Kamis, 07 April 2016

Persatuan Perjuangan

Mengingat 1) Pertentangan antara kemauan dan tindakan kepala negara dengan kemauan dan tindakan rakyat/pemuda di mana-mana; mengingat 2). Pertentangan dan permusuhan antara partai dengan partai (Islam contra Sosialis di Pekalongan, Cirebon dan Priangan); mengingat 3). Permusuhan antara pasukan dan pasukan seperti sudah terbukti di Surabaya (tembak-menembak dari belakang); mengingat 4). Sikap dan tindakan Inggris yang mengakui kedaulatan Belanda atas Indonesia dan dengan senjata memaksakan kedaulatan Belanda atas bangsa Indonesia, yang sudah memproklamirkan kemerdekaan itu; mengingat 5). Akhirnya kedatangan Van Mook dengan Usul Gemeene-best dan Rijksverband-nya, cocok dengan pidato Wilhelmina pada bulan Desember 1942.
Menghubungkan semuanya itu 1). Dengan terlaksananya kecemasan saya, yang saya ucapkan pada pertemuan di Serang, ialah akan timbulnya berbagai Partai, setelah satu Partai diizinkan berdiri, menghubungkan semuanya itu 2). Dengan pengalaman saya di Surabaya dan beberapa Negara di Luar Indonesia tentang sikap si penjajah terhadap si Terjajah, memperhubungkan semuanya itu 3). Dengan Tan Malaka Palsu yang berpropaganda di mana-mana.
Maka sendirinya saya sampai kepada kesimpulan perlunya mengkoordinir semua Partai, Laskar dan Badan yang pecah-belah untuk menantang diplomasinya Belanda, yang dibantu oleh Tentara Inggris yang bersenjata lengkap.
Sikap saya semula, ialah terus bekerja diam-diam, tersembunyi dan membantu dari belakang saja sambil meninjau dan mempelajari gerakan rakyat, yang sudah saya tinggalkan lebih daripada dua puluh tahun lalu lebih lanjut. Saya ingin lebih dahulu berkenalan dengan para pemimpin yang belum ada ketika saya meninggalkan Indonesia pada tahun 1922. Beberapa dengan keberatan yang mudah saya majukan di atas terhadap dirinya sesuatu partai, maka keinginan hendak mempelajari gerakan rakyat lebih lanjutlah yang menyebabkan saya menolak mengetuai sesuatu partai. Tetapi setelah mendapat pengalaman seperti di Surabaya tadi, maka mau tidak mau, saya merasa wajib ikut bertanggung jawab terhadap pembelaan Kemerdekaan Indonesia dengan cara terang-terangan.
Dalam keadaan begitu, maka saya insaf benar, bahwa bersama dengan lima/enam orang pemuda, yang baru saja saya kenal di masa itu, saya belum sanggup menggabungkan partai sendiri, yang kalau perlu, bisa memikul seluruhnya tanggung jawab terhadap pimpinan revolusi di masa itu. kedatangan Van Mook dengan usulnya itu, saya anggap sebagai bahaya yang mengancam persatuan, karena bisa memecah pemuda. Partai dan ketentaraan, sekurangnya dalam dua golongan, ialah: antara golongan yang mau berkompromi dengan golongan yang mau menegakkan kemerdekaan 100%; antara golongan lunak-moderat dengan golongan yang mau terus berjuang sampai Belanda terpaksa menarik diri.
Mempersatukan semua partai, ketentaraan dan badan itu, yang para pemimpinnya belum lagi dapat saya kenal baik atas dasar fusi, saya rasa adalah di luar kesanggupan saya pula dan tak pernah mempengaruhi pikiran saya.
Dalam saat tergesa-gesa menghadapi usul Van Mook, yang dibantu oleh Tentara Inggris itu, di samping Pemerintah Revolusi, yang tidak percaya akan kekuatan rakyat dan dialektiknya sesuatu gerakan revolusi dan takut akan tuduhan “war criminal” serta alat kekerasan kaum imperialis; dengan bantuan lima/enam orang pemuda, yang walaupun berpengalaman banyak, maka lain tidak, yang bisa saya lakukan, hanyalah mengundang semua Partai, Laskar dan Badan yang ada dengan maksud kerja sama dalam satu FEDERASI, yang sebebas mungkin dan selekas mungkin.
Kelak setelah terikat oleh satu PROGRAM, sebagai MAKSUD BERSAMA, terikat oleh KEPENTINGAN BERSAMA dan KERJA SAMA, terikat pula akhirnya oleh akibatnya saling kenal-mengenal dalam kandungan SANG WAKTU, maka barulah kelak dapat dipikirkan dan diusahakan federasi yang lebih rapat; bahkan perkara ber-FUSI-pun kelak akan dapat dipertimbangkan.
Mendesakkan satu organisasi yang rapat, bersifat FUSI, di masa itu, bilamana masing-masing organisasi sudah mempunyai ideologi yang kuat dan bersejarah (kebangsaan, keagamaan dan kemurbaan), tetapi baru saja keluar dari tindasan “Kempei” Jepang, bilamana party-life (hidup berpartai) dimustahilkan; “mendik-tekan sesuatu bentuk dan ISI Organisasi dengan tidak memperhatikan keadaan dan orang yang akan melaksanakan maksud organisasi itu, semuanya ini cuma akan memperkacau kekacauan belaka.
Karena saya anggap, sampai sekarang (Maret 1948), dasarnya persatuan dalam menyelesaikan revolusi ini ialah perjuangan untuk menghadapi MUSUH bersama, sampai tercapai kemerdekaan 100%, yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 itu, jadi bukannya persatuan untuk berkompromis, yang berarti berkhianat kepada kemerdekaan 100% menurut Proklamasi 17 Agustus 1945, maka Persatuan Perjuangan itulah nama yang saya anggap paling tepat.
Mulanya konferensi mendirikan Persatuan Perjuangan dimaksudkan diadakan di Malang pada bulan Desember 1945, setelah Surabaya ditinggalkan oleh kelaskaran dan ketentaraan. Tetapi karena para wakil banyak yang berada di Jawa Barat dan pada waktu yang kami tentukan tak bisa sampai di Malang, maka kami terpaksa mengundurkan konferensi yang direncanakan di Malang itu. Saya berangkat ke Cirebon menjumpai para wakil dari beberapa organisasi yang ada di masa  itu. pertemuan yang pertama untuk beramah-tamah dengan para wakil organisasi dari pelbagai daerah di Jawa dapat diadakan di Demak Idjo, dekat Yogya, pada tanggal 1 Januari 1946. Baru pada 3-4-5 Januari dapat diadakan KONGRES PERSATUAN PERJUANGAN PERTAMA DI PURWOKERTO, yang dihadiri oleh 132 organisasi (Partai, tentara, Laskar, dan Badan). Di sinilah saya memajukan MINIMUM-PROGRAM yang 7 pasal buat dipahamkan dan dipelajari, selama sepuluh hari.
Baru pada KONGRES ke-DUA, di Solo pada tanggal 15-16 Januari 1946, yang dihadiri oleh 141 organisasi, oleh KONGRES ditetapkan nama PERSATUAN PERJUANGAN tadi dengan sedikit saja perubahan. Sebelumnya kedua KONGRES tersebut berlangsung, maka kepada Presiden, Wakil Presiden dan para Menteri dikirimkan surat undangan. Tetapi yang datang cuma bekas Menteri Luar Negeri Mr. Subardjo, bekas Jaksa Agung, Mr.Gatot dan Panglima Besar Sudirman, kepada dua KONGRES di Solo, S.P.Sultan Jogja dan S.P. Susuhunan Solo mengirimkan wakil.
Baik juga dicatat di sini dari pidato wakil Tentara Republik (T.K.R.) yakni Panglima Besar Sudirman sendiri, di Kongres Purwokerto, pidato mana sangat menggembirakan dan menggemparkan para hadirin yang berbunyi: “Lebih baik kita diatom daripada merdeka kurang dari 100%”.

PUTUSAN KONGRES
PEMBENTUKAN
PERSATUAN PERJUANGAN


Pada tanggal 15 dan 16 Januari 1946 di Solo.
Dengan dihadiri oleh wakil-wakil 141 organisasi politik, ekonomi dan ketentaraan. Kongres pembentukan “Persatuan Perjuangan” di Solo pada tanggal 15 dan 16 Januari 1946 telah mengambil keputusan sebagai berikut:
I.                    NAMA:
Badan ini dinamai “PERSATUAN PERJUANGAN”
II.                 MINIMUM PROGRAM:
1.      Berunding atas pengakuan Kemerdekaan 100%
2.      Pemerintah rakyat (dalam arti sesuainya haluan pemerintah dengan kemauan rakyat).
3.      Tentara rakyat (dalam arti sesuainya haluan tentara dengan kemauan rakyat.)
4.      Melucuti Tentara Jepang.
5.      Mengurus tawanan bangsa Eropa.
6.      Menyita (membeslag), confiscate dan menyelenggarakan pertanian musuh (Kebun).
7.      Menyita (membeslag) dan menyelenggarakan perindustrian musuh (pabrik, bengkel, tambang, dll)

III.               ORGANISASI:
Organisasi terdiri atas 3 bagian:
1.      Kongres
2.      Sekretariat:
a.       Penyelesaian Perselisihan
b.      Politik
3.      Badan Pekerja:
c.       Ekonomi
d.      Pertahanan.

KEWAJIBAN BADAN PEKERJA:
a.       Badan Pekerja MENYELESAIKAN PERSELISIHAN diwajibkan mengurus perselisihan antara kita sama kita. Jika Badan ini tak dapat menyelesaikan perselisihan, maka pertikaian itu dimajukan ke muka Sekretariat, yang terdiri atas pemimpin-pemimpin Badan-badan Pekerja tersebut. Jika sekretariat tidak dapat menyelesaikan soalnya, maka perselisihan itu dimajukan kepada Kongres, sebagai Dewan yang Tertinggi dalam Organisasi. Yang berselisih harus tunduk kepada putusan Kongres.
b.      Badan Pekerja POLITIK berkewajiban:
1.      Memberi garis besar program organisasi (Minimum Program)
2.      Menyelidiki apakah anggota-anggota organisasi melakukan kewajiban menurut pedoman organisasi.
3.      Menyelenggarakan Propaganda.
4.      Menyelenggarakan Organisasi
c.       Badan Pekerja EKONOMI berkewajiban mengurus dan memajukan:
1.      Tiap-tiap anggota “Persatuan Perjuangan” berkewajiban menjalankan putusan Kongres.
2.      Perselisihan antara anggota-anggota diserahkan pada Badan Pekerja Penyelesaian Perselisihan.


RESOLUSI KONGRES PEMBENTUKAN “PERSATUAN PERJUANGAN”

Rakyat Indonesia bersidang pada tanggal 15 dan 16 Januari 1946 di kota Surakarta dalam permusyawaratan pembentukan “Persatuan Perjuangan”, dihadiri oleh wakil-wakil susunan-susunan politik, ekonomi, sosial dan ketentaraan, terdiri dari 141 perhimpunan, mendessak pemerintah Republik Indonesia untuk bekerja bersama-sama melaksanakan dengan segera Program yang telah diputuskan oleh “Persatuan Perjuangan”, yang berbunyi sebagai berikut:
1.      Berunding atas pengakuan Kemerdekaan 100%
2.      Pemerintah rakyat (dalam arti sesuainya haluan pemerintah dengan kemuan rakyat).
3.      Tentara rakyat (dalam arti sesuainya haluan tentara dengan kemauan rakyat).
4.      Melucuti Tentara Jepang.
5.      Mengurus tawanan bangsa Eropa.
6.      Menyita dan menyelenggarakan Pertanian Musuh (kebun)
7.      Menyita dan menyelenggarakan Perindustrian Musuh (pabrik, bengkel, tambang dan lain-lain).

PANITIA “PERSATUAN PERJUANGAN”
Sebagai anggota Panitia “Persatuan Perjuangan”
1.      Perindustrian
2.      Pertanian
3.      Pasar
4.      Koperasi
Badan pekerja PERTAHANAN berkewajiban mengurus:
1.      Tentara
2.      Polisi
3.      Pemuda
4.      Latihan (jasmani dan rohani)

Latihan jasmani artinya: latihan militer, latihan rohani artinya: memberi pelajaran politik, hingga anggota-anggotanya mempunyai pendidikan politik yang teguh yang tidak mudah digoncangkan.

ANGGOTA
1.      Anggota “Persatuan Perjuangan” terdiri atas Organisasi Politik, Sosial dan Ketentaraan.
2.      Anggota Kongres terdiri atas wakil-wakil dari anggota-anggota “Persatuan Perjuangan”.
3.      Anggota Sekretariat terdiri atas anggota-anggota Badan Pekerja “Persatuan Perjuangan”.
4.      Anggota Badan Pekerja ialah mereka yang dipilih oleh anggota-anggota “Persatuan Perjuangan” ditambah dengan para ahli (dalam hal teknik, ekonomi administrasi dsb) yang disetujui oleh kongres buat menjalankan putusan Kongres.
DISCIPLINE
Ditetapkan anggota-anggota Panitia Penyelenggaraan Rapat Pembentukan “Persatuan Perjuangan” yang lama ditambah dengan wakil-wakil Partai Sosialis, Masyumi, Pesindo, PRD, Perwari, PKI, Pemuda Puteri Indonesia dan Pusat Pemberontakan Rakyat Indonesia yang akan bekerja sampai tanggal 27 Januari 1946.

VI. RAPAT LENGKAP
Pada tanggal 27 Januari 1946 untuk melanjutkan pembicaran tentang  organisasi seluruhnya akan dilangsungkan rapat lengkap yang dihadiri oleh wakil-wakil organisasi masing-masing dengan mengirimkan sebanyak-banyaknya 2 (dua) orang utusan.
Yogyakarta, 22 Januari 1946
Panitia “Persatuan Perjuangan”
Ttd
(Penulis Sukarni)

Minimum Program “Persatuan Perjuangan”  (United Action)
1.      Berunding atas pengakuan kemerdekaan 100%
2.      Pemerintahan rakyat (dalam arti sesuainya haluan pemerintah dengan kemauan rakyat)
3.      Tentara Rakyat (dalam arti sesuainya haluan tentara dengan kemauan rakyat)
4.      Melucuti tentara Jepang
5.      Mengurus tawanan Bangsa Eropa
6.      Menyita (Membeslag) dan menyelenggarakan pertanian musuh (kebun)
7.      Menyita (Membeslag) dan  menyelenggarakan perindustrian musuh (pabrik, bengkel, tambang, dll)
                                                                                                                                     
Keterangan Singkat
Nama Badan ini sudah diputuskan dalam Permusyawaratan di Solo pada tanggal 15 dan 16 Januari 1946. Tetapi maksudnya badan itu ialah persatuan yang berdasarkan perjuangan atas minimum-program ini. Seboleh-bolehnya tuntutan itu jangan kurang dari yang tercantum di atas. Yang nyata tak boleh dikurangi ialah tuntutan kemerdekaan 100%. Tuntutan 1e itu berseluk-beluk pula terutama dengan tuntutan 6e dan 7e. Permusyawaratan di Purwokerto tanggal 4-5 Januari 1946 memutuskan bulat pada tuntutan kemerdekaan 100% itu.
Tuntutan 1e itu cocok dengan makna dan akibat Republik Indonesia Merdeka yang didirikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Kalau tuntutan itu kurang dari yang tercantum dalam 1e itu, maka sikap semacam itu melanggar kemerdekaan dan kehormatan Rakyat Indonesia. Sikap semacam itu tidak akan sepadan dengan korban rakyat yang sudah diberikan dengan ikhlas semenjak tentara Inggris-Nica mendarat. Lagi pula sikap semacam itu akan bertentangan dengan kemauan rakyat Indonesia dan pasti akan memisahkan dan mungkin mempertentangkan rakyat dan pimpinan pemerintah.
2e-3e supaya kemauan dan tindakan rakyat jangan bertentangan dengan pimpinan atau pemerintah, seperti terjadi di Surabaya, Semarang, Magelang, Bandung, jakarta dan sebagainya, maka sepatutnyalah kemauan rakyat yang revolusioner itu tergambar pada satu pemerintah rakyat dan satu tentara rakyat.
Yang dimaksudkan dengan pemerintah rakyat ialah satu pemetah yang menjalangkan kemauan rakyat. Di masa sekarang di indonesia ini tentulah satu pemerintah yang revolusioner yang melawan imperialisme inggris belanda. Karena pengesehan yang berdasarkan pemilihan umum resmi atas pemerintah Republik yang sekarang dari pihak rakyat belum pernah dilakukan, maka tuntuntan percuma. Berhubung dengan kemungkinan dalam sehari, seminggu, paling lamanya sebulan di hari depan ini maka perlulah Rakyat Indonesia yang sedang berjuang sekarang mendapat pimpinan dari pemerintah yang berdasarkan perjuangan. Berhubung dengan itu patutlah pula tentara itu berhaluan dan bersemangat revolusioner. Dalam negara berdasarkan Kedaulatan Rakyat dan Demokrasi, seperti maksudnya Republik Indonesia, nomor 2-3 tidaklah melanggar Undang-Undang Dasar Negara.
4e-5e berhubung dengan kemerdekaan Rakyat Indonesia yang terbentuk pada satu Republik dan pengalaman kita di Semarang, Bandung dan lain-lain tempat, di mana Tentara Jepang oleh Inggris dipersenjatai buat memerang Rakyat Indonesia, maka buat mempertahankan diri, wajiblah Rakyat Indonesia sendiri melucuti Tentara Jepang.
Bagaimana Tentara Jepang yang senjatanya sudah dilucuti itu mesti diperlakukan supaya jangan menambah korban rakyat yang sudah luar biasa besarnya itu patutlah diserahkan kepada rakyat sendiri pendirian yang cocok dengan kemerdekaan dan kehormatan Rakyat Indonesia yang berlaku juga terhadap tawanan Eropa atas pengalaman di Surabaya.
(6e-7e) seandainya Inggris Nica datang kembali dengan mengakui Republik Indonesia, dan bertindak atas dasar kata mufakat, maka persoalan harta benda itu tentu akan bisa diselesaikan dengan jalan damai. Tetapi karena Inggris Belanda masuk ke Indonesia dengan maksud dan tindakan melenyapkan Republik Indonesia dan menegakkan kembali penjajahan Belanda, walaupun berupa autonomi, Dominion, Commonwoulth, Gemeenebest atau lain-lain Status, maka rakyat Indonesia terpaksa mempertahankan dirinya. Perang yang tidak dinyatakan Inggris-Belanda itu terpaksa dijawab dengan perang yang tidak dinyatakan pula.
Sikap menyita kebun musuh (pertanian) dan pabrik, bengkel, tambang musuh (perindustrian) tidaklaha berlawanan dengan undang perang. Harta benda warga negara yang tentaranya membunuh puluhan ribu Rakyat Indonesia yang tidak bersalah dan menghancur-leburkan beberapa kota terbesar di Indonesia, dan masih terus berusaha menaklukkan dan menjajah Indonesia, wajib disita (dibeslag) dan diselenggarakan buat keperluan Rakyat Indonesia yang sedang berperang ini. lagi pula tidak bertentangan dengan sikap proletar revolusioner di dunia terhadap hak-milik si Kapitalis. Hak milik si Kapitalis seperti pabrik dan mesin, ialah hasil tenaga proletar yang tidak dibayar, dicuri oleh Kapitalis. Mengembalikan hak milik semacam itu kepada kapitalis, apalagi Kapitalis yang ceroboh, seperti di Indonesia, artinya mengakui “hisapan” Kapitalisme. Perbuatan itu berarti berkhianat terhadap proletar Indonesia yang suda mengorbankan jiwanya, membela Republik Indonesia. Perkataan “menyita” itu mesti digembor-gemborkan ke luar negara, supaya proletar dunia mendengarnya.
Penyitaan dilakukan terhadap hak milik musuh bukan hak miliknya bangsa Asing seperti Amerika, Tiongkok dan lain-lain. Hak milik Amerika dan Tiongkok itu, sebagai negara Sahabat sampai sekarang akan diatur dengan kata-mufakat, sesudah Indonesia mendapatkan kemerdekaan 100%.
Persatuan Perjuangan dengan minimum programnya telah mewujudkan kekuatan dan suara yang bulat dari semua partai dan rakyat revolusioner anti-imperialisme, kapitalisme. “Minimum Program” ini tidak dapat dikurangi atau ditawar-tawar lagi.
Yang terutama harus dicapai ialah Persatuan atas dasar bersama berjuang melawan imperialisme. Berhubung dengan desakan waktu, maka moga-moga persatuan itu akan lepas tercapai. Tidak saja diharapkan persatuan antara Partai dan Partai, tetapi juga diantara Persatuan Perjuangan dengan Pemerintah. Semakin pendek dan semakin tepat Minimum Program itu semakin lekas dipahamkan dan semakin dalam pula diresapkan oleh rakyat murba hingga dapat lekas dilaksanakan!!
Mudah-mudahan Minimum-Program semacam ini bisa menjadi coment antara organisasi dan pimpinan revolusioner dengan rakyat Indonesia yang dengan tidak menghitung laba rugi sudah berjuang melawan imperialisme Inggeris Belanda.
Dengan Terlaksananya “Minimum Program” Kita, Hidup Republik Indonesia.

2 komentar: