Mengingat 1) Pertentangan antara
kemauan dan tindakan kepala negara dengan kemauan dan tindakan rakyat/pemuda di
mana-mana; mengingat 2). Pertentangan dan permusuhan antara partai dengan
partai (Islam contra Sosialis di Pekalongan, Cirebon dan Priangan); mengingat
3). Permusuhan antara pasukan dan pasukan seperti sudah terbukti di Surabaya
(tembak-menembak dari belakang); mengingat 4). Sikap dan tindakan Inggris yang
mengakui kedaulatan Belanda atas Indonesia dan dengan senjata memaksakan
kedaulatan Belanda atas bangsa Indonesia, yang sudah memproklamirkan
kemerdekaan itu; mengingat 5). Akhirnya kedatangan Van Mook dengan Usul
Gemeene-best dan Rijksverband-nya, cocok dengan pidato Wilhelmina pada bulan
Desember 1942.
Menghubungkan semuanya itu 1).
Dengan terlaksananya kecemasan saya, yang saya ucapkan pada pertemuan di
Serang, ialah akan timbulnya berbagai Partai, setelah satu Partai diizinkan berdiri,
menghubungkan semuanya itu 2). Dengan pengalaman saya di Surabaya dan beberapa
Negara di Luar Indonesia tentang sikap si penjajah terhadap si Terjajah,
memperhubungkan semuanya itu 3). Dengan Tan Malaka Palsu yang berpropaganda di
mana-mana.
Maka sendirinya saya sampai kepada
kesimpulan perlunya mengkoordinir semua Partai, Laskar dan Badan yang
pecah-belah untuk menantang diplomasinya Belanda, yang dibantu oleh Tentara
Inggris yang bersenjata lengkap.
Sikap saya semula, ialah terus
bekerja diam-diam, tersembunyi dan membantu dari belakang saja sambil meninjau
dan mempelajari gerakan rakyat, yang sudah saya tinggalkan lebih daripada dua
puluh tahun lalu lebih lanjut. Saya ingin lebih dahulu berkenalan dengan para
pemimpin yang belum ada ketika saya meninggalkan Indonesia pada tahun 1922.
Beberapa dengan keberatan yang mudah saya majukan di atas terhadap dirinya
sesuatu partai, maka keinginan hendak mempelajari gerakan rakyat lebih
lanjutlah yang menyebabkan saya menolak mengetuai sesuatu partai. Tetapi setelah
mendapat pengalaman seperti di Surabaya tadi, maka mau tidak mau, saya merasa
wajib ikut bertanggung jawab terhadap pembelaan Kemerdekaan Indonesia dengan
cara terang-terangan.
Dalam keadaan begitu, maka saya
insaf benar, bahwa bersama dengan lima/enam orang pemuda, yang baru saja saya
kenal di masa itu, saya belum sanggup menggabungkan partai sendiri, yang kalau
perlu, bisa memikul seluruhnya tanggung jawab terhadap pimpinan revolusi di
masa itu. kedatangan Van Mook dengan usulnya itu, saya anggap sebagai bahaya
yang mengancam persatuan, karena bisa memecah pemuda. Partai dan ketentaraan,
sekurangnya dalam dua golongan, ialah: antara golongan yang mau berkompromi
dengan golongan yang mau menegakkan kemerdekaan 100%; antara golongan
lunak-moderat dengan golongan yang mau terus berjuang sampai Belanda terpaksa
menarik diri.
Mempersatukan semua partai,
ketentaraan dan badan itu, yang para pemimpinnya belum lagi dapat saya kenal
baik atas dasar fusi, saya rasa adalah di luar kesanggupan saya pula dan tak
pernah mempengaruhi pikiran saya.
Dalam saat tergesa-gesa menghadapi
usul Van Mook, yang dibantu oleh Tentara Inggris itu, di samping Pemerintah
Revolusi, yang tidak percaya akan kekuatan rakyat dan dialektiknya sesuatu
gerakan revolusi dan takut akan tuduhan “war criminal” serta alat kekerasan
kaum imperialis; dengan bantuan lima/enam orang pemuda, yang walaupun
berpengalaman banyak, maka lain tidak, yang bisa saya lakukan, hanyalah
mengundang semua Partai, Laskar dan Badan yang ada dengan maksud kerja sama
dalam satu FEDERASI, yang sebebas mungkin dan selekas mungkin.
Kelak setelah terikat oleh satu
PROGRAM, sebagai MAKSUD BERSAMA, terikat oleh KEPENTINGAN BERSAMA dan KERJA
SAMA, terikat pula akhirnya oleh akibatnya saling kenal-mengenal dalam
kandungan SANG WAKTU, maka barulah kelak dapat dipikirkan dan diusahakan
federasi yang lebih rapat; bahkan perkara ber-FUSI-pun kelak akan dapat
dipertimbangkan.
Mendesakkan satu organisasi yang
rapat, bersifat FUSI, di masa itu, bilamana masing-masing organisasi sudah
mempunyai ideologi yang kuat dan bersejarah (kebangsaan, keagamaan dan
kemurbaan), tetapi baru saja keluar dari tindasan “Kempei” Jepang, bilamana
party-life (hidup berpartai) dimustahilkan; “mendik-tekan sesuatu bentuk dan
ISI Organisasi dengan tidak memperhatikan keadaan dan orang yang akan
melaksanakan maksud organisasi itu, semuanya ini cuma akan memperkacau
kekacauan belaka.
Karena saya anggap, sampai sekarang
(Maret 1948), dasarnya persatuan dalam menyelesaikan revolusi ini ialah
perjuangan untuk menghadapi MUSUH bersama, sampai tercapai kemerdekaan 100%,
yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 itu, jadi bukannya persatuan
untuk berkompromis, yang berarti berkhianat kepada kemerdekaan 100% menurut
Proklamasi 17 Agustus 1945, maka Persatuan
Perjuangan itulah nama yang saya anggap paling tepat.
Mulanya konferensi mendirikan
Persatuan Perjuangan dimaksudkan diadakan di Malang pada bulan Desember 1945,
setelah Surabaya ditinggalkan oleh kelaskaran dan ketentaraan. Tetapi karena
para wakil banyak yang berada di Jawa Barat dan pada waktu yang kami tentukan
tak bisa sampai di Malang, maka kami terpaksa mengundurkan konferensi yang
direncanakan di Malang itu. Saya berangkat ke Cirebon menjumpai para wakil dari
beberapa organisasi yang ada di masa itu.
pertemuan yang pertama untuk beramah-tamah dengan para wakil organisasi dari
pelbagai daerah di Jawa dapat diadakan di Demak Idjo, dekat Yogya, pada tanggal
1 Januari 1946. Baru pada 3-4-5 Januari dapat diadakan KONGRES PERSATUAN
PERJUANGAN PERTAMA DI PURWOKERTO, yang dihadiri oleh 132 organisasi (Partai,
tentara, Laskar, dan Badan). Di sinilah saya memajukan MINIMUM-PROGRAM yang 7
pasal buat dipahamkan dan dipelajari, selama sepuluh hari.
Baru pada KONGRES ke-DUA, di Solo
pada tanggal 15-16 Januari 1946, yang dihadiri oleh 141 organisasi, oleh
KONGRES ditetapkan nama PERSATUAN PERJUANGAN tadi dengan sedikit saja
perubahan. Sebelumnya kedua KONGRES tersebut berlangsung, maka kepada Presiden,
Wakil Presiden dan para Menteri dikirimkan surat undangan. Tetapi yang datang
cuma bekas Menteri Luar Negeri Mr. Subardjo, bekas Jaksa Agung, Mr.Gatot dan
Panglima Besar Sudirman, kepada dua KONGRES di Solo, S.P.Sultan Jogja dan S.P.
Susuhunan Solo mengirimkan wakil.
Baik juga dicatat di sini dari
pidato wakil Tentara Republik (T.K.R.) yakni Panglima Besar Sudirman sendiri,
di Kongres Purwokerto, pidato mana sangat menggembirakan dan menggemparkan para
hadirin yang berbunyi: “Lebih baik kita diatom daripada merdeka kurang dari
100%”.
PUTUSAN KONGRES
PEMBENTUKAN
PERSATUAN PERJUANGAN
Pada tanggal 15 dan 16 Januari 1946
di Solo.
Dengan dihadiri oleh wakil-wakil 141
organisasi politik, ekonomi dan ketentaraan. Kongres pembentukan “Persatuan
Perjuangan” di Solo pada tanggal 15 dan 16 Januari 1946 telah mengambil
keputusan sebagai berikut:
I.
NAMA:
Badan
ini dinamai “PERSATUAN PERJUANGAN”
II.
MINIMUM
PROGRAM:
1. Berunding atas pengakuan Kemerdekaan
100%
2. Pemerintah rakyat (dalam arti
sesuainya haluan pemerintah dengan kemauan rakyat).
3. Tentara rakyat (dalam arti sesuainya
haluan tentara dengan kemauan rakyat.)
4. Melucuti Tentara Jepang.
5. Mengurus tawanan bangsa Eropa.
6. Menyita (membeslag), confiscate dan
menyelenggarakan pertanian musuh (Kebun).
7. Menyita (membeslag) dan
menyelenggarakan perindustrian musuh (pabrik, bengkel, tambang, dll)
III.
ORGANISASI:
Organisasi
terdiri atas 3 bagian:
1. Kongres
2. Sekretariat:
a. Penyelesaian Perselisihan
b. Politik
3. Badan Pekerja:
c. Ekonomi
d. Pertahanan.
KEWAJIBAN BADAN PEKERJA:
a. Badan Pekerja MENYELESAIKAN
PERSELISIHAN diwajibkan mengurus perselisihan antara kita sama kita. Jika Badan
ini tak dapat menyelesaikan perselisihan, maka pertikaian itu dimajukan ke muka
Sekretariat, yang terdiri atas pemimpin-pemimpin Badan-badan Pekerja tersebut.
Jika sekretariat tidak dapat menyelesaikan soalnya, maka perselisihan itu
dimajukan kepada Kongres, sebagai Dewan yang Tertinggi dalam Organisasi. Yang
berselisih harus tunduk kepada putusan Kongres.
b. Badan Pekerja POLITIK berkewajiban:
1. Memberi garis besar program
organisasi (Minimum Program)
2. Menyelidiki apakah anggota-anggota
organisasi melakukan kewajiban menurut pedoman organisasi.
3. Menyelenggarakan Propaganda.
4. Menyelenggarakan Organisasi
c. Badan Pekerja EKONOMI berkewajiban
mengurus dan memajukan:
1. Tiap-tiap anggota “Persatuan
Perjuangan” berkewajiban menjalankan putusan Kongres.
2. Perselisihan antara anggota-anggota
diserahkan pada Badan Pekerja Penyelesaian Perselisihan.
RESOLUSI KONGRES PEMBENTUKAN
“PERSATUAN PERJUANGAN”
Rakyat Indonesia bersidang pada
tanggal 15 dan 16 Januari 1946 di kota Surakarta dalam permusyawaratan
pembentukan “Persatuan Perjuangan”, dihadiri oleh wakil-wakil susunan-susunan
politik, ekonomi, sosial dan ketentaraan, terdiri dari 141 perhimpunan,
mendessak pemerintah Republik Indonesia untuk bekerja bersama-sama melaksanakan
dengan segera Program yang telah diputuskan oleh “Persatuan Perjuangan”, yang
berbunyi sebagai berikut:
1. Berunding atas pengakuan Kemerdekaan
100%
2. Pemerintah rakyat (dalam arti
sesuainya haluan pemerintah dengan kemuan rakyat).
3. Tentara rakyat (dalam arti sesuainya
haluan tentara dengan kemauan rakyat).
4. Melucuti Tentara Jepang.
5. Mengurus tawanan bangsa Eropa.
6. Menyita dan menyelenggarakan
Pertanian Musuh (kebun)
7. Menyita dan menyelenggarakan
Perindustrian Musuh (pabrik, bengkel, tambang dan lain-lain).
PANITIA “PERSATUAN PERJUANGAN”
Sebagai anggota Panitia “Persatuan
Perjuangan”
1. Perindustrian
2. Pertanian
3. Pasar
4. Koperasi
Badan pekerja PERTAHANAN
berkewajiban mengurus:
1. Tentara
2. Polisi
3. Pemuda
4. Latihan (jasmani dan rohani)
Latihan jasmani artinya: latihan
militer, latihan rohani artinya: memberi pelajaran politik, hingga
anggota-anggotanya mempunyai pendidikan politik yang teguh yang tidak mudah
digoncangkan.
ANGGOTA
1. Anggota “Persatuan Perjuangan”
terdiri atas Organisasi Politik, Sosial dan Ketentaraan.
2. Anggota Kongres terdiri atas
wakil-wakil dari anggota-anggota “Persatuan Perjuangan”.
3. Anggota Sekretariat terdiri atas
anggota-anggota Badan Pekerja “Persatuan Perjuangan”.
4. Anggota Badan Pekerja ialah mereka
yang dipilih oleh anggota-anggota “Persatuan Perjuangan” ditambah dengan para
ahli (dalam hal teknik, ekonomi administrasi dsb) yang disetujui oleh kongres
buat menjalankan putusan Kongres.
DISCIPLINE
Ditetapkan anggota-anggota Panitia
Penyelenggaraan Rapat Pembentukan “Persatuan Perjuangan” yang lama ditambah
dengan wakil-wakil Partai Sosialis, Masyumi, Pesindo, PRD, Perwari, PKI, Pemuda
Puteri Indonesia dan Pusat Pemberontakan Rakyat Indonesia yang akan bekerja
sampai tanggal 27 Januari 1946.
VI. RAPAT LENGKAP
Pada tanggal 27 Januari 1946 untuk
melanjutkan pembicaran tentang
organisasi seluruhnya akan dilangsungkan rapat lengkap yang dihadiri
oleh wakil-wakil organisasi masing-masing dengan mengirimkan sebanyak-banyaknya
2 (dua) orang utusan.
Yogyakarta, 22 Januari 1946
Panitia “Persatuan Perjuangan”
Ttd
(Penulis Sukarni)
Minimum Program “Persatuan Perjuangan” (United Action)
1. Berunding atas pengakuan kemerdekaan
100%
2. Pemerintahan rakyat (dalam arti
sesuainya haluan pemerintah dengan kemauan rakyat)
3. Tentara Rakyat (dalam arti sesuainya
haluan tentara dengan kemauan rakyat)
4. Melucuti tentara Jepang
5. Mengurus tawanan Bangsa Eropa
6. Menyita (Membeslag) dan
menyelenggarakan pertanian musuh (kebun)
7. Menyita (Membeslag) dan menyelenggarakan perindustrian musuh (pabrik,
bengkel, tambang, dll)
Keterangan Singkat
Nama Badan ini sudah diputuskan
dalam Permusyawaratan di Solo pada tanggal 15 dan 16 Januari 1946. Tetapi
maksudnya badan itu ialah persatuan yang berdasarkan perjuangan atas
minimum-program ini. Seboleh-bolehnya tuntutan itu jangan kurang dari yang
tercantum di atas. Yang nyata tak boleh dikurangi ialah tuntutan kemerdekaan
100%. Tuntutan 1e itu berseluk-beluk pula terutama dengan tuntutan 6e dan 7e.
Permusyawaratan di Purwokerto tanggal 4-5 Januari 1946 memutuskan bulat pada
tuntutan kemerdekaan 100% itu.
Tuntutan 1e itu cocok dengan makna
dan akibat Republik Indonesia Merdeka yang didirikan pada tanggal 17 Agustus
1945. Kalau tuntutan itu kurang dari yang tercantum dalam 1e itu, maka sikap
semacam itu melanggar kemerdekaan dan kehormatan Rakyat Indonesia. Sikap
semacam itu tidak akan sepadan dengan korban rakyat yang sudah diberikan dengan
ikhlas semenjak tentara Inggris-Nica mendarat. Lagi pula sikap semacam itu akan
bertentangan dengan kemauan rakyat Indonesia dan pasti akan memisahkan dan
mungkin mempertentangkan rakyat dan pimpinan pemerintah.
2e-3e supaya kemauan dan tindakan
rakyat jangan bertentangan dengan pimpinan atau pemerintah, seperti terjadi di
Surabaya, Semarang, Magelang, Bandung, jakarta dan sebagainya, maka
sepatutnyalah kemauan rakyat yang revolusioner itu tergambar pada satu
pemerintah rakyat dan satu tentara rakyat.
Yang dimaksudkan dengan pemerintah
rakyat ialah satu pemetah yang menjalangkan kemauan rakyat. Di masa sekarang di
indonesia ini tentulah satu pemerintah yang revolusioner yang melawan
imperialisme inggris belanda. Karena pengesehan yang berdasarkan pemilihan umum
resmi atas pemerintah Republik yang sekarang dari pihak rakyat belum pernah
dilakukan, maka tuntuntan percuma. Berhubung dengan kemungkinan dalam sehari,
seminggu, paling lamanya sebulan di hari depan ini maka perlulah Rakyat
Indonesia yang sedang berjuang sekarang mendapat pimpinan dari pemerintah yang
berdasarkan perjuangan. Berhubung dengan itu patutlah pula tentara itu
berhaluan dan bersemangat revolusioner. Dalam negara berdasarkan Kedaulatan
Rakyat dan Demokrasi, seperti maksudnya Republik Indonesia, nomor 2-3 tidaklah
melanggar Undang-Undang Dasar Negara.
4e-5e berhubung dengan kemerdekaan
Rakyat Indonesia yang terbentuk pada satu Republik dan pengalaman kita di
Semarang, Bandung dan lain-lain tempat, di mana Tentara Jepang oleh Inggris
dipersenjatai buat memerang Rakyat Indonesia, maka buat mempertahankan diri,
wajiblah Rakyat Indonesia sendiri melucuti Tentara Jepang.
Bagaimana Tentara Jepang yang
senjatanya sudah dilucuti itu mesti diperlakukan supaya jangan menambah korban
rakyat yang sudah luar biasa besarnya itu patutlah diserahkan kepada rakyat
sendiri pendirian yang cocok dengan kemerdekaan dan kehormatan Rakyat Indonesia
yang berlaku juga terhadap tawanan Eropa atas pengalaman di Surabaya.
(6e-7e) seandainya Inggris Nica
datang kembali dengan mengakui Republik Indonesia, dan bertindak atas dasar
kata mufakat, maka persoalan harta benda itu tentu akan bisa diselesaikan
dengan jalan damai. Tetapi karena Inggris Belanda masuk ke Indonesia dengan
maksud dan tindakan melenyapkan Republik Indonesia dan menegakkan kembali
penjajahan Belanda, walaupun berupa autonomi, Dominion, Commonwoulth,
Gemeenebest atau lain-lain Status, maka rakyat Indonesia terpaksa
mempertahankan dirinya. Perang yang tidak dinyatakan Inggris-Belanda itu
terpaksa dijawab dengan perang yang tidak dinyatakan pula.
Sikap menyita kebun musuh
(pertanian) dan pabrik, bengkel, tambang musuh (perindustrian) tidaklaha
berlawanan dengan undang perang. Harta benda warga negara yang tentaranya
membunuh puluhan ribu Rakyat Indonesia yang tidak bersalah dan
menghancur-leburkan beberapa kota terbesar di Indonesia, dan masih terus
berusaha menaklukkan dan menjajah Indonesia, wajib disita (dibeslag) dan
diselenggarakan buat keperluan Rakyat Indonesia yang sedang berperang ini. lagi
pula tidak bertentangan dengan sikap proletar revolusioner di dunia terhadap
hak-milik si Kapitalis. Hak milik si Kapitalis seperti pabrik dan mesin, ialah
hasil tenaga proletar yang tidak dibayar, dicuri oleh Kapitalis. Mengembalikan
hak milik semacam itu kepada kapitalis, apalagi Kapitalis yang ceroboh, seperti
di Indonesia, artinya mengakui “hisapan” Kapitalisme. Perbuatan itu berarti
berkhianat terhadap proletar Indonesia yang suda mengorbankan jiwanya, membela
Republik Indonesia. Perkataan “menyita” itu mesti digembor-gemborkan ke luar
negara, supaya proletar dunia mendengarnya.
Penyitaan dilakukan terhadap hak
milik musuh bukan hak miliknya bangsa Asing seperti Amerika, Tiongkok dan
lain-lain. Hak milik Amerika dan Tiongkok itu, sebagai negara Sahabat sampai
sekarang akan diatur dengan kata-mufakat, sesudah Indonesia mendapatkan
kemerdekaan 100%.
Persatuan Perjuangan dengan minimum
programnya telah mewujudkan kekuatan dan suara yang bulat dari semua partai dan
rakyat revolusioner anti-imperialisme, kapitalisme. “Minimum Program” ini tidak
dapat dikurangi atau ditawar-tawar lagi.
Yang terutama harus dicapai ialah
Persatuan atas dasar bersama berjuang melawan imperialisme. Berhubung dengan
desakan waktu, maka moga-moga persatuan itu akan lepas tercapai. Tidak saja
diharapkan persatuan antara Partai dan Partai, tetapi juga diantara Persatuan
Perjuangan dengan Pemerintah. Semakin pendek dan semakin tepat Minimum Program
itu semakin lekas dipahamkan dan semakin dalam pula diresapkan oleh rakyat
murba hingga dapat lekas dilaksanakan!!
Mudah-mudahan Minimum-Program
semacam ini bisa menjadi coment antara organisasi dan pimpinan revolusioner
dengan rakyat Indonesia yang dengan tidak menghitung laba rugi sudah berjuang
melawan imperialisme Inggeris Belanda.
Dengan Terlaksananya “Minimum
Program” Kita, Hidup Republik Indonesia.
sejarah yang bagus
BalasHapuskomentar balik ya ke blog saya www.belajarbahasaasing.com
BalasHapus