempunyai apa-apa, tetapi merekalah yang mengadukan hasi dengan cara kerja bersama-sama. Pertentangan selusin-dua lusin orang yang tiada bekerja. Tetapi memiliki alat produksi dan produksi dengan sebagian besar rakyat yang kerja membanting tulang, tetapi tiada memiliki alat produksi dan Produksi itu, pertentangan antar hak milik yang berdasarkan perseorangan dengan cara bekerja yang dilakukan bersama-sama, amat nyata dan amat bersahaja dimasa krisis ekonomi. Di masa inilah Negara Kapitalist beserta Birokrasi, Militer, Polisi, Kerajaan, Penjara, Algojo, Pendeta dan Profesornya bertindak mencegah pecahnya pemogokan atau revolusi proletar. Di masa krisis inilah Negara Borjuis bertelanjang bulat menontonkan dirinya sebagai alat penindas oleh kaum Borjuis atas kaum Proletar dan melemparkan topengnya sebagai “wasit” yang berdiri ditengah-tengah, yang “adil” tidak berpihak kesana atau kesini.
Revolusi Proletaria, yang melenyapkan pertentangan dalam dunia kapitalisme dan membawa masyrakat ke tingkat ke-5, yakni ke tingkat sosialisme, gagal di Perancis pada tahun 1871 dan jaya di Rusia pada tahun 1917. Di Rusia diantara 150 juta manusia, semenjak perang dunia pertama dan di Rusia serta sekitarnya , diantara lebih daripada 300 juta manusia semenjak perang dunia kedua, tak ada lagi pertentangan antara hak milik atau alat produksi penting, yang berdasarkan perseorangan (prive) dengan cara bekerja yang berdasarkan bersama-sama (sosial). Alat produksi penting dimiliki bersama-sama oleh kaum pekerja dan hasil (produksi) dimiliki bersama-sama pula dan dibagi-bagi menurut aturan: “Siapa yang tiada bekerja tiadalah pula akan dapat makan”. Dengan Revolusi di Rusia maka timbullah kekuasaan baru, negara baru, ialah diktatornya proletar, yakni kaum  proletar sebagai klas yang menumbangkan Negara Feodal Kapitalis. Tumbuhlah Soviet, tentara, polisi, mahkamah dan Penjara Proletar, buat menumbangkan dan menjaga tetap lenyapnya birokrasi, tentara, polisi dan penjara Tsar, dan Kapitalist Rusia disertai semua bantuan konco-konconya kaum Kapitalist-Imperalist di luar Rusia.

THESIS, ANTI-THESIS dan SYNTHESIS

Sudah hampir nyata berlakuknya hukum dialektika, yang thesis, anti-thesis dan synthesis dalam ribuan tahun majunya masyarakat seluruh manusia di dunia dalam garis besarnya.
Sebagai thesis (awal) maka masyarakat itu berada atas dasar kerja bersama dan miliki bersama atas alat dan hasil. Keadaan semacam ini didapat hampir seluruhnya dunia pada zaman komunisme asli.
Sebagai anti-thesis (pembatalan) maka masyarakat komunisme-asli tersebut terbelah dua dan menimbulkan pertentangan antara dasar kerja bersama terhadap milik perseorangan, pokok antara klas tak berpunya, tetapi bekerja melawan klas berpunya, tetapi tiada bekerja. Keadaan begini terdapat pada tiga tingkat masyarakat Eropa, yaitu 1) tingkat masyarakat budak-slave 2) masyarakat feodal dan 3) masyarakat kapitalisme.

Sebagai synthesis (kebatalan pembatalan), maka masyarakat manusia diseluruh dunia sekarang sedang menuju kepada masyarakat komunisme modern. Di sini pertentangan di dalam masyarakat kapitalisme, ialah pertentangan diantara kerja bersama oleh yang tak berpunya melawan miliki perseorangan yang berpunya, tetapi tiada bekerja, akan hilang lenyap. Kita sedang menuju kepada masyarakat komunisme modern yang (seperti masyrakat sosialisme) berdasarkan kerja bersama dan milik bersama atas alat dan hasil (produksi).
Dipandang dari sudut pemerintah, sejajar dengan cara menghasil dan memiliki hasil itu tadi, maka pada zaman komunisme asli, “rakyat bersenjata itu bertindak (pada awal komunisme masih perlu bertindak dengan keras) menjaga keberesan jalannya semua urusan masyarakat.
Pada tingkat komunisme yang terakhir (phase tertinggi), maka negara (state), sebagai alat penindas oleh satu klas atas klas yang lain hilang lenyap (withering-way), karena tak ada lagi pertentangan dalam masyarakat; tak ada lagi pertentangan dalam masyrakat; tak ada lagi klas yang akan ditindas. Sifat memerintah sudah bertukar menjadi sifat mengatur dan mengawasi pekerjaan masyarakat, oleh, dari, dan untuk masyrakat itu sendiri, atas dasar kemerdekaan persamaan persaudaraan yang sesungguhnya; semua kebiasaan yang diperlukan oleh komunisme yang tertinggi sudah ditanam dan tumbuh dalam phase komunisme yang pertama, ialah phase sosialisme yang di diktatori oleh kaum pekerja.
Proses (lakon) yang berupa: komunisme asli, masyrakat ber-klas, komunisme modern, itu bukanlah peredaran dalam sesuatu lingkaran (circle), melainkan satu peredaran dalam suat lingkaran yang terbuka dan terus naik (spiral). Komunisme-modern, sebagai ujungnya proses (synthesis) yang mungkin sekali akan mengalami gerakan Dialektika pula dalam badannya sendiri!, komunisme-modern itu, akan mempunyai sifat yang lebih banyak dan lebih baik daripada segala sifat yang terdapat dalam komunisme-asli, (pada thesis).
Kerja bersama pada komunisme modern, adalah kerja bersama yang lebih rational (teratur) dengan alat (mesin, listrik dan kodrat kimia) yang semuanya jauh lebih maju daripada alat dari batu dan tenaga manusia di zaman komunisme asli. Milik bersama atas hasil (produksi) adalah milik bersama atas haisl yang beribu-juta kali lipat ganda banyak, sifat serta nilainya daripada hasil yang diperoleh dengan tangan dan alat dari batu di zaman komunisme asli. Perhubungan antara manusia dengan manusia di zaman komunisme modern, adalah perhubungan yang tidak memandang warna, kulit, darah dan kekeluargaan (suku) lagi, seperti pada zaman komunisme asli, melainkan perhubungan yang luas, berdasarkan prikemanusiaan yang sejati.
Ringkasnya masyarakat baru itu akan mempunyai pengetahuan, pengalaman dan perbendaharaan yang diperoleh seluruhnya manusia dari berbagai bentuk dan warna selama sejarah seluruhnya manusia dalam puluhan, bahkan ratus ribuan tahun.
Syahdan seperti dibayangkan di atas, maka zaman diktator proletar itu bukanlah zaman komunisme modern. Bolehlah diktator proletar itu dikatakan zaman peralihan itu, maka masyrakat yang di diktatori oleh kaum proletar itu meninggalkan masyarakat kapitalisme dan menginjak masyarakat komunisme modern. Pada akhir zaman peralihan itulah terletaknya masyarakat komunisme modern, tingkat yang tertinggi.
Adapun diktator proletar itu masih mengandung sifat kenegaraan, ialah alat penindas, yang dibangunkan oleh kaum proletar untuk kaum proletar sebagai alat penumbangkan alat penindasnya kaum borjuis. Tetapi pemerintah proletar, yang bersifat memaksa terhadap bekas borjuis itu, sedang menanam bibit yang akan tumbuh menjadi pohon komunisme. Setelah semua alat produksi, yang penting dijadikan miliknya masyrakat pekerja, maka semua sistem perekonomian, sosial dan kebudayaan didasarkan atas maksud menanam semua kebiasaan yang diperlukan oleh masyarakat komunisme, phase tertinggi. Semua pekerjaan dilakukan menurut rencana, yang ditentukan oleh kaum pekerja sendiri, dijalankan dan diawasi jalannya oleh kaum pekerja sendiri, untuk seluruh masyarakat pekerja.
Tetapi ada zaman peralihan, yakni zaman sosialisme atau zaman diktator proletar itu distribusi (pembagian hasil) masih dijalankan menurut hukum borjuis, yaitu pertama: “siapa yang tidak bekerja tidak akan makan” dan kedua: “seseorang mengeluarkan tenaga yang sama untuk mendapatkan hasil yang sama”.
Keduanya hukum tersebut masih bersifat borjuis, sebab seperti juga diakui oleh Marx, orang itu memangnya tidak sama satu dengan lainnya; yang satu kuat dan yang lain lemah; yang satu kawin dan yang satu tidak; yang satu beranak banyak, yang lain tidak beranak. Maka oleh sebab itu tidaklah adil sama sekali, kalau yang lemah harus mengeluarkan sama banyak tenaga dengan yang kuat dan kalau sebaliknya yang kuat yang menghasilkan lebih banyak daripada yang lemah (dalam waktu yang sama) menerima upah yang sama dengan yang lemah itu; atau yang tidak beristri harus mendapat sama banyak dengan yang tidak, atau yang beranak banyak mendapat sama pula dengan yang tidak beranak.
Persamaan semacam itu, adalah persamaan untuk semua orang yang tidak sama dengan lainnya, satu persamaan yang palsu.
Tetapi Marx, Engels, Lenin dan Soviet Rusi merasa terpaksa mempergunakan dasar tersebut sebagai titik melangkah ke dunia komunisme. Manusia yang baru keluar dari dunia kapitalisme itu haruslah mempunyai sesuatu pegangan buat melangkah. Masyarakat baru itu masih terpaksa tersambung dengan masyarakat lama, seperti seorang bayi lahir masih disambung oleh ari-ari dengan ibunya, kelak setelah klas dan ideologi borjuis lenyap dari kebiasaan dan kemauan bekerja sudah merata diseluruhnya masyarakat, disamping produksi yang dijalankan menurut rencana dan pemakaian semua tehnik dan ilmu, maka hasil masyarakat itu akan berlipat-ganda. Dengan produksi yang melimpah-limpah itu, maka sendirinya berlaku dasar komunisme, yakni: “seseorang bekerja menurut kecakapannya dan menerima hasil menurut keperluannya”.
Sebanding dengan majunya kebiasaan bekerja dan naiknya produksi, maka lenyaplah klas dan ideology borjuis dan akan lenyaplah pula akhirnya diktator proletar tadi (withering away) sebagai alat penindas oleh kaum pekerja atas kaum borjuis. Bersama dengan lenyapnya diktator proletar, maka timbullah komunisme, phase tertinggi. Zaman itu dibelakang ini tidak lagi mengenal negara beserta alat penindasnya, melainkan merupakan satu masyarakat yang makmur, rational, serta adil penuh prikemanusiaan.
Kaum anarkis berbuat (bukan yang berlagak-lagak anarkis), yang seharusnya cukup kita hormati, tidaklah memikirkan, apakah selanjutnya akan terjadi, kalau negara borjuis sudah diruntuhkan. Mereka seakan-akan percaya,bahwa apabila semua orang yang memegang kekuasaan itu (Raja, Menteri, Jendral dan lain-lain) dibunuh saja, dimana dijumpai, maka keadaan seperti salam zaman komunisme, phase tertinggi akan timbul sendirinya saja. Mereka melupakan, bahwa semua sifat borjuis dari klas borjuis yang juga meresap ke dalam klas proletaria itu tidak akan lenyap begitu saja, dengan terbunuhnya semua orang pemegang kekuasaan negara.
Kaum Sosialis berkeyakinan bahwa kekuasaan kaum borjuis akan bisa direbut dengan merebut kursi dalam parlemen saja. Dengan jalan membikin undang-undang oleh para wakilnya kaum terbesar dalam parlemen, ialah oleh para wakilnya kaum pekerja, maka mereka percaya, bahwa alat produksi bisa dijadikan miliki bersama oleh negara. Mereka lupa bahwa negara itu, ialah satu negara, sebagai alat penindas oleh yang berpunya atas yang tidak berpunya. Mereka lupa, bahwa dalam pemerintahan, seperti dalam tentara, polisi, kehakiman, administrasi dan lain-lain, kaum intelek borjuislah yang menjadi pemimpin. Mereka ini bisa dan dalam prakteknya selain melakukan sabotage terhadap undang-undang yang menguntungkan kaum proletar dan merugikan kaum borjuis, yang sudah diterima oleh parlemen dan yang sesudahnya itu harus dijalankan oleh alat negara. Pengalaman kaum Sosialis di Jerman yang memegang kekuasaan sesudah perang dunia pertama (pemerintah Ebert, Nosko, Sheidemann) dan pemerintah Sosialis di Inggris yang sudah tiga kali dipraktekkan, semuanya itu membuktikan, bahwa kaum buruh tidak boleh dengan bulat begitu saja mewarisi alat Pemerintah Negara Borjuis. Baik Pemerintah Sosialis Jerman maupun Pemerintah Sosialis Inggris tidak berdaya menjalankan Undang-Undang Sosialis, yang tidak memotong akar-akar kapitalisme yang terpenting.
Mengambil pelajaran dari revolusi proletar di Perancis, yang mendirikan Comune kota Paris (pemerintah kota Paris) pada tahun 1870, maka Marx dalam bukunya “peperangan saudara di Perancis” memajukan bahwa “Kaum Proletar tidak boleh begitu saja mewarisi bulat-bulat alat perlengkapannya negara itu (birokrasi, tentara, polisi, mahkamah dan lain-lain) dan menukar alat negara itu dengan alat negara kaum proletar”.
Dari sinilah berasalnya pengertian diktator proletar, yang oleh kaum Bolsjewiki di Rusia, dibawah pimpinan Lenin dilaksanakan dann oleh Internasional kedua di bawah pimpinan Kautzsky selalu dilupakan atau pura-pura dilupakan.
Lenin (State and Revolution, halaman 30-31) setuju dengan Marx yang berpendapat, bahwa pada tahun 1871, bilamana Inggris masih satu contoh sebagai satu negara yang kapitalis tulen, tetapi tidak mempunyai militerisme dan hampir tidak pula mengenal birokrasi, bahwa pada masa itu “satu revolusi, malah satu revolusi rakyat bisa dimengerti dan boleh jadi berlaku, dan tidak memerlukan satu jaminan, yakni lebih dahulu alat negara yang sudah siap itu haruslah dihancurkan”. Tetapi” kata Lenin seterusnya, sekarang dalam tahun 1917, dalam masa perang besar imperialis, maka pahamnya Marx tadi tidak tepat lagi; keduanya, Inggris dan Amerika, sebagai ciptaan kemerdekaan (liberty) Anglo-Saxon yang terbesar dan terakhir dalam arti, di mana militerisme dan birokrasi tidak terdapat sekarang (kedua negara itu) sudah terjun ke dalam berlumuran darah itu, yang menguasai dan menginjak-injak segala-galanya.
Sekarang baik di Inggris, ataupun di Amerika, yang terpenting, sebagai syaratnya setiap revolusi rakyat yang sesungguhnya, ialah memecahkan menghancurkan alat negara yang sudah siap itu (ready made state machine, yang dimasukkan ke dalam kedua negara itu antara tahun 1914 dan 1917).
Kata Lenin selanjutnya “yang kedua (ialah) perhatian istimewa harus ditujukan kepada peringatan Marxd yang penting itu, bahwa penghancuran alat negara yang berupa birokrasi dan militerisme itu adalah syarat terpenting penjamin tiap-tiap revolusi rakyat yang sesungguhnya”.
Sistem diktator proletar bukanlah satu impian atau ciptaan Marx. Sebagai seorang Scinetist (ahli ilmu bukti) maka Marx tak pernah memimpikan atau  menciptakan sesuatunya seperti kaum Utopis: Thomas More, Saint Simon, Touvier dan Robert Owen. Sebagai Scientist maka Marx membentuk sesuatu thesis atas sesuatu pengalaman, yakni sesuatu bukti. Perbuatan kaum proletar para Comune di Paris pada tahun 1871 itu, mewarisi alat negara secara bulat begitu saja. Mereka membiarkan kaum borjuis bersarang terus dalam semua alat negara dan melakukan perlawanan diam-diam, terhadap kaum proletar yang memegang kekuasaan di masa itu. para pemimpin proletar tidak menukar alat negara borjuis dengan alat negara proletar, oleh dan untuk kaum proletar.
Kealpaan kaum proletar Paris itulah yang oleh Marx dianggap menjadi sebab yang terutama, maka “Comune Paris” dapat dihancurkan oleh kaum borjuis dari dalam dan dari luar dalam waktu yang pendek.
Proletar Rusia di bawah pimpinan partai komunis tidak mewarisi bulat-bulat alat negara yang dipusakakan oleh Tsar, yang berturut-turut diwarisi oleh kaum borjuis Rusia, di bawah pimpinan Profesor Miljukoff dan oleh Partai Sosialis Revolusioner yang mewakili kaum borjuis kecil, di bawah pimpinan Kerensky cs. Kaum komunis menghancurkan alat-alat negara Tsar dan Ningratnya, yang diwarisi bulat-bulat oleh Borjuis besar dan kecil itu, sambil menukar dengan alat negara proletar. Pemerintah lama bertukar dengan Soviet, tentara feodal-borjuis dengan tentara merah, polisi-feodal-borjuis dengan polisi proletar, mahkamah-feodal-borjuis dengan mahkamah proletar, didikan feodal-borjuis dengan didikan proletar dan sebagainya.
Dengan Diktator Proletarnya, maka Soviet Rusia sudah berdiri lebih daripada 30 tahun, dan sudah sanggup menukar negara setengah kapitalis menjadi negara industri klas satu; sudah berperang dan sudah memusatkan tenaga lebih daripada lebih kurang 300 juta manusia, atau lebih kurang 1/7 dari jumlah seluruhnya manusia, serta menduduki lebih kurang 1/7 dari seluruhnya daratan di dunia.
Tetapi komunisme sejati yang meliputi seluruhnya dunia, haruslah lebih dahulu melewati zaman peralihan, ialah zaman Diktator Proletar yang menguasai seluruhnya dunia pula. Sekarang manusia yang berpaham komunis, manusia yang berbentuk berwarna bermacam-macam itu, yang mendiami puluhan negara pada pelbagai macam bumi iklim serta kebudayaan pada lima benua itu, memangnya sedang mengorganisir dan mengerahkan kaum proletar dunia dengan hasrat menghancurkan kaum Ningrat Borjuis beserta kaki tangannya di seluruh dunia pula.



 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar